Kunci Keberhasilan Melalui Ujian dari Allah Swt

Salah satu tujuan di balik ujian Allah Swt, adalah penempaan potensi manusia dan munculnya mutiara-mutiara dari dalam dirinya. Manusia yang berada dalam bejana ujian Allah Swt sama seperti batu mulia yang dibakar sehingga terbersihkan dari semua inklusi dan tampak kejernihannya. Al-Quran menyinggung hakikat ini dalam ayat 140 dan 141 surat Ali Imran, “...Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman... Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.”

 

Manusia dalam perjalanan ini, selain mengembangkan seluruh potensinya, juga membentuk hakikat dan identitasnya yang kelak di hari kiamat dia akan dibangkitkan dengan hakikat dan identitas batin itu yang merupakan akumulasi dari keyakinan, pemikiran, perenungan, akhlak dan amalnya.

 

Syahid Mortadha Mothahhari dalam hal ini menulis, “Allah Swt menguji dengan berbagai bencana dan kesulitan, artinya bahwa melalui ini semua orang dapat mencapai kesempurnaan yang layak untuknya. Filsafat kesulitan dan bencana itu bukan penimbangan berat, tingkatan dan kuantitasnya, Allah Swt menghadapkan manusia dengan bencana dan kesulitan agar kesucian dan tingkatan maknawi serta batas hamba itu meningkat. Allah Swt tidak menguji untuk memperjelas penghuni sorga dan neraka, Dia menguji dan menciptakan berbagai cobaan sehingga orang yang ingin menuju sorga, di sela-sela berbagai cobaan tersebut mengetahui  bahwa dirinya layak untuk sorga dan bagi mereka yang tidak layak agar bergeming pada tempatnya.”

 

Oleh karena itu, agar manusia berada di jalan kesempurnaan dirinya seperti emas dan permata yang bersih dan murni, maka dia harus berhasil keluar dari bejana ujian Allah Swt dan membersihkan dirinya dari segala bentuk inklusi materi dan berbagai noda lain. Dengan kata lain, salah satu masalah yang membangun pribadi dan identitas manusia adalah pemikiran dan amal yang muncul dari ikhtiar dan keinginannya. Untuk menganalisa dan menimbang nilai amal dan pemikiran makhluk yang memiliki ikhtiar dan keinginan, maka dia harus diuji sehingga jelas perbedaan antara iman sejati dan yang tidak. Karena tujuan penciptaan manusia, berbeda dengan banyak makhluk lain, hanya akan dapat dicapai dengan pilihan yang diambil secara sadar.

 

Ujian tidak hanya yang bermanfaat dalam pengembangan seluruh potensi manusia dalam urusan duniawi, bahkan dalam penentuan tujuan. Ketika seseorang memahami bahwa dia tidak dibiarkan tanpa kontrol dan selalu diuji, maka dia akan selalu berhati-hati dalam pemikiran, amal dan perilaku, serta menghindari segala sesuatu yang tidak diridhai Allah Swt, dan ini semua akan berpengaruh besar dalam akhlak, pendidikan bahkan spritualitas manusia.

 

Jelas bahwa kita semua yang masuk dalam ujian Allah swt, ingin mengetahui apa kunci keberhasilan melalui semua ujian ini?

 

Islam sebagai sebuah agama yang merefleksikan seluruh keutamaan akhlak, keindahan, kemuliaan, kehormatan dan kesempurnaan manusia, mengandung ajaran yang mengantarkan manusia pada jalur menuju kesempurnaan hingga tujuan utama yaitu posisi kedekatan dengan Allah Swt. Al-Quran menyebutkan bahwa langkah pertama untuk sukses melalui ujian Allah Swt adalah ketabahan dan konsistensi di jalan kebenaran dan bersabar menghadapi kesulitan. Dalam ayat 155 surat al-Baqarah Allah Swt berfirman:

 

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

 

Ketabahan menghadapi segala kesulitan dan ujian termasuk di antara keunggulan spiritualitas manusia; sedemikian rupa sehingga salah satu derajat orang-orang mukmin adalah sabar menghadapi cobaan. Menurut Imam Ali as, semakin besar ujian dan kesulitan, pahala dan ganjarannya juga semakin besar.

 

Dalam kehidupan manusia, terdapat pengalaman pahit dan manis. Akan tetapi, jangan sampai kemenangan membuat manusia sombong dan agar kegagalan tidak membuatnya putus asa. Kegagalan adalah mukaddimah kemenangan dan tangga menuju keberhasilan. Jika seseorang gagal dalam ujian, maka dia harus menyelidiki faktor kegagalannya agar dia dapat berhasil melalui ujian pada tahap berikutnya. Kegagalan harus dipandang sebagai faktor yang menyadarkannya dari keteledoran. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as mengecam keputusasaan dan berkata, “Jangan kau menjadi orang yang sombong dalam kemakmuran dan putus asa dalam kesulitan.”

 

Juga dalam al-Quran menyebut keputusasaan terhadap rahmat dari Allah Swt merupakan bentuk kekufuran dan ketidaksyukuran. Dalam ayat 87 surat Yusuf, Allah Swt berfirman:

 

“...dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".

 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harapan dari rahmat Allah Swt dan menghindari keputusasaan merupakan kunci lain keberhasilan dalam melalui ujian Allah Swt.

 

Hamba-hamba Allah Swt yang ikhlas, sedemikian berserah diri pada kehendak Allah Swt sehingga mereka bukan hanya bersabar ketika menghadapi kesulitan dan cobaan, mereka juga bersyukur kepada Allah Swt di setiap kondisi.  Mereka menilai itu semua adalah hak Allah Swt dan pada saat yang sama mereka meyakini rahmat dan pertolongan Allah Swt. Imam Husein as ketika menghadapi berbagai macam cobaan di Karbala berkata: “Cobaan ini ringan untukku, karena Allah Swt menyaksikan.”

 

Satu lagi kunci keberhasilan dalam melalui ujian dari Allah Swt, adalah mengambil pelajaran dari orang-orang yang telah lulus dari ujian Allah Swt dan juga dari mereka yang memilih jalan salah, serta menjadikan itu semua sebagai contoh agar dia dapat memilih jalan kebenaran dan menghindari jalan keburukan. Dalam al-Quran telah disebutkan berbagai macam ayat yang di dalamnya Allah Swt menyinggung nasib berbagai umat dan bangsa agar mereka menjadi hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal.

 

Imam Ali as dalam sebuah hadisnya berkata, “Syukur dan pujian kepada Allah yang menjadikan cobaan dan kesulitan para pengikut kami untuk melunturkan dosa-dosa mereka di dunia, sehingga dalam segala kesulitan dan bencana ini ketaatan mereka terjaga dan layak mendapat pahala.”