ayatullah Ibrahim Amini

Saya adalah Ibrahim Amini putra Husain, dilahirkan pada tahun 1304 [1] Hijriyah Syamsiyah di kota Najaf Abad. Sekitar usia enam tahun ayah saya berpulang ke Rahmatullah. Sampai kelas enam SD saya belajar di sebuah sekolah swasta di malam hari. Sejak saat itulah tumbuh kecintaan dalam diri saya untuk memperdalam ilmu-ilmu agama.
Pada bulan Farvardin 1321 HS saya hijrah ke kota Qom untuk memperdalam ilmu-ilmu agama, selama tiga bulan saya menetap disana, sungguh suasana yang sangat indah dan menyenangkan, khususnya ketika saya mengikuti kelas Akhlak yang dibimbing oleh Hajj Agha Ruhullah (yang kelak kemudian lebih dikenal dengan nama Imam Khumaini Qs).
Di saat liburan musim panas tiba dengan terpaksa saya harus meninggalkan kota Qom dan kembali ke daerah asal saya, Najaf Abad namun saya tetap berusaha untuk mengisi hari-hari saya dengan belajar disana.
Di saat saya kembali ke Najaf Abad terjadilah krisis ekonomi di seluruh negri Iran (yang disebabkan oleh kelompok penjajah yang menamakan dirinya dengan “Muttafiqin”) kondisi ini menyebabkan saya tidak dapat melanjutkan studi di Qom, dan dengan terpaksa saya pergi ke kota Isfahan untuk melanjutkan studi saya di sebuah hauzah ilmiyah yang ada disana.
Walaupun kondisi kehihupan di Isfahan juga dalam kesulitan, hanya saja dari segi pendidikan, tempat tinggal, para guru yang berkompeten khususnya untuk pelajaran-pelajaran dasar bahasa, dan Sath (Intermediet) sangatlah cukup memadai.
Pada mulanya kami bertempat tinggal di Madrasah Nuriyah kemudian pindah ke beberapa sekolah lain, seperti Madrasah Kaseh Garan dan terakhir di Madrasah Jaddeh Buzurg.

Aktifitas Mengajar dan Riset

Di saat sedang menempuh pelajaran Kharij saya pun mulai aktif mengajar di pelajaran tingkat Sath baik bidang studi fikih, Usul Fikih, Filsafat dan Teologi (Kalam).
Pada permulaan kemenangan revolusi, demi merialisasikan sistem pemerintahan yang islami, maka perhatian seluruh orang, khususnya para ilmuwan, dan mahasiswa tertuju pada Hauzah Ilmiyah untuk mendapatkan pandangan Islam yang benar dalam seluruh masalah dan aspek kehidupan, termasuk di dalamnya gulat dan beberapa jenis olahraga lainnya.
Di saat itu banyak pertanyaan dari para ilmuan, akademisi dan petinggi Negara, khususnya di bidang pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi sangat disayangkan pada saat itu Hauzah Ilmiyah belum memiliki persiapan yang sempurna untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan ini, karena semua itu selama ini tidak termasuk pada program resmi Hauzah.
Demi mempersiapkan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak ini dibutuhkan dua hal; yang pertama adalah mempelajari dan meriset ilmu-ilmu terkait serta penyediaan bahan-bahan pelajaran (sekolah) yang dibutuhkan.
Yang kedua, adalah mengadakan peninjauan ke daerah-daerah di pelbagai pelosok di Iran serta ikut serta dalam seminar-seminar, pertemuan-pertemuan keilmuan dan kebudayaan demi memaparkan permasalahan kepada mereka yang berminat dan menjawab bermacam-macam pertanyaan mereka. Bahkan perjalanan ke luar negri pun mutlak diperlukan.
Tentu untuk merealisasikan dua hal di atas terdapat keniscayaan untuk dilakukan pembagian tugas, karena tidak mungkin dua hal yang berbeda ini dikumpulkan, yaitu antara melanjutkan pelajaran dan pembahasan di Hauzah dan meninggalkannya untuk melakukan riset dan diskusi di lapangan. Mayoritas ulama dan praktisi Hauzah memilih tugas pertama.
Namun saya memilih tugas ke dua, karena menurut saya tugas ke dua ini lebih diperlukan, sebab Hauzah tidak akan mengalami krisis para guru.
Dengan pertimbangan itulah saya merasa memiliki tanggung jawab yang lebih dalam hal memenuhi kebutuhan terhadap kebudayaan Islami yang baru, khususnya yang berhubungan dengan masalah pendidikan, pembelajaran, pemuda dan keluarga.
Dalam bidang inilah saya banyak menghabiskan waktu saya untuk mempelajari masalah-masalah yang baru, mengarang kitab-kitab yang dibutuhkan, kunjungan keberbagai daerah di Iran, berceramah pada pertemuan-pertemuan ilmiah dan budaya serta menjawab berbagai pertanyaan yang berhubungan dengannya.
Selain itu untuk tujuan yang sama saya juga sering mengadakan kunjungan ke luar negri, menghadiri seminar-seminar di universitas, dan pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan, yang biasanya setiap perjalanan tidak kurang dari 15 hari dan bahkan terkadang juga hingga 40 hari. Saya sama sekali tidak pernah menyesali telah memilih tugas yang ke dua ini.