Ziarah Kubur: Bukan hanya tidak bidah, bahkan sunah

Kenapa orang-orang Syi’ah hobi ziarah ke kuburan

orang-­orang suci, apakah itu sunnah?

Ziarah ke pemakaman manusia suci, bahkan ke kuburan

umum di setiap kota dan desa, mempunyai macam-macam

dampak yang positif dan membangun. Antara Iain:

Ziarah kubur, yang mencerminkan ketidakberdayaan

manusia dan kesirnaan kuasa serta fasilitas

materialnya, sangat berpengaruh positif bagi kehidupan

manusia. Kala menyaksikan pemandangan yang menyesakkan

hati ini, setiap orang yang waspada akan merasakan

betapa dunia ini cepat berlalu dan sama sekali tidak

tetap, karena itu dia segera memikirkan jalan keluar

hidupnya dan mencoba untuk mengetahui lebih detil

tujuan dari penciptaan alam semesta ini, sehingga

dengan cara ini dia berusaha menyelematkan diri dari

gelombang kelalaian dan keangkuhan seraya berupaya

meraih kebahagiaan akhirat yang kekal.

Dalam hal ini, Rasulullah Saw telah mengingatkan kita

semua dengan sabdanya, ‘Pergilah berziarah kubur,

karena itu akan mengingatkanmu kepada alam akhirat.’[1]

Di kesempatan lain beliau bersabda, ‘Pergilah berziarah

kubur, karena di sana terdapat pelajaran untukmu.’[2]

Dampak-dampak positif yang tersebut di atas masih

berkaitan dengan kuburan orang biasa, adapun mengenai

kuburan orang suci seperi korban perang di jalan Allah

Swt maka dampak positifnya jauh lebih besar dari itu.

Ziarah ke makam para pejuang yang telah mengorbankan

jiwa mereka demi membela kemuliaan bangsa dan cita-cita

besar kemanusian Ilahi sungguh lebih mulia daripada

ziarah ke makam orang biasa.

Selain berpengaruh dari sisi kejiwaan dan pendidikan,

ziarah ke makam syuhada’ di jalan yang benar adalah

satu bentuk perjanjian dengan mereka. Seorang peziarah,

dengan kehadira nnya di sisi makam syuhada’, menyatakan

kesetiaannya di jalan mereka dan berjanji akan

senantiasa membela cita-cita suci mereka.

Untuk lebih jelasnya, kami akan membawakan sebuah

contoh nyata:

Peziarah Baitullah mengusap Hajar Aswad sebelum

bertawaf, dengan meletakkan tangan di atas batu itu dia

menyatakan baiatnya kepada Nabi Ibrahim as bahwa

dirinya akan tetap teguh di jalan Tauhid dan berusaha

untuk menyebarkannya. Karena dia tidak dapat menemui

pahlawan tauhid itu secara langsung, maka dia

meletakkan tangan di atas peninggalannya dan melakukan

baiat kepadanya.

Dalam hadis disebutkan bahwa ketika seorang peziarah

Baitullah mengusap Hajar Aswad, hendaknya dia

mengucapkan, ‘Aku tunaikan amanat yang ada padaku, dan

aku perbarui baiatku agar engkau memberi kesaksian atas

itu.’[3]

Ziarah makam syuhada Perang Badar, Uhud, Karbala dan

lain sebagainya juga mencerminkan hal yang sama. Dengan

hadir di sisi kuburan mereka dan mengucapkan salam

kepada arwah suci mereka, para peziarah berjanji akan

meneruskan jalan yang telah mereka tempuh. Dengan kata

lain, ziarah makam syuhada adalah satu bentuk

penghormatan terhadap mereka, dan mengingat bahwa

syuhada mengorbankan nyawa demi cita-cita dan nilai-

nilai tertentu maka siapa pun yang menghormati mereka

pada hakikatnya juga menghormati cita-cita suci mereka

dan memandang dirinya sebagai penerus jalan mereka.

Ziarah Kubur Nabi Muhammad Saw

Ziarah ke makam Rasulullah Saw atau pengganti suci

beliau juga selain berarti penghargaan dan terimakasih

atas pengorbanan mereka dalam memberi hidayah kepada

umat manusia, adalah satu bentuk baiat atau perjanjian

dengan mereka. Imam Ali bin Musa Ridho as di salah satu

sabdanya mengenai ziarah kubur manusia suci as berkata,

‘Setiap imam punya perjanjian yang harus ditepati oleh

para pecinta dan Syi’ahnya, dan ziarah kubur imam

adalah bagian dari penunaian janji itu.’[4]

Dengan demikian, seorang peziarah ketika berkunjung ke

kuburan Nabi Muhammad Saw atau imam-imam suci as pada

hakikatnya dia sedang berjanji kepada mereka bahwa

dalam hidupnya tidak akan menempuh jalan selain jalan

yang telah mereka tunjukkan.

Secara bahasa tindakan, peziarah kubur Nabi Muhammad

Saw ingin mengatakan bahwa, ‘Wahai Rasulullah! Bila

sahabat Muhajirin dan Ansar berbaiat kepadamu di

Hudaibiyah untuk membela risalahmu,[5] bila sahabat

wanita mukmin Mekah berbaiat kepadamu untuk menghindari

kesyirikan dan dosa,[6] dan bila orang-orang mukmin

yang berbuat dosa diperintahkan untuk datang ke sisimu

dan memohon doa kepadamu agar mendapat ampunan Allah

Swt,[7] maka dengan hadir di sisi kuburanmu dan

menyentuh tanah makammu, wahai Rasul yang mulia dan

pemberi syafaat umatnya! Aku juga berbaiat kepadamu

untuk membela norma-normamu dan menjauhi kesyirikan

serta dosa yang lain, karena itu pula aku mohon doa

kepadamu agar mendapat ampunan Ilahi.’

Mengingat bahwa seluruh mazhab Islam meyakini

kesunnahan hukum ziarah kubur, maka di sini kami tidak

menukil hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah ini.

Bahkan Nabi Muhammad Saw sendiri terkadang pergi ke

Pemakaman Baqi’ dan setiap kali sampai ke sana beliau

berkata kepada ahli kubur, ‘Salam untuk kalian wahai

penghuni rumah orang-orang yang beriman. Esok, Allah

Swt pasti memberikan apa yang telah Dia janjikan kepada

kalian. Kalian sekarang sedang berada di antara

kematian dan kebangkitan, dan kita juga pasti bergabung

dengan kalian. Ya Allah! Ampunilah penghuni kuburan

Baqi’ yang mulia.’[8]

 

 

CATATAN :

[1] Sunan Ibnu Majah, jld. 1, hal. 500, hadis no. 1569.

[2] Kanz Al-‘Ummal, jld. 1, hal. 647, hadis no. 42558.

[3] Wasa’il Al-Syi’ah, jld. 1, hal. 400, bab 12 dari

bab-bab tawaf, hadis no. 1.

[4] Ibid., hal. 346, bab 44 dari bab-bab ziarah, hadis

no. 2.

[5] Lihat: QS. Al-Fath [48] : 18.

[6] Lihat: QS. AJ-Mumtahanah [60] : 12.

[7] Lihat: QS. Al-Nisa’ [4] : 64.

[8] Shohih Muslim, jld. 3, hal. 63, kitab jenazah.