Menyambut Ramadhan dengan Ziarah Kubur

Tradisi menyambut Ramadhan dengan berziarah kubur, telah

menjadi tradisi tahunan masyarakat muslim diberbagai

belahan dunia. Tidak terkecuali masyarakat muslim

Indonesia, tiga atau dua hari sebelum bulan Sya'ban

berakhir, masyarakat muslim berjubelan di tempat

pemakaman diberbagai kota di negeri ini. Bahkan terkadang

ramainya melebihi suasana berziarah kubur di hari

lebaran. Sebenarnya tidak ditemukan riwayat satupun dari

Nabi Saw yang mengkhususkan untuk berziarah kubur sebelum

memasuki Ramadhan. Mengenai ziarah kubur. Rasulullah Saw

lebih memilih menganjurkannya secara umum dan terbuka dan

tidak menetapkan batasan tertentu. Beliau Saw bersabda,

"Sesungguhnya aku pernah melarang kalian menziarahi

kuburan, maka (sekarang) ziarahilah kuburan." (HR.

Muslim). Diantara hikmahnya kata Rasul, "Sebab ziarah

kubur itu akan mengingatkan pada hari akhirat dan

menambah kebaikan pada diri kalian." (HR. Ahmad).

 

Karena tidak ada ketentuan khusus dari Nabi Saw, maka

berziarah kubur bisa dilakukan kapan saja. Setiap muslim

bisa membuat agenda tersendiri, apakah menetapkan baginya

ziarah kubur setiap hari Senin dan Kamis perpekan, setiap

hari Jum'at, sebulan sekali, atau hanya pada hari-hari

tertentu, termasuk mentradisikan untuk berziarah kubur

sebelum memasuki Ramadhan atau bahkan tidak membuat

agenda khusus, kapan merasa perlu saja.

 

Hanya saja, karena tidak adanya petunjuk khusus dari Nabi

Saw mengenai waktu-waktu tertentu untuk berziarah, maka

kita tidak boleh memberi penetapan bahwa misalnya ziarah

pada hari Kamis lebih afdhal dibanding pada hari lain,

ataupun menganggap telah berdosa mereka yang lalai dari

ziarah kubur sebelum memasuki Ramadhan. Nabi Saw lebih

memilih fleksibel dalam anjurannya kepada kaum muslimin

untuk menziarahi kuburan, karena ziarah kubur dapat

memberikan manfaat positif yang tidak sedikit terhadap

pertumbuhan dan kesehatan jiwa, menambah keimanan,

memberi berbagai pelajaran hidup dan menanamkan sifat

kesederhanaan, zuhud dan dapat mengikis rasa tamak dan

loba terhadap dunia. Kita bisa melakukannya kapan saja,

setiap kita merasa palung hati kita ditimbuni gumpalan

noda dendam dan dosa, berziarahlah. Setiap palung hati

kita terkuburi oleh konstruksi bangunan berpikir

metropolis, maka berziarah kuburlah, kata Nabi, "Itu akan

mengingatkanmu pada akhirat."

 

Adanya tradisi ziarah kubur menjelang Ramadhan, bisa jadi

terbentuk dari anjuran Nabi Saw sendiri. Beliau Saw

menganjurkan kepada setiap muslim untuk memasuki Ramadhan

dengan jiwa yang bersih, terlepas dari kebencian dan

permusuhan apapun terhadap sesama muslim, saling

mendo'akan, saling memaafkan, saling mengunjungi dan

menyambung silaturahmi. Kematian seseorang, tidak serta

merta memutuskannya dengan kehidupan di dunia ini,

sehingga dengan meninggalnya seseorang telah berarti

tamatlah riwayatnya dan tidak ada lagi sangkut pautnya

dengan apapun yang masih berada di dunia ini. Dengan

mereka yang lebih dahulu meninggal dunia pun, kita tetap

wajib untuk tetap saling menyambung silaturahmi. Allah

SWT berfirman, "...dan orang-orang yang menghubungkan

apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan

mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang

buruk." (Qs. Ar-Ra'd: 21).

 

Para mufassir mengatakan, yang dimaksud oleh Allah SWT

menghubungkan apa-apa yang telah Allah perintahkan supaya

dihubungkan adalah, silaturahmi dan persaudaraan. Dalam

kitab Zadul Ma'ad, Ibnu Qayyim al Jautziyah menuliskan,

Rasulullah Saw senantiasa menziarahi kubur para

sahabatnya, mendo'akan mereka dan memintakan rahmat dan

pengampunan bagi mereka. Bahkan Rasulullah Saw

mengajarkan setiap berziarah, kita mengucapkan salam

kepada ahli kubur, "Assalamu ‘alaa ahliddiyaari minal

mu'minina wal muslimina, antum lana farathun wa nahnu

insya Allahu bikum laahiquuna, Salam sejahtera atas

(kalian wahai) para penghuni tempat-tempat ini, baik kaum

mukmin maupun muslim, kalian telah mendahului kami dan

atas kehendak Allah kami pun akan menyusul kalian."

 

Dari sini bisa dikatakan, kita diperintahkan oleh syariat

ini untuk tetap menyambungkan silaturahmi hatta kepada

saudara-saudara kita yang lebih dahulu meninggal dunia.

Perintah Nabi, untuk mengucapkan salam kepada mereka

setiap berziarah, meniscayakan salam-salam kita mereka

dengar bahkan membalasnya. Adalah kesia-siaan, jika Nabi

memerintahkan kita mengucapkan salam dengan mukhatib

(pendengar/teman bicara) para ahli kubur, namun mereka

tidak diberikan kemampuan oleh Allah SWT untuk mendengar

dan menjawab salam-salam kita.

 

Adanya diantara saudara kita yang menghukumi ziarah kubur

menjelang Ramadhan yang selama ini ditradisikan oleh

mayoritas kaum muslimin di Indonesia sebagai praktik

bid'ah dan tidak ada landasan dalilnya dalam Al-Qur'an

dan Sunnah, maka kita katakan, ziarah kubur adalah

diantara sunnah Rasul yang hukumnya sunnah sebagaimana

dalil yang telah dituliskan di atas, dan Rasulullah Saw

fleksibel dalam hal penetapan waktu berziarah,

sebagaimana halnya shalat-shalat yang hukumnya sunnah

yang tidak ada penentuan dari Nabi Saw mengenai batasan

jumlah raka'atnya, maka kita boleh melakukan berapa

raka'at yang kita mampu. Dan tentu saja, sebaik-baiknya

amalan, adalah mencontoh apa yang diamalkan Rasulullah

Saw.  Seperti shalat malam misalnya, kita bisa menetapkan

bagi diri kita sendiri, melakukan dua raka'at setiap

malam, delapan raka'at atau bahkan menetapkan diri

sendiri melakukannya hanya sekali dalam sebulan, sebab

paling minimal adalah melakukannya sekali dalam seumur

hidup. Kecuali jika ada hadist dari Nabi yang memberikan

batasan dan menentukan waktu-waktu yang makruh bahkan

haram untuk berziarah kubur.

 

Sama halnya dengan masyarakat muslim di Indonesia,

masyarakat Iranpun kental dengan tradisi ziarah kubur

sehari sebelum memasuki Ramadhan. Kalau dinegeri kita,

yang menjadi tempat ziarah adalah makam sanak saudara

yang lebih dulu meninggal dunia. Di Iran sedikit berbeda,

para peziarah berdatangan ke makam-makam orang-orang yang

mereka agungkan, yakni makam keluarga Nabi, para ulama

dan taman makam pahlawan mereka. Masyarakat Iran yang

mayoritas Syiah memang dikenal sangat mengagungkan makam

para imam dan ulama-ulama mereka. Makam-makam mereka

dibangun dengan hiasan yang indah dan megah, dibangun

dengan cita rasa estetika yang tinggi, penuh dengan

ornamen-ornamen dengan warna-warna yang menyejukkan mata.

Bagi mereka Nabi dan para wali adalah tanda teragung dan

terbesar dari agama Allah SWT. Maka pengagungan yang

harus dipersembahkan terhadap mereka adalah pengagungan

dan penghormatan yang paling utama. Merekalah yang telah

menyampaikan agama Allah kepada umat manusia. Menjaga

baik-baik makam-makam, peninggalan-peninggalan para nabi

dan ulama agar tidak hilang musnah adalah penghormatan

dan pengagungan sebaik-baiknya terhadap mereka. Menurut

mereka, dengan terpeliharanya makam para shalihin, maka

ajaran merekapun akan selalu terkenang dalam hati dan

tentu saja akan malu jika mengagungkan makam para

shalihin namun mengabaikan ajaran mereka.

 

Wallahu 'alam Bishshawwab