Melanggar Janji

Berbagai Tanggung Jawab

Manusia menyadari tanggung jawabnya hanya ketika dia

sampai pada tahap-tahap mampu membedakan antara yang

hak dan yang batil. Setelah itu ia dapat memperhatikan

berbagai perintah dari sistem kehidupan dan mematuhi

serangkaian keputusan yang menentukan dan kepada

keputusan inilah kebahagiaan dan integritas manusia

bergantung. Dengan kata lain, ia mampu menciptakan

keharmonisan antara perilaku dan berbagai kebutuhan

jasmani dan rohaninya.

Pelaksanaan tanggung jawab materi dan rohani merupakan

suatu kebutuhan, baik bagi akal maupun kesadaran;

tanggung jawab meminta manusia untuk tabah mengikuti

kemajuan, dan menguruk faktor-faktor yang menyebabkan

kekacauan di dalam sistem kehidupan. Pelaksanaan

tanggung jawab memainkan suatu peranan yang besar dalam

meningkatkan akhlak yang baik dan kehidupan kerohanian.

Kendati dalam beberapa kepercayaan (agama), tanggung

jawab bukan merupakan perbudakan melainkan kebebasan

yang sesungguhnya. Tanggung jawab menarik manusia

kepada tara nan perilaku yang sesuai dengan sistem

kehidupan yang paling memadai. Tanggung jawab manusia

itu ada selama manusia ada, tetapi dalam bentuknya yang

berbeda-beda. Sudah sepantasnyalah mengharapkan

seseorang untuk memenuhi tanggung jawabnya jika ia

mampu dan berkehendak untuk memenuhinya.

Ketiadaan rasa tanggung jawab dan pelanggaran berbagai

peraturan hanya akan menunjukkan kejahilan akan asas-

asas kehidupan dan mengantar kepada kesengsaraan dan

kerusakan. Tidak ada kesalahan yang lebih besar

daripada pelecehan terhadap para anggota masyarakatnya.

Oleh karena itu, kita harus mencegah pelanggaran

kewajiban individual yang dilakukan semata-mata untuk

memenuhi nafsu-nafsu kita.

Orang-orang yang menjadi tawanan hawa nafsunya sendiri

lebih mengutamakan hasrat-hasrat dan berbagai

kepentingan pribadi, di atas tugas-tugas mereka, yang

adalah akar kerusakan dan ketidakmampuan dalam mencapai

integritas manusia seutuhnya.

Menurut Dr. CarI:

Seseorang yang memandang dirinya bebas untuk berbuat

segala sesuatu bukanlah seperti elang yang menjelajah

langit yang tiada bertepi, melainkan seperti anjing

pelarian yang menemukan dirinya di tengah-tengah

keramaian lalu lintas. Orang ini dapat dibandingkan

dengan anjing yang berbuat apa saja sekehendaknya,

namun orang ini lebih tersesat daripada anjing karena

ia tidak tahu ke mana ia pergi atau bagaimana

menjauhkan dirinya dari semua bahaya yang ada di

sekelilingnya.

Kita semua sepakat bahwa fitrah tunduk kepada hukum-

hukum tertentu. Kita juga harus menyadari bahwa

kehidupan manusia mengandung serangkaian hukum dan

undang-undang. Kita mengkhayalkan diri kita sebagai

makhluk yang sepenuhnya merdeka dan berbuat apa saja

yang kita kehendaki. Kita tidak ingin mengakui bahwa

kendali atas hidup kita tidaklah berbeda dengan

mengendarai mobil dari sudut pandang bahwa keduanya

tunduk kepada peraturan-peraturan tertentu. Kita

berpikir seolah-olah tujuan sesungguhnya bagi manusia

adalah makan, minum, tidur, berhubungan seks, serta

memiliki mobil, radio, dst …

Menaati peraturan adalah penting bagi masyarakat

manusia, dan ini tidak dapat dilakukan tanpa benar-

benar memperhatikan peraturan-peraturan tersebut.

Orang-orang yang mengandalkan kemampuan sendiri dapat

memperhatikan kenyataan-kenyataan hidup dengan kaca

mata akal dan logika; dan oleh karena itu, dapat

menunaikan berbagai kewajiban mereka. Mereka mengatur

hidupnya sesuai dengan asas-asas keadilan dan kebenaran

serta menerima semua kewajibannya tanpa adanya keluhan.

Jika seseorang gagal, bagaimanapun ia masih dapat

menemukan alasan untuk merasa bangga, karena kelalaian

semacam ini tidak muncul melainkan setelah ia memenuhi

berbagai tanggungjawabnya.

Kita harus mencari kebahagiaan dalam wujud yang

sesungguhnya.

Kebahagiaan bersama, keselamatan menjadikan orang-orang

yang menaati panggilan kesadarannya mencapai

keberhasilan, Imbalan bagi orang-orang yang

memperhatikan tanggung jawabnya adalah munculnya rasa

percaya diri dan keharmonisan antara pikiran dan

kesadaran. Perasaan yang menyenangkan ini berangkat

dari jiwa orang-orang yang melaksanakan berbagai

tanggung jawabnya dalam kehidupan.

Pentingnya Sumpah dan Mudarat-mudarat Melanggarnya

Salah satu kewajiban penting manusia dalam kehidupan

adalah memperhatikan sumpahnya. Adalah fitrah manusia

untuk merasa kesal bila melanggar sumpahnya dan

merasakan kepuasan dan kebaikan ketika memenuhinya,

baik individu maupun masyarakat, tanpa memandang

agamanya. Asas-asas yang mendidik seseorang memainkan

suatu peranan penting dalam tingkah lakunya di masa

mendatang. Maka perlunya didikan yang memadai dan

pengembangan akan keberhasilannya serta penjauhan diri

dari hal-hal yang merusak fitrah manusia, sangatlah

jelas. Pendidikan yang tepat merupakan kunci kepada

kesempurnaan akhlak.

Moralitas dipandang perlu untuk memperhatikan dan

menghargai semua sumpah lisan (persetujuan, janji) yang

dilakukan di antara berbagai kelompok, bahkan jika

mereka kekurangan akan jaminan-jaminan yang sah.

Pelanggaran sumpah dianggap sebagai penolakan terhadap

peraturan-peraturan tentang martabat dan harga diri.

Menurut Buzarjumehr:

Pelanggaran sumpah menjauhkan martabat.

Orang-orang yang menyelewengkan dirinya dari jalan yang

benar dengan melanggar sumpahnya, akan menanam benih-

benih penolakan dan kebencian di dalam hati orang lain:

Pada akhirnya tindakan pelanggaran akan mempermalukan

nya, kemudian ia akan mencoba untuk menutupi berbagai

tindakannya dengan macam-macam alasan dan kontradiksi,

sehingga orang-orang yang mengetahui orang ini akan

melihat bahwa ia adalah seorang munafik yang tersesat.

Sesungguhnya pelanggaran sumpah termasuk di antara

unsur yang paling aktif dalam menciptakan perselisihan

sosial dan melemahkan ikatan di antara manusia. Tak

syak lagi, suatu masyarakat yang diliputi oleh

perselisihan dan saling tidak percaya lama kelamaan

akan kehilangan keseimbangan dalam kehidupan sosialnya

dan akibatnya para anggotanya tidak akan dapat

mempercayai bahkan terhadap kerabat terdekatnya

sekalipun.

Ada tipe individu yang tidak hanya lalai dalam memegang

janjinya, juga memandang pengkhianatan (khianat akan

amanah) sebagai tindakan yang bijaksana dan baik;

orang-orang ini bahkan merasa bangga dengan tindakan-

tindakannya kepada orang lain.

Pemenuhan janji itu penting bagi seseorang yang ingin

hidup ber-masyarakat; ia adalah landasan bagi

kebahagiaan, perkembangan dan keberhasilan sosial.

Diriwayatkan bahwa sekelompok orang Khawarij ditangkap

di masa lalu yang meninjau kembali kasus-kasus mereka

dan menghukum mereka sekehendaknya. Ketika orang

terakhir berdiri di depan Hajjaj untuk menunggu

hukumannya, waktu shalat pun tiba. Hajjaj mendengar

adzan dan mengembalikan tawanan itu kepada seorang

bijak serta berkata padanya untuk membawanya kembali

esok pagi.

Orang bijak itu meninggalkan istana bersama sang

tawanan. Sewaktu mereka berjalan, tawanan itu berkata:

“Aku bukanlah salah seorang Khawarij. Aku memohon

kepada Allah dengan rahmat-Nya untuk membuktikan

kebenaranku, karena aku adalah tawanan yang tidak

bersalah. Aku mohon padamu untuk membiarkanku

menghabiskan malam ini bersama isteri dan anak-anakku

sehingga aku dapat memuaskan keinginanku kepada mereka.

Aku berjanji bahwa aku akan kembali sebelum ayam

berkokok di pagi hari.” Setelah hening sesaat, akhirnya

orang bijak itu setuju dengan usul si tawanan dan

mengizinkan dia pulang untuk semalam. Beberapa waktu

kemudian, orang bijak itu mulai merasa takut dan

membayangkan bahwa ia akan menjadi korban kemarahan

Hajjaj. Malam itu orang tersebut terjaga penuh

ketakutan dan heran pada sang tawanan, yang telah

berjanji untuk kembali, mengeruk pintunya. Orang bijak

ini kaget dan tidak dapat berbuat apa-apa kecuali

berseru:

“Kenapa kamu datang kembali?”

Sang tawanan menjawab: “Orang yang mengakui kebesaran

dan kekuasaan Allah, dan menjadikan-Nya saksi terhadap

sumpahnya, harus memenuhi janjinya.”

Orang bijak itu pun berjalan bersama tawanannya menuju

istana Hajjaj, dan menceritakan segala perihalnya.

Hajjaj, yang terkenal dengan kekejamannya, begitu

tergerak dengan lelaki yang jujur itu dan

mengizinkannya untuk membebaskannya.

Sekarang anggaplah suatu perusahaan komersial

mengabaikan janjinya dalam memenuhi kewajiban dan

undang-undangnya. Perilaku ini tidak akan menyebabkan

kemajuan melainkan kemunduran, karena perusahaan ini

akan kehilangan kepercayaan di mata masyarakat.

Tidak ada faktor yang lebih mapan daripada sifat saling

percaya di antara para anggota masyarakat. Hubungan

antar pribadi tidak akan stabil, dan sifat saling

percaya tidak akan terwujud di masyarakat mana pun

tanpa setiap orang memberikan perhatian yang besar

kepada janji-janji lisannya, sebagaimana yang ia

lakukan terhadap karyawan nya dan kontrak-kontrak

sahnya. Misalnya, seorang pedagang harus mengirim

barang kepada pelanggarannya tepat waktu; seorang

peminjam harus mengembalikan pinjamannya … dst. Selain

itu perselisihan pun dapat dihapus dan kehidupan dapat

mencapai tujuan utamanya.

Adalah penting bagi seseorang untuk meninjau kembali

kemampuan nya sebelum membuat berbagai janji, dan

menjauhkan diri dari janji-janji yang berada di luar

jangkauannya, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi

janjinya ia bertanggung jawab atasnya. Maka, jika

seseorang tidak berhati-hati dengan apa yang

diucapkannya, ia akan menjadi korban kutukan dan

kritikan.

lslam Melarang Pelanggaran Janji

Manusia wajib berperilaku baik sehingga dipandang

sebagai manusia. Keberhasilan masyarakat manusia

sepenuhnya bergantung kepada kemanunggalan para anggota

nya. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi setiap

orang dalam kehidupan nya bertingkah laku sesuai dengan

asas-asas kebenaran dan keadilan, dan sepenuh hati

berupaya untuk menjauhkan diri dari tindakan yang dapat

menyebabkan perselisihan atau perpecahan. Lebih jauh

lagi, jika kesucian sumpah dan janji-janji berangkat

dari keimanan dan moralitas, maka hal ini lebih

memungkinkan untuk diperhatikan.

lslam sangat mengutuk pelanggaran janji; lslam

memandang tidak sah dan tidak etis bagi para

pengikutnya dalam melanggar sumpah bahkan jika sumpah

itu dibuat dengan para tiran. Imam Al-Baqir a.s.

berkata:

Ada tiga urusan yang baginya Allah tidak memberikan

izin (izin untuk melanggarnya): Pemberian kepercayaan

kepada orang yang benar dan yang batil. Pemenuhan janji

kepada orang yang benar dan yang batil. Dan kebaikan

kepada orangtua, baik mereka itu benar ataupun berdosa.

(AI-Kafi, jilid II, hal. 162)

Al-Quran menggambarkan orang-orang beriman dengan

kata-kata berikut ini:

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya, dan

janji-janjinya.”

(QS.23:8)

Di samping itu, Rasulullah Saw. memasukkan pelanggaran

janji di antara tanda-tanda kemunafikan. Beliau

bersabda:

“Ada empat sifat yang jika seseorang memilikinya ia

dianggap sebagai seorang munafik. Jika salah satu

darinya didapati pada seseorang, ia memiliki sifat

munafik, kecuali bila ia menolaknya: (empat sifat itu

adalah):

Orang yang berdusta ketika berbicara;

Orang yang melanggar janjinya;

Orang yang berkhianat ketika bersumpah, dan

Orang yang meledak-ledak ketika berselisih (dengan

seseorang).”

Imam Ali a.s. menulis kata-kata berikut kepada Malik

Al-Asytar:

Jauhilah sifat menyombongkan diri terhadap bawahanmu

tentang kebaikanmu (kepada mereka), dan dari lebih

menyukai dirimu (sebagai gubernur) daripada bawahanmu,

atau menjanjikan mereka dan mengikuti janjimu dengan

khianat; karena menyombongkan diri menghalangi

kebaikan, cinta diri menyembunyikan cahaya kebenaran,

dan khianat patut menerima murka Allah dan manusia.

Allah SWT berfirman: “Adalah suatu kemurkaan Allah bila

kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”

(Mustadrak Al-Wasa’il. jilid 11, hal. 85)

Imam Ali a.s. berkata:

Pemenuhan (janji) itu kembar dengan sifat amanah, dan

aku tahu tidak ada perisai yang lebih baik daripadanya

(amanah).

(Ghurar AI-Hikam, hal. 228)

Islam memberikan perhatian khusus kepada pertumbuhan

anak. lslam telah menjelaskan kepada para orangtua

tentang tugas-tugas moral terhadap anak-anak mereka

melalui perintah-perintah yang tegas dan lengkap. Tanpa

orangtua melaksanakan kewajibannya menurut prinsip-

prinsip moral ini, mereka tidak akan dapat mengajarkan

anak-anak mereka untuk mematuhi kemuliaan moral.

Ini semua karena berbicara lebih nyaring daripada

kata-kata. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. melarang

manusia melanggar janji kepada anak mereka. Beliau

bersabda:

“Dan seseorang tidak semestinya membuat janji kepada

anaknya dan tidak memenuhinya.”

(Nahj Al-Fasahah, hal. 201)

Dr. Alindi berkata:

Anak usia enam belas tahun yang setiap hari mencuri

dibawa kepada saya untuk berobat. Saya temukan bahwa

ketika anak itu berusia tujuh atau delapan tahun telah

dipaksa ayahnya untuk memberikan mainannya kepada putri

seorang aristokrat, karena si ayah bekerja padanya.

Mainan itu bagi si anak melambangkan impiannya. Si ayah

berjanji untuk membelikan mainan pengganti terapi

secara tidak disengaja si ayah lupa. Anak yang tiada

daya itu melampiaskan dendam dengan mencuri permen dari

kantong ayahnya. Hari berikutnya anak itu membongkar

sebuah rumah dan mencuri barang-barangnya. Tidaklah

sulit mengobati anak itu bila ia dibawa kepada saya.

Mungkin saja anak itu akan menjadi seorang penjahat

yang berbahaya jika tidak diobati selayaknya. Namun

sekarang kesempatannya untuk menjadi orang yang berakal

dan percaya diri menjadi lebih besar.

(Ma Wa Farzand e Ma)

Imam Ali a.s. menekankan cara bergaul yang semestinya

antara seseorang dengan sahabat-sahabatnya. Beliau

berkata:

Jika kamu mengangkat seorang menjadi sahabat karib,

jadilah pelayannya dan berilah ia iman yang mumi dan

ketulusan yang benar.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 223)

Hanya orang-orang yang memiliki sifat yang mulia dan

moral yang baik yang memenuhi syarat bagi cinta dan

persahabatan (relationship).

Rasulullah Saw. bersabda:

“Bila kamu bergaul dengan orang-orang yang memiliki

sifat-sifat mulia, kamu akan merasakan suatu kekuatan

yang tak terkalahkan memanggil jiwa dan akhlakmu kepada

kemuliaan dan keagungan. Persahabatan dengan orang-

orang yang memiliki akal yang kuat, sifat yang mulia,

dan lebih berpengalaman, adalah suatu hal yang sangat

bernilai, karena bubungan seperti ini memberikan suatu

kesempatan untuk mencapai rohani yang tinggi,

mengajarkan kita cara-cara baru tentang perilaku yang

layak, dan mengarabkan pandangan kita tentang orang

lain kepada jalan yang benar.”

Pergaulan dengan orang-orang yang baik mengajarkan kita

tentang kebaikan dan kebajikan, karena akhlak yang baik

itu laksana cahaya yang menerangi sekelilingnya dan

semua yang berada di dekatnya. Kesimpulannya, semua

insan harus mengetahui tanggung jawab mereka terhadap

sumpah dan janji-janji mereka.