Akhlak dalam Sirah Kehidupan Imam Muhammad al-Jawad as

Dengan meneliti dan merunut sirah dan kehidupan para

anbiya dan auliya, manusia pencari kebenaran akan

menjadikan mereka sebagai teladan dalam amal dan

ibadah. Salah satu di antara teladan tersebut adalah

Imam Muhammad al-Jawad as, di mana sirah kehidupan

beliau penuh dengan spiritualitas, kesejukan,

kepedulian dan kasih sayang. Beliau adalah manifestasi

manusia sempurna dari sisi kecintaan, kasih sayang,

keluruhan akhlak, kejujuran, kebenaran dalam ucapan,

keilmuan, pengorbanan, kesatriaan dan lain-lain.

 

Imam Jawad gugur syahid pada akhir bulan Dzulqa’dah

tahun 220 Hijriah. Dalam sejarah hidup beliau yang

singkat itu, beliau memberikan kontribusi besar dalam

meningkatkan bobot maarif islami. Kehidupan Imam Jawad

as adalah teladan sempurna dan komprehensif untuk

seluruh umat manusia khususnya para pemuda. Tidak

diragukan lagi bahwa di dunia moderen yang di dalamnya

berbagai masalah mental dan perilaku yang terus meroket

ini, pengakraban dan peneladanan akhlak dan perilaku

manusia kekasih Allah Swt ini, akan menjadi pengurai

simpul semua masalah kehidupan.

 

Imam Jawad as menilai amal yang tidak didukung dengan

ilmu, tidak bernilai. Menurut beliau, setiap amal harus

dilakukan dengan kesadaran, pengetahuan dan

kewaspadaan. Jika seseorang terjun dalam sebuah

aktivitas yang tidak diketahuinya atau masuk ke sebuah

ruangan selain melalui jalurnya, maka dia akan merugi

dan gagal. Oleh karena itu, Imam Jawad dalam hal ini

mengatakan, “Orang yang tidak mengenal jalan masuk

sebuah pekerjaan, maka [pencarian] jalan keluarnya akan

membuatnya putus asa.” (Bihar al-Anwar jilid 57).

Beliau juga mengatakan, “Pengaturan dan perencanaan

setiap amal sebelum melaksanakannya, akan menjaga

manusia dari kekecewaan,” (Mutaha al-Amaal jilid 2).

 

Dengan demikian, orang yang melakukan pekerjaannya

dengan kesadaran, pengetahuan dan perencanaan, dia akan

berhasil dan meski terjadi gangguan, dia akan mampu

mempertimbangkan semua aspek untuk menyelesaikan

masalahnya. Orang seperti ini tidak akan kecewa dengan

apa yang telah dilakukannya karena sejak awal segala

langkahnya telah melalui prosesnya yang benar.

 

Kerendahan hati menurut Islam termasuk di antara

keutamaan dan nilai-nilai luhur dalam akhlak serta

menunjukkan kesempurnaan akal seseorang. Sebaliknya,

takabbur dan kesombongan adalah sifat tercela, karena

akan menghalangi manusia menerima kebenaran dan

hidayah. Semakin sifat takabbur dan kesombongan

bertambah dalam diri manusia, maka semakin meningkat

pula penekanannya pada kesesatan dan kegelapan.

 

Imam Jawad as memaparkan berbagai pengaruh positif dan

berkah dalam kerendahan hati dan mengatakan bahwa

tawadhu’ atau kerendahan hati akan membuka pintu untuk

keridhoan Allah Swt. Beliau adalah orang yang paling

bertawadhu’ di masanya dan beliau menilai kerendahan

hati itu sebagai kebanggaan beliau. Dan dalam rangka

mendorong masyarakat untuk memperhatikan sifat luhur

ini, beliau mengatakan, “Kerendahan hati adalah

perhiasan dan kemuliaan hasab dan nasab,” (Bihar al-

Anwar jilid 77)

 

Sama seperti para imam Ahlul Bait as, Imam Jawad selalu

memprioritaskan kesabaran dan toleransi dengan

masyarakat. Beliau tidak bersikap keras kepada orang

lain dan jika ada yang berbuat kekeliruan, dengan mudah

beliau merelakan dan menutupinya. Imam Jawad as dikenal

sangat penyabar di hadapan sikap-sikap kasar sebagian

kelompok. Namun berkat ketabahan dan kesabaran luar

biasa itu, banyak manusia yang tersesat yang terpesona

akan akhlak mulia Imam dan akhirnya menerima hidayah.

 

Hal ini telah ditekankan Allah Swt kepada Rasulullah

Saw dalam ayat 159 surat Aali Imran, yang artinya:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku

lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap

keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan

diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,

mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah

dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu

telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal kepada-Nya.”

 

Imam Jawad as menilai toleransi dan kasih sayang

sebagai salah satu prinsip dalam interaksi sosial.

Beliau mengatakan, “Salah satu tanda toleransi

seseorang terhadap saudaranya adalah tidak memarahinya

di depan orang lain.” Oleh karena itu, menyoal orang

lain meski ada alasan logis, bukan sikap yang tepat.

Setiap manusia harus bersikap lembut dan penuh kasih

sayang dengan orang lain. Karena ini adalah ketentuan

Allah Swt sebagaimana dijelaskan oleh Imam Jawad as:

“Barang siapa meninggalkan toleransi dan perdamaian,

maka kesulitan akan menghadangnya.”

 

Kejujuran dan kebenaran dalam ucapan merupakan salah

satu amal terpuji dan termasuk di antara keutamaan

akhlak. Fitrah suci manusia menuntutnya untuk selamat,

stabil serta agar hati dan lidahnya seirama. Apa yang

dikatakannya, itu pula yang diyakininya. Itu adalah

makna kejujuran dan kejujuran di hadapan Allah Swt juga

harus menjadi prioritas. Ketika dalam shalat kita

membaca ayat kelima surat al-Fatihah: “hanya Engkaulah

yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami

meminta pertolongan,” maka seharusnya kita jujur dalam

hal ini. Akan tetapi sayangnya, manusia kerap

menghindari dosa di hadapan orang lain, namun tidak

demikian ketika sendirian.

 

Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu cara

paling efektif untuk menarik hati manusia. Fitrah

manusia akan condong dan terikat kepada orang yang

berbuat baik kepadanya atau menyelesaikan masalahnya.

Salah satu teladan akhlak Imam Jawad as adalah

perhatian beliau terhadap tuntutan masyarakat dan upaya

untuk menyelesaikan masalah mereka. Oleh karena itu,

pada puncak pengabdian dan pengorbanan demi masyarakat,

beliau memanfaatkan seluruh sarana dan kemampuan yang

dimiliki untuk membantu menyelesaikan masalah

masyarakat dan memenuhi tuntutan mereka.

 

Sedemikian dermawan Imam Jawad as kepada masyarakat

sehingga beliau mendapat gelar panggilan “Jawad” yang

artinya adalah dermawan. Beliau mengatakan bahwa kunci

diturunkannya nikmat-nikmat Allah Swt yang melimpah

kepada seseorang adalah upayanya untuk menyelesaikan

masalah masyarakat, dan dalam amal ini hanya keridhoan

Allah Swt yang diharapkan. Menurut Imam Jawad as,

terkadang dengan pekerjaan-pekerjaan mudah, manusia

dapat lebih dekat dengan Allah Swt. Beliau mengatakan,

“Bersikap lemah-lembut dan banyak bersedekah, akan

menyampaikan hamba pada keridhoan Allah Swt.”

 

Beliau menilai berbuat baik dan bantuan kepada mereka

yang membutuhkan termasuk di antara amal yang paling

dicintai Allah Swt. Dalam hal ini, Imam Jawad as

berkata, “Nikmat tidak akan ditambah untuk seseorang,

kecuali dia kebutuhan masyarakat darinya juga

meningkat, maka jika seseorang tidak dapat memikul

beban berat ini, maka nikmat tersebut juga akan

memudar.”

 

Ahmad bin Hadid meriwayatkan, “Bersama sekelompok orang

kami berangkat untuk haji. Di tengah perjalanan kami

dihadang para perampok dan mereka merampas semua yang

kami miliki. Ketika sampai di Madinah, aku melihat Imam

Jawad as. Bersamanya aku pergi ke rumahnya dan aku

ceritakan masalahku. Imam (as) memerintahkan agar aku

diberi baju bersama uang seraya berkata kepadaku:

bagikan uang ini dengan teman-temanmu sebanyak jumlah

uang mereka yang terampas. Ketika aku selesai

membagikan uang itu, jumlahnya sama persis dengan uang

kami yang dirampas para perampok.”