Kebangkitan Imam Husein as dan Tujuannya(1)

Dengan sedikit renungan sepintas terhadap kondisi umum masa itu, akan jelas bagi kita rahasia keputusan Imam Husein as (untuk menentang penguasa diktator pada waktu itu). Periode sejarah paling gelap yang telah menimpa keluarga Rasulullah SAW dan para pengikut mereka adalah periode dua puluh tahun pemerintahan Mu’awiyah.
Setelah berhasil merebut khilafah Islam—dengan segala kelicikan—dan menjadi pemimpin dunia Islam yang terbentang luas kala itu, ia mengerahkan seluruh daya dan kekuatannya untuk memperkokoh tiang-tiang kepemimpinannya dan membasmi Ahlulbait as. Bukan hanya ingin membasmi mereka, bahkan ia menginginkan supaya nama dan kenangan mereka sirna dari ingatan umat manusia.
Dengan segala cara, ia berhasil merekrut sekelompok sahabat Rasulullah SAW yang kala itu dipercaya dan dihormati oleh masyarakat. Ia memerintahkan agar hadis-hadis palsu yang memihak sahabat dan mengesampingkan Ahlulbait as diproduksi sebanyak mungkin. Atas instruksinya juga, Amirul Mukminin as dilaknat dan dicela di atas mimbar-mimbar masjid di seluruh penjuru negara Islam, bak sebuah kewajiban agama.
Dengan perantara para anteknya, seperti Ziyâd bin Abîh, Samurah bin Jundab, Busr bin Artât, dan lain-lainnya, ia membantai setiap pengikut Ahlulbait as dimana pun ia dijumpai. Dalam hal ini, ia telah menggunakan segala cara, seperti membeli dengan uang, kekerasan, iming-iming kekuasaan, dan ancaman.
Dalam kondisi seperti ini, secara otomatis, mayoritas masyarakat akan enggan untuk menyebut-nyebut nama Ali dan keluarga beliau, dan mereka yang memiliki hubungan kecintaan lama dengan mereka, karena khawatir terhadap jiwa, harta, dan harga dirinya, akan memutuskan hubungan mereka dengan Ahlulbait as.
Kita dapat memahami rahasia kebangkitan Imam Husein as dari realita bahwa seluruh masa imamah beliau yang berlangsung sekitar sepuluh tahun, sezaman dengan pemerintahan Mu’awiyah kecuali beberapa bulan terakhir. Selama masa itu, tidak satu pun hadist dalam dunia fiqih Islam yang berasal dari beliau meskipun beliau bertugas sebagai imam pada masa itu dan penjelas hukum-hukum Islam. Yang kami maksud adalah hadis-hadis beliau yang dinukil oleh masyarakat sebagai bukti keloyalan hubungan mereka (dengan Ahlulbait as), bukan hadis-hadis yang dinukil dari para imam setelah beliau as.
Dari sini dapat dipahami bahwa pada masa itu pintu rumah Ahlulbait as ditutup dan hubungan masyarakat dengan mereka mencapai titik nol.
Tekanan-tekanan penguasa yang senatiasa memuncak dan mendominasi seluruh penjuru negara Islam tidak mengizinkan kepada Imam Husein as untuk meneruskan perlawanan atau peperangan beliau terhadap Mu’awiyah, dan perlawanan semacam ini pun tidak akan membuahkan hasil yang berarti. Karena:
Pertama, Mu’awiyah telah mengambil bai’at dari beliau, dan dengan adanya bai’at ini, tidak seorang pun siap untuk membantu beliau.
Kedua, Mu’awiyah telah memperkenalkan dirinya sebagai salah satu sahabat besar Rasulullah SAWW, penulis wahyu, dan tangan kanan ketiga khalifah Muslimin kepada khalayak ramai, dan menjuluki dirinya dengan Khâlul Mukminin (Paman Mukminin).
Ketiga, dengan kelicikannya, Mu’awiyah dengan mudah dapat membunuh Imam Husein as melalui tangan orang-orang kepercayaannya, dan setelah itu, ia akan bangkit menuntut balas atas kematian beliau dan (berpura-pura) mendirikan majlis bela-sungkawa atas kematian beliau. Mu’awiyah telah berhasil menciptakan kehidupan Imam Husein as sedemikian rupa sehingga beliau tidak merasa aman meskipun di dalam rumah peribadi beliau, dan pada akhirnya, ia akan dapat membunuh beliau dengan racun melalui tangan istri beliau sendiri.
Setelah Mu’awiyah dijemput ajal, Imam Husein as memberontak melawan Yazîd dan mengorbankan seluruh keluarga, sampai-sampai putra beliau yang masih menyusu di jalan (Islam). Pada masa imâmah beliau yang mayoritasnya sezaman dengan pemerintahan Mu’awiyah, beliau tidak mampu melakukan pengorbanan besar semacam itu. Karena, di hadapan kelicikan Mu’wiyah yang pada lahiriahnya benar dan bai’at yang telah beliau berikan kepadanya, kebangkitan dan syahâdah beliau sedikit pun tidak akan membuahkan hasil.
Inilah sekelumit kondisi mengenaskan yang telah diwujudkan oleh Mu’awiyah di seluruh penjuru negara Islam yang telah berhasil menutup pintu rumah Rasulullah SAW dan mengesampingkan Ahlubait as dari fungsi dan keutamaan mereka.

Kematian Mu’awiyah dan Kekuasaan Yazid

Pukulan terakhir Mu’awiyah terhadap tubuh Islam dan Muslimin adalah perubahan sistem khilâfah Islam menjadi sistem kerajaan diktator dan sistem warisan. Ia telah menentukan anaknya, Yazid sebagai penggantinya padahal Yazid bukanlah seseorang sosok figur Islam—meskipun dalam rangka ingin mengelabuhi (masyarakat seperti ayahnya)—dan ia selalu menghabiskan hari-harinya—secara terang-terangan—dalam kontes-kontes nyanyian dan tarian, foya-foya, dan bermain-main dengan kera, serta tidak sedikit pun memiliki rasa kepedulian terhadap agama. Lebih dari itu, ia tidak meyakini agama Islam sedikit pun. Ketika para tawanan Ahlulbait as dan kepala-kepala terpotong para syuhada Karbala digiring memasuki Damaskus (Syiria sekarang) dan ia keluar (dari istananya) untuk menyaksikan tontonan itu, suara burung gagak sampai ke telinganya. Ia berkata, “Bagaimana pun aku telah melunasi utang-utangku dari Rasulullah SAW”.  
Begitu juga, ketika para tawanan Ahlulbait as dan kepala Imam Husein as dibawa ke hadapannya, ia melantunkan sya’ir yang di antaranya berbunyi, “Hasyim telah bermain dengan kerajaan, tak pernah satu berita pun datang dan tak satu wahyu pun turun”.
Kepemimpinan Yazid sebagai kepanjangan tangan politik Mu’awiyah telah mempertegas kondisi Islam dan Muslimin. Di antaranya adalah kondisi Ahlulbait as dalam hubungannya dengan Muslimin dan para pengikut mereka yang memang harus dikubur habis.
Dalam kondisi semacam ini, satu-satunya perantara dan faktor yang menentukan untuk membumi hanguskan Ahlulbait as dan mengikis habis akar-akar kebenaran dan hakikat adalah bai’at Imam Husein as dengan Yazid sebagai khalifah Rasulullah SAW yang harus ditaati.