Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

ibnu sina

1 Pendapat 05.0 / 5

Ibnu Sina merupakan doktor Islam yang terulung.

Sumbangannya dalam bidang pengobatan bukan saja diakui

oleh dunia Islam, tetapi juga oleh para sarjana Barat.

Nama lengkap Ibnu Sina ialah Abu Ali al-Hussain Ibnu

Abdullah. Tetapi di Barat lebih dikenal sebagai

Avicenna.

Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijriah bersamaan

dengan 980 Masehi. Pendidikan awalnya bermula di

Bukhara dalam bidang bahasa dan sastra. Selain itu,

beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti

geometri, logika, matematik, sains, fiqh, dan

pengobatan. Walaupun Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu

pengetahuan termasuk falsafah, tetapi beliau lebih

menonjol dalam bidang pengobatan seperti seorang doktor

ataupun mahaguru ilmu tersebut.

Ibnu Sina mulai menjadi terkenal setelah berhasil

menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang

gagal diobati oleh doktor yang lain. Kehebatan dan

kepakaran dalam bidang pengobatan tidak ada

bandingannya sehingga beliau diberikan gelar al-Syeikh

al-Rais (Mahaguru Pertama).

Kemasyhurannya melampaui wilayah dan negara Islam.

Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan di Rom

pada tahun 1593 sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa

Inggris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka

waktu tidak sampai 100 tahun, buku ini telah dicetak ke

dalam 15 bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah

dijadikan sebagai bahan rujukan dasar di universitas-

universitas Italia dan Perancis. Malahan hingga abad

ke-19, bukunya masih dicetak ulang dan digunakan oleh

para pelajar kedokteran.

Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang

diberi judul Remedis for The Herart yang mengandung

sajak-sajak pengobatan. Dalam buku itu, beliau telah

menceritakan dan menguraiakan 760 jenis penyakit

bersama dengan cara mengobatinya. Hasil tulisan Ibnu

Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu pengobatan

saja. Tetapi turut melingkupi bidang dan ilmu lain

seperti metafisik, musik, astronomi, philogi (ilmu

bahasa), syair, prosa, dan agama.

Penguasaannya dalam berbagai ilmu itu telah

menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba bisa.

Beliau tidak sekedar menguasainya tetapi berhasil

mencapai tahap zenith yaitu puncak kecemerlangan

tertinggi dalam bidang yang digelutinya.

Disamping menjadi zenith dalam bidang pengobatan, Ibnu

Sina juga menduduki rangking yang tinggi dalam bidang

ilmu logika sehingga digelar guru ketiga. Dalam bidang

penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya

termasuk kumpulan risalah yang mengandung hasil sastra

kreatif.

Perkara yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah

beliau juga merupakan seorang ahli falsafah yang

terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul

al-Najah yang membicarakan persoalan falsafah.

Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh

aliran falsafah al-Farabi yang telah menghidupkan

pemikiran Aristoteles. Oleh sebab itu, pandangan

pengobatan Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan

teori pengobatan Yunani khususnya Hippocrates.

Pengobatan Yunani berasaskan teori empat unsur yang

dinamakan humours yaitu darah, lendir (phlegm), empedu

kuning (yellow bile), dan empedu hitam (black bile).

Menurut teori ini, kesehatan seseorang mempunyai

hubungan dengan campuran keempat unsur tersebut.

Keempat-empat unsur tersebut harus berada pada kadar

yang seimbang dan apabila kesinambungan ini diganggu

maka seseorang akan mendapat penyakit.

Setiap individu dikatakan mempunyai keseimbangan yang

berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat

telah meletakkan satu landasan kokoh kepada dunia

pengobatan untuk mengenal pasti sumber penyakit yang

menjangkiti manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-

teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.

Ibnu Sina percaya bahwa setiap tubuh terdiri daripada

empat unsur yaitu tanah, air, api dan angin. Keempat

unsur ini memberikan sifat lembab, sejuk, panas dan

kering serta senantiasa bergantung pada unsur lain yang

terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahwa wujud

ketahanan semula jadi dalam tubuh manusia untuk melawan

penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang

dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang

kuat dalam tubuh bagi mengekalkan kesehatan dan proses

penyembuhan.

Pengaruh pemikiran Yunani bukan saja dapat dilihat

dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesehatan dan

pengobatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina

berpendapat bahwa matematika boleh digunakan untuk

mengenal Tuhan. Pandangan seperti itu pernah

dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti

Pythagoras untuk menguraikan mengenai sesuatu kejadian.

Bagi Pytahagoras, sesuatu apapun mempunyai angka-angka

dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan

pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyifatkan

pahaman Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih merusakkan

daripada kepercayaan Yahudi dan Nasrani.

Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasan

Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan

bahwa pencipta yang dinamakan sebagai “Wajib al-Wujud”

ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh

dibagikan dengan cara apa sekalipun. Menurut Ibnu Sina,

segala yang wujud (mumkin al-wujud) terbit daripada

“wajib al-wujud” yang tidak ada permulaan.

Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang dari

wajib al-wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikuti

kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan

bagi wajib al-wujud untuk melimpahkan atau menerbitkan

segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-

Nya.

Pemikiran falsafah dan konsep ketuhanannya telah

ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab “Hikmah Ilahiyyah”

dalam pasal “Tentang adanya susunan akal dan nufus

langit dan jirim atasan.” Pemikiran Ibnu Sina ini telah

menimbulkan kontroversi dan telah disifatkan sebagai

satu percobaan untuk membahas zat Allah. Al Ghazali

telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al

Falsafah (Tidak ada kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli

Falsafah) untuk membahas pemikiran Ibnu Sina dan Al-

Farabi.

Antara pencegahan yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah

penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian

planet bumi, penyangkalan terhadap penafian Ibnu Sina

dan al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia

dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di surga

dan neraka.

Apapun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina

dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat

dinafikan. Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang

yang bertanggung jawab menyusun ilmu falsafah dan sains

dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak saja unggul

dalam bidang pengobatan tetapi kehebatan dalam bidang

falsafah mengatasi gurunya sendiri yaitu al-Farabi.

Pandangan dunia Ibnu Sina adalah suatu perlindungan

transendensi Tuhan melalui pemisahan, radikal antara

wajib dan ketergantungan, kadang-kadang menekankan

emanasi tingkat-tingkat eksistensi kosmik dan wujud

yang wajib sebagai hasil yang sangat alamiah dari yang

Azali yang menurunkan alam semesta, seperti sangat

alamaiahnya matahari yang memancarkan cahayanya.