Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Sirah Perdebatan Imam Ali bin Musa al-Ridha as

1 Pendapat 05.0 / 5

Gelombang manusia yang berziarah ke makam Imam Ali al-

ridha as, mengingatkan masa-masa ketika beliau bergerak

dari Madinah menuju Marv, salah satu wilayah Persia

(Iran saat ini). Warga kota Marv telah beberapa hari

sebelumnya mempersiapkan diri menyambut kedatangan

manusia mulia itu.

 

Ketika rombongan Imam Ali al-ridha as tiba di Marv,

suka cita bercampur dengan air mata kerinduan

masyarakat tidak dapat terbendung lagi. Masing-masing

orang menyampaikan kerinduan dan kecintaan meeka dengan

berbagai cara. Sambutan masyarakat sedemikian rupa

sehingga membuat rombongan Imam Ali al-ridha as

terpaksa berhenti. Semua orang ingin menatap wajah cucu

Rasulullah Saw itu dan mendengarkan suaranya.

Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Imam untuk

berpidato.

 

Dalam suasana yang mendadak hening, Imam Ali al-ridha

menyampaikan hadis qudsi di mana Allah Swt berfirman

kepada Rasulullah Saw, dan berkata: “Kalimat tauhid

yaitu tiada tuhan selain Allah (Swt) adalah benteng-ku

dan  barang siapa yang memasuki benteng-Ku, maka akan

terjaga dari azab-Ku.”

 

Setelah mengutip hadis tersebut, Imam Ridho as

memperkenalkan diri sebagai syarat untuk masuk dalam

benteng itu dan mengatakan, “Namun dengan memperhatikan

syarat-syaratnya dan aku termasuk di antara persyaratan

itu.” Dengan demikian, Imam Ali al-ridha as telah

menjelaskan peran poros Ahlul Bait as dalam

kepemimpinan umat Islam.

 

Imam Ali al-ridha as lahir pada tahun 148 hijriah di

kota Madinah. Di bawah binbingan ayah beliau, Imam Musa

al-Kadzim as, beliau siap memikul tanggung jawab berat

itu. Imam Ali al-ridha as, adalah mata air ilmu dan

keutamaan. Amal dan kata-kata beliau penuh dengan

keridhoan atas Allah Swt. Oleh karena itu, beliau

diberi gelar al-Rhido.

 

Beliau memikul tanggung jawab  imamah selama 20 tahun

yang sebagian besarnya dihabiskan di Madinah dan tiga

setengah tahun terakhir masa hidupnya di kota Marv,

Khurasan (Iran saat ini). Beliau meninggalkan Madinah

atas paksaan penguasa Bani Abbasiah kala itu, Ma’mun.

 

Kala itu Marv merupakan pusat ilmiah di tanah Khurasan.

Imam Ali al-ridha as menggunakan keunggulan tersebut

untuk meningkatkan gerakan ilmiah. Di lain pihak,

Ma’mun berusaha tampil dekat dengan Imam Ali al-ridha

demi kepentingan politiknya. Namun pada saat yang sama,

dia selalu berusaha mencoreng keutamaan ilmu Imam Ali

al-ridha as dengan menggelar berbagai acara debat. Akan

tetapi Imam dalam setiap sesi perdebatan, selalu menang

dan bahkan mempengaruhi para ilmuwan yang hadir, dengan

argumentasinya yang kokoh.

 

Islam adalah agama yang menyambut berbagai pertanyaan

dan tidak pernah tercatat dalam sejarah bahwa para imam

Ahlul Bait as tidak menjawab pertanyaan yang

dikemukakan kepada mereka. Imam Ali al-ridha as,

berperan penting dalam perluasan budaya Islam. Dalam

berbagai acara debat, Imam selalu mempertimbangkan

hidayah dan bimbingan untuk lawan dan tidak berusaha

untuk selalu menang. Beliau membuktikan kebenaran

keyakinan Islam  dengan menggunakan argumentasi logis

yang kokoh. Imam berkata, “Jika masyarakat memahami

keindahan ungkapan kami maka mereka pasti akan

mengikuti kami.” Dan terbukti betapa banyak musuh-musuh

yang akhirnya menjadi teman di akhir acara perdebatan.

 

Imam Ali al-ridha as yang menguasai teknik-teknik

argumentasi, selalu mempertimbangkan setiap dimensi.

