Hadis Ghadir Khum

kami akan membawakan contoh bukti berupa hadis nabawi

yang beliau sampaikan pada akhir hayatnya.

Pada tahun kesepuluh hijriah, Rasulullah Saw beserta

rombongan Muslimin yang berjumlah sekitar 10.000

sahabat bergerak menuju Mekah untuk menunaikan ibadah

haji. Pada hari Arafah dan Mina, beliau menyampaikan

pidato-pidato yang lengkap dan penting sekali.

Upacara haji telah berakhir dan jamaah haji hendak

meninggalkan kota suci Mekah serta berpulang ke

negerinya masing-masing, tiba-tiba ketika mereka sampai

ke sebuah daerah di dekat Lembah Khum (Ghadir Khum) ada

wahyu turun kepada Rasulullah Saw memerintahkan beliau

untuk berhenti. Di dalam wahyu itu, Allah Swt berfirman

kepada beliau:

“Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan

kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak engkau lakukan

berarti engkau tidak menyampaikan risalah-Nya (misi-

Nya), dan Allah memeliharamu dari -bahaya dan gangguan-

manusia sekalian, sesungguhnya Allah tidak menghidayahi

kaum kafir.”[1]

Pada saat-saat yang sensitif itu, suara azan

dikumandangkan di berbagai penjuru sahara, kemudian

Rasulullah Saw berpidato panjang yang antara lain

beliau bersabda:

“Segala puja dan puji kehadirat Allah Swt, kepada-Nya

kami beriman dan meminta pertolongan, kepada-Nya kami

bertawakal dan berlindung dari keburukan diri serta

tingkah-laku kami; karena tiada pemberi hidayah kepada

orang-orang yang sesat selain Dia. Kala Allah Swt

memberi hidayah kepada seseorang niscaya dia tidak akan

tersesat. Kami bersaksi tiada Tuhan selain Dia dan

Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya.”

Perhatikanlah wahai massa! bahwa tidak lama lagi aku

harus memenuhi panggilan Allah Swt dan pergi dari

tengah kalian. Aku dimintai pertanggungjawaban dan

kalian juga dimintai pertanggungjawaban… perhatikanlah

wahai massa! barangsiapa yang aku merupakan maula dan

pemimpinnya maka Ali adalah maula dan pemimpinnya.”

Rasulullah Saw mengulang kalimat yang terakhir sebanyak

tiga kali. Kemudian beliau bersabda:

“Ya Allah! Cintailah siapa saja yang berwilayah kepada

Ali (mencintai dan mengikutinya), dan musuhilah siapa

saja yang memusuhinya. Tolonglah siapa yang menolongnya

dan abaikanlah siapa saja yang mengabaikannya. Niscaya

orang-orang yang hadir di sini memberitakan masalah ini

kepada yang absen.”

Pertemuan besar belum berakhir malaikat pembawa wahyu

kembali datang seraya menyampaikan berita gembira

kepada

Rasulullah Saw bahwa hari ini Allah Swt telah

menyempurnakan agama-Nya dan melengkapi nikmat-Nya.[2]

Hadis Ghadir Khum masuk kategori hadis mutawatir.

Kiranya cukup untuk kita sadari bahwa ada 120 sahabat

yang meriwayatkan hadis ini secara langsung dari

Rasulullah Saw, kemudian dilanjutkan oleh 89 tabi”in

yang menukilnya dari mereka, dan pada abad ke-XIV

jumlah keseluruhan ulama Ahli Sunnah yang meriwayatkan

hadis tersebut telah mencapai lebih dari 360 ulama.

Adapun jika ditambah dengan jumlah perawi dan ulama

dari kalangan Syi’ah niscaya jumlah keseluruhannya akan

mencapai puncak kemutawatiran.[3]

[1] QS. Al-Maidah [5]: 67

[2] QS. Al-Maidah [5]: 3 yang berbunyi: “Hari ini,

telah Ku-sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah

Ku-lengkapi atas kalian nikmat-Ku serta telah Ku-ridhoi

bagi agama Islam sebagai agama.”

[3] Shohih Tirmidzi, jld. 5, hal. 297; Sunan Ibnu

Majah, jld. 1, hal. 45, hadis no. 121; Hakim Nisaburi,

Al-Mustadrok ‘ala Al- Shohihain, jld. 3, hal. 110;

Ahmad bin Hanbal, Musnad, hadis no. 961,jld. 1, hal.

88/ jld. 2, hal. 672; Nasai, Khoshoