ahli bayt yang dimaksud dalam ayat tathir (2)

Kesatuan Konteks

Salah satu persoalan yang muncul tentang Ayat Tathhir dan yang menyebabkan munculnya anggapan bahwa maksud dari Ahli Bayt di dalam ayat ini adalah istri-istri Nabi saw., adalah persoalan konteks ayat-ayat sebelum dan sesudah Ayat Tathhir. Menurut sebagian pendapat, ayat-ayat itu berbicara tentang istri-istri Nabi saw., dan kesatuan konteks ayat-ayat sebelum dan sesudah Ayat Tathhir menuntutnya juga berbicara tentang istri-istri Nabi saw.
Ada beberapa catatan penting yang melemahkan bahkan menolak pendapat di atas:
Pertama. Dalam percakapan bahasa Arab, kata ahl tidak digunakan untuk arti istri, dan kalaupun digunakan maka penggunaan itu bersifat majasi, di samping itu riwayat-riwayat juga membuktikan hal yang sama.
Di Sahih Muslim, bab Keutamaan Ali bin Abi Thalib as. diriwayatkan:

ان زيد بن ‏ارقم سئل عن المراد باهل البيت، هل هم النساء، قال لا وايم الله، ان المراءه تكون مع الرجل، العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع الى ابيها و قومها


Artinya: "Suatu saat Zaid bin Arqam ditanya oleh seseorang tentang Ahli Bayt, apakah mereka istri-istri Nabi? Zaid menjawab: "Demi Allah Tidak, wanita hanya bersama lelaki dalam waktu yang sementara, dan ketika lelaki itu mencerainya maka dia kembali lagi kepada ayah dan sanak familinya".
Ummu Salamah meriwayatkan:

نزلت هذه الايه فى بيتى ... و فى البيت ‏سبعه ‏جبرئيل و ميكائيل و على و فاطمه و الحسن و الحسين و انا على باب الباب. قلت ‏ألست من اهل البيت؟ قال انك على خير انك من ازواج النبي

Artinya: "Ayat ini turun di rumahku, … dan pada waktu itu ada tujuh person di dalam rumahku, mereka adalah malaikat Jibrail, malaikat Mikail, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein, sedangkan aku berdiri di pintu rumah, lalu aku bertanya –kepada Rasulullah saw.– apakah aku termasuk Ahli Bayt? Beliau menjawab: "Kamu orang yang baik dan kamu termasuk istri-istri Nabi".
Kedua. Anggap saja jawaban yang pertama tidak diterima dan anggap saja arti kata ahl mencakup juga istri-istri, akan tetapi mengingat bahwa tidak ada seorang pun dari istri-istri Nabi saw. yang mengaku Ayat Tathhir turun untuk mereka, bahkan sebaliknya sebagian istri beliau seperti Ummu Salamah menyatakan ayat itu turun berkenaan dengan Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, maka anggapan itu dengan sendirinya tertolak, karena jika memang benar ayat itu turun untuk istri-istri Nabi tentu mereka akan selalu mengangkat keutamaan itu ke permukaan dan sama sekali tidak melalaikannya.
Sahih Muslim menukil riwayat dari Aisyah berkata:

خرج النبى(ص) غداه وعليه مرط مرحل من شعرا سود فجاء الحسن بن‏على فادخله ثم جاء الحسين فدخل معه‏ثم جائت فاطمه فادخلها ثم جاء علي فادخله ثم قال انما يريد الله ليذهب عنكم‏الرجس اهل البيت و يطهركم تطهيرا