Pertimbangan atas tingkat budaya di masa itu dan

penyesuaian istilah-istilah yang digunakan, semuanya

harus sesuai dengan kemampuan logika dan pemikiran

lawan debat.

 

Terkadang dalam berdebat dengan para ilmuwan Imam Ali

al-ridha as, menekankan pada berbagai sisi dan

argumentasi yang juga diterima oleh lawan debat.

Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah soal debat

antara Imam Ali al-ridha as dan para tokoh Kristen

dengan menggunakan argumentasi kitab Injil dan juga

dalam pembahasan dengan tokoh Yahudi dan menggunakan

argumentasi dari kitab Taurat.

 

Meski memiliki tingkat keilmuwan tinggi, akan tetapi

Imam tidak merendahkan lawan debat beliau. Imam selalu

menjaga kehormatan pihak seberang meski sebagiannya

tidak beragama. Jika perdebatan sampai pada titik di

mana pihak lawan tidak lagi bisa menjawab, beliau

membimbingnya atau mengutarakan sebuah pertanyaan

sehingga pembahasan mereka menghasilkan. Bahkan

terkadang beliau menjawab pertanyaan lawan dengan

mengatakan, “Jika kau bertanya seperti ini maka

pendapat kamu sendiri akan tertolak.”

 

Di antara lawan debat Imam Ali al-ridha as, adalah

seseorang bernama Amran Sabi, yang tidak meyakini

adanya Allah Swt, di mana setelah menyaksikan sikap dan

argumentasi Imam, dia beriman kepada Allah Swt dan

memeluk agama Islam. Sepanjang perdebatan, Imam

memanggil Amran dengan nama kecilnya sehingga dengan

demikian terjalin keakraban dan tercipta suasana

santai. Selama tanya jawab berlangsung, Imam ketika

menjawab pertanyaan Amran Sabi beliau mengatakan,

“Wahai Amran, apakah kau paham?” Sikap itu sedemikian

rupa sehingga Amran juga memberikan jawaban secara

terhormat dan mengatakan, “Iya, tuanku.”

 

Tujuan dan maksud para pendebat adalah harus sampai

pada hakikat yang jelas dan tak tergoyahkan. Itu hanya

dapat tercapai ketika perdebatan jauh dari fanatisme

dan permusuhan. Imam Ali al-ridha as  dengan akhlak

yang mulia, tidak menuding lawan beliau telah berbohong

dan juga tidak pernah menistakan atau merendahkan

mereka. Melainkan beliau selalu mengingatkan titik

kekeliruan dan penyimpangan mereka. Beilau tidak pernah

mengkritisi individu melainkan mengkritisi  masalah

pembahasan.

 

Perdebatan Imam Ali al-ridha as, membawa banyak berkah

untuk dunia Islam termasuk di antaranya adalah

menunjukkan citra kebebasan dalam Islam. Imam telah

mematahkan klaim dan kebohongan banyak pihak bahwa

Islam memaksakan kehendak dan menghunuskan pedang

kepada para penentangnya. Namun tampilnya Imam Ali al-

ridha as, telah jelas bagi semua orang bahwa Islam

menyambut perbedaan pendapat bahkan meski dari pihak

yang menafikan tauhid dan menentang Islam.

 

Termasuk di antara berkah dan manfaat perdebatan Imam

al-ridha as, adalah membuka lahan yang kondusif bagi

penyebaran risalah Islam dan perluasan khazanah ilmu

Islam, serta jawaban tegas secara ilmiah kepada para

penentang Islam. Metode-metode dakwah Imam Ali al-ridha

as dalam berbagai acara perdebatan memiliki  pengaruh

yang luar biasa untuk menyingkap penyimpangan anti-

Islam dalam masyarakat, sekaligus menjelaskan posisi

luhur Ahlul Bait as.

 

Dalam acara-acara perdebatan itu dan di antara para

penentang Islam, Imam Ali al-ridha as menggalang

sahabat yang setia, seperti Amran Sabi, yang juga pada

akhirnya menjadi pembela agama Allah Swt. Sirah

perdebatan Imam Ali al-Ridha as merupakan teladan dalam

dialog konstruktif yang merefleksikan nilai-nilai

akhlak, rasionalitas dan argumentasi untuk mencapai

hasil yang lebih baik dan lebih efektif.