Iblis dan Penyimpangannya dari Jalan yang Lurus.

Maaf, materi ini lumayan berat, namun saya berusaha

sebisanya meringankannya. Saya lebih dulu mengawalinya

dengan permohonan maaf jika tidak berkenan.

Begini. Ketika Allah Swt menyampaikan kepada penduduk

langit, bahwa hendak menciptakan manusia untuk menjadi

khalifahNya di muka bumi. Satu-satunya warga langit yang

tidak senang adalah Iblis. Terlebih lagi, ketika Allah

Swt memintanya untuk bersujud pada makhluk baru itu, yang

kemudian diberi nama Adam As. Iblis menolak memenuhi

perintah Tuhan.

Dalihnya, kedudukan dan derajatnya lebih tinggi dan mulia

dari Adam. Selain karena lebih dulu diciptakan, ia juga

diciptakan dari api, yang bawaannya membumbung tinggi,

sementara Adam dari tanah, yang karakternya rendah dan

hina. Karena membangkang, Iblispun diusir dari surga. Ia

menjadi makhluk terlaknat selamanya.

Namun, Iblis sempat mengajukan permintaan. Agar umurnya

dipanjangkan sampai akhir zaman. Karena Adam, ia menjadi

terusir dan terasing. Karenanya ia berambisi, agar anak

cucu Adam kelak turut merasakannya, dengan ikut

tergelincir sebagaimana yang dia alami. Tuhan mengiyakan.

Pertanyaannya, apa dosa Iblis? Sehingga dengan dosa itu,

ia harus terhempas dari rahmat Allah dan menjadi makhluk

terkutuk selamanya?. Tidak terbuka untuknya pintu taubat.

Ia sepanjang usianya memikul laknat dan murka Tuhan.

Apa karena sekedar menolak sujud pada Adam?. Manusia

diperintahkan sujud pada Allah, tapi kebanyakannya justru

menolak. Tapi mengapa pintu taubat tetap dibuka untuk

manusia?. Tidak adil dong Allah pada Iblis kalau begitu?.

Apa karena Iblis sombong dan arogan karena asal

muasalnya? Betapa banyak manusia yang menyombongkan

darahnya yang berasal dari keturunan bangsawan. Bahkan

tidak sedikit pula yang jadi arogan dan angkuh karena ia

dari kalangan habaib, keturunan Nabi. Namun, kesombongan

itu tidak serta merta membuatnya menjadi terlaknat dan

ditutup baginya pintu taubat.

Apa karena Iblis musyrik dan menolak keesaan Allah Swt?

Justru Iblis adalah makhluk bertauhid. Disebutkan

sebelumnya ia adalah ahli ibadah, dengan mempersembahkan

peribadatan paling agung selama 6000 tahun. Setiap

perkataannya, ia menyebut, “Ya Rabbi… wahai Tuhanku..”.

Dari sisi mana ia lantas disebut musyrik atau menolak

keberadaan Tuhan?.  Memang Allah menyebut dalam al-Qur’an

bahwa Iblis termasuk dalam golongan kafir, namun bukankah

orang-orang kafir selagi masih hidup, terbuka pintu

keselamatan baginya selebar-lebarnya. Mengapa Iblis

dibedakan?

Lantas, apa dosanya?

Dosanya, adalah penolakannya untuk sujud pada Adam,

disertai anggapan bahwa Tuhan telah salah memerintahkan

padanya untuk melakukan itu. Menurutnya, tidak semestinya

Tuhan memerintahkan hal itu padanya, ia dari api, Adam

dari tanah. Seharusnya tanahlah yang bersujud dan

memuliakan api, bukan sebaliknya. Dengan penolakannya

itu, Iblis memposisikan diri lebih tahu hakikat dari

Tuhan. Pengetahuannya melampaui pengetahuan Tuhan.  

Keyakinannya itulah yang meruntuhkan pondasi

ketauhidannya. Tuhan salah memberi intruksi, berarti

Tuhan tidak selalu benar. Tuhan salah dalam menetapkan

khalifah di muka bumi, seharusnya dia, bukan Adam.

Keyakinan Iblis inilah yang kemudian oleh Tuhan disebut

sesat. Keimanan itu, bukan hanya mengakui Allah sebagai

Tuhan dan mengesakanNya, namun juga menerima setiap

khalifah yang diangkatNya dan memberikan loyalitas

kepadanya. Iman Iblis rusak karena penolakannya pada yang

kedua. Dia disebut sesat oleh Tuhan.
Iblis pun berkata, “Karena engkau telah menghukumi aku

tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari

jalan Engkau yang lurus.” (Baca Qs. Al A'raaf: 16)

Jadi kesesatan yang paling ekstrim adalah, memiliki

secuil saja keyakinan, bahwa ada perintah Allah yang

salah. Tahu sesat, Iblis bukannya bertaubat, malah minta

usianya ditangguhkan, agar ia bisa menyesatkan manusia

agar turut bersamanya, menyimpang dari jalan yang lurus.

Jadi Iblis sendiri yang ngotot dan bersikukuh untuk tetap

berada pada jalan kesesatan. Pada hakikatnya Iblis tidak

mengajak manusia pada kemaksiatan. Karena tidak perlu

Iblis yang turun tangan agar manusia bermaksiat. Seruan

untuk mengajak maksiat itu dari hawa nafsu, bukan kerjaan

Iblis. Karenanya di bulan Ramadhan, saat Iblis dan bala

tentaranya dibelenggu, tidak sedikit manusia yang tetap

asyik bergelimang dalam kemaksiatan. Karena memang godaan

hawa nafsunya. Terlalu sepele kalau Iblis kerjaannya

hanya ingin agar manusia bermaksiat. Resiko sia-sianya

sangat besar.

Bayangkan, ketika ada seseorang yang sejak usia taklifnya

telah bergelimang dosa, sampai diusia senjanya. Namun

disaat-saat tuanya, ia sempat bertaubat dan memohon

ampunan pada Allah, dalam hitungan sekejap, dosanya yang

puluhan tahunan itu lenyap seketika dan digantikan dengan

rahmat dan ampunan Allah. Sia-sialah pekerjaan Iblis

mengajak manusia bermaksiat.

Lantas, apa yang dilakukan Iblis dengan usianya yang

panjang itu?. Fragmen dalam al-Qur’an antara Tuhan dan

Iblis menguak itu. Kesibukan dan kegigihannya adalah

menggelincirkan anak cucu Adam pada kesesatan,

menyimpangkannya dari jalan yang lurus. Nah, apa jalan

yang lurus itu?
Jalan lurus yang ditolak Iblis adalah, sujud pada Adam

As. Tuhan memperkenalkan Adam sebagai KhalifahNya di muka

bumi. Adam sebagai khalifah,  itulah jalan yang lurus.

Namun Iblis lebih cenderung pada jalan yang lain.

Penolakannya untuk mengakui Adam sebagai khalifah,

menjadikan imannya pada Allah Swt tidak ada artinya.

Itulah sebabnya, orang-orang Qurays yang melawan dan

memusuhi Nabi Muhammad Saw dikatakan kafir, karena

menolak untuk memberikan ketaatan pada Khalifah Allah,

yang saat itu adalah Nabi Muhammad Saw.  Padahal mereka

adalah orang-orang yang juga menyembah Allah Swt.

Tidak ada pada sunnah Allah yang berubah. Di muka bumi

harus ada khalifah, dan yang mengangkatnya adalah Allah

sendiri. Sebab Dialah yang paling tahu, siapa dari

hambaNya yang layak mengemban amanah sebagai khalifahNya.

Khalifah-khalifah Allah Swt dimuka bumi, adalah para

Anbiyah As. Allah Swt sendirilah yang mengangkat para

Nabi itu. Iblis sebagaimana janjinya, mengajak sebanyak-

banyaknya anak cucu Adam agar turut sebagaimana dirinya.

Menolak taat pada khalifah pilihan Allah. Maka kau temui

sejarah mempertontonkan, Nabi-nabi Allah ditolak dan

dimusuhi. Tidak jarang malah kau dapati cerita, ada yang

terusir, dan tidak sedikit yang terbunuh secara tragis.

Bukan hanya memintamu menentang khalifah Allah,  Iblis

malah mengangkat dirinya sendiri sebagai khalifah

tandingan.
Tuhan mengingatkan, “Patutkah kamu mengambil dia (Iblis)

dan keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku,

sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu

sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang

zalim.” (Qs. Al Kahfi: 50)

Sekarang, ketika silsilah kenabian berakhir di Nabi

Muhammad Saw. Siapakah yang kemudian menjadi khalifah

Allah di muka bumi? Apa penunjukkan khalifah selanjutnya

berada di tangan manusia, atau tetap pada sunnahNya?

Allah Swt berfirman, “Maka sekali-kali kamu tidak akan

mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali

tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah

itu.” (Qs. Faathir: 43)

Roda kehidupan di muka bumi terus berjalan. Tidak

terhenti di fase kenabian yang ditutup oleh Nabi Muhammad

Saw. Sebagai sunnahNya, Tuhan kembali mengangkat

khalifahNya di muka bumi.Tuhan tetap menjaga adanya jalan

yang lurus itu. Nabi Saw menyebutnya fase keimamahan. Dan

kembali Iblis menyerukan kepada anak cucu Adam untuk

menolak dan membelakanginya. Iblis sekuat tenaga berusaha

menjerumuskanmu dari jalan yang lurus.

Iblis bukan hanya membuatmu tidak taat pada khalifah

Allah itu, namun juga membuatmu sibuk, sehingga tidak

pernah mau mencari tahu untuk mengenalinya. Itulah

kesesatan yang nyata. Itu kejahiliyaan yang mengerikan.

“Barang siapa yang mati, tidak mengenali Imamnya, ia mati

dalam keadaan jahiliyah” (Hadits Shahih)

Tuhan tahu, betapa beratnya untuk berada di jalan yang

lurus itu. Karena itu Dia mengajarkanmu untuk terus

memintanya disetiap shalat-shalatmu.

Wallahu ‘alam bishshawwab