Artinya: "Di suatu pagi, Nabi saw. keluar dari rumahnya sambil mengenakan kain yang terbuat dari bulu hitam, Hasan bin Ali menghampiri beliau maka beliau masukkan dia dalam kain itu, kemudian Husein datang dan beliau juga memasukkannya dalam kain, setelah itu Fatimah datang dan beliau juga memasukkannya dalam kain, dan yang terakhir Ali datang dan beliau pun memasukkannya dalam kain, lalu beliau bersabda Sesungguhnya Allah hanyalah hendak menyingkirkan kotoran dari kalian Ahli Bayt dan menyucikan kalian sesuci-sucinya".
Meskipun ada juga versi lain Hadis Kisa' (kain selimut) yang menyebutkan orang-orang selain yang disebutkan di atas, tapi versi hadis itu mempunyai sanad (silsilah perawi) yang lemah dan isinya juga tidak bisa dipertahankan.
Ketiga. Kesatuan konteks tidak bisa dijadikan standar untuk memahami ayat selama ada nash (teks yang sahih dan kuat) yang otentik, karena dengan adanya nash pendapat yang berdasarkan kesatuan konteks adalah salah dan terhitung sebagai ijtihad melawan nash.
Keempat. Kesatuan konteks bisa menjadi standar apabila himpunan ayat atau perkataan mempunyai keterikatan dan urutan yang pasti, sementara ayat-ayat al-Qur'an yang ada tidak dihimpun atas dasar sebab atau urutan turunnya ayat-ayat tersebut, maka itu dalam hal ini kesatuan konteks tidak punya kekuatan.
Sebaliknya Ayat Tathhir sendiri memisahkan dirinya dari konteks ayat-ayat sebelum dan sesudahnya dengan kata ganti yang dia gunakan; kata ganti yang digunakan oleh ayat-ayat sebelum dan sesudahnya serta berkenaan dengan istri-istri Nabi saw. adalah kata ganti majemuk untuk perempuan seperti فى بيوتـكن، لسـتن، ان‏اتقيـتن، فلا تخضعـن، قلـن و ... , sementara kata ganti yang digunakan oleh Ayat Tathhir adalah kata ganti majmuk untuk lelaki, yaitu عنـكم dan يطهركم .
Tidak menutup kemungkinan seorang keberatan atas pemaknaan Ahli Bayt kepada selain istri-istri Nabi saw. dengan alasan kalau saja Ayat Tathhir dipisahkan secara total dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya maka pemaknaan itu mudah diterima, tapi kita melihat bahwa Ayat Tathhir bukan ayat yang terpisah secara utuh melainkan satu bagian dari ayat, dan permulaan ayat itu bahkan mayoritas ayat sebelumnya juga berbicara tentang istri-istri Nabi saw., dan apabila kita paksakan bahwa potongan yang disebut dengan Ayat Tathhir tersebut terpisah dari ujungnya maka itu berarti adanya kalimat asing yang tanpa alasan di tengah kalimat yang lain, dan ini bertentangan dengan kefasihan ayat-ayat al-Qur'an.
Sekilas alasan itu mengenai sasaran, tapi jika diteliti lebih lanjut ternyata hal itu tidak mampu melandasi keberatan di atas, karena di samping bahwa memasukkan kalimat terpisah atau asing di tengah kalimat yang lain tidak selamanya bertentangan dengan kefasihan, al-Qur'an sendiri di beberapa tempat melakukan hal tersebut, seperti:

فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِن كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا / يوسف: 28-29


Artinya: "Maka tatkala suaminya melihat baju Yusuf terkoyak dari belakang, dia berkata 'Sesungguhnya perbuatan ini adalah sebahagian dari tipu-daya kamu, sesungguhnya tipu-daya kamu besar'. Hai Yusuf, berpalinglah dari ini". (QS. 12: 28-29). Kalimat " يوسف اعرض عن هذا" adalah contoh kalimat terpisah yang dimasukkan di tengah kalimat yang lain.

قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِم بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ / النمل: 34-35


Artinya: "—Ratu— berkata 'Sesungguhnya raja-raja itu apabila memasuki suatu negeri mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina', dan demikianlah yang akan mereka perbuat. 'Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan hadiah kepada mereka, lalu –aku— akan menunggu dengan apakah orang-orang yang diutus itu kembali'". (QS. 27: 34-35). Dua ujung ayat-ayat ini menukil perkataan Bilqis, tapi kalimat " و كذلك يفعلون" adalah kalimat terpisah yang dimasukkan di tengah perkataan Bilqis sebagai dukungan Allah swt. terhadap dia.
Adapun mengenai ayat-ayat yang sedang kita perbincangkan, mengingat bahwa konteks ayat-ayat itu sedang membicarakan istri-istri Nabi saw. maka ada kemungkinan muncul sebuah anggapan pembicaraan itu juga mencakup Ahli Bayt, oleh karena itu Allah swt. mengecualikan Ahli Bayt dari pembicaraan itu dengan kalimat pendek yang menjelaskan kedudukan, keagungan, kemuliaan, dan kesucian Ahli Bayt serta memisahkan mereka dari level istri-istri Nabi saw. Dan tentunya ini merupakan tujuan yang masuk akal untuk memasukkan kalimat yang terpisah di tengah kalimat yang lain dan sama sekali tidak bertentangan dengan kefasihan al-Qur'an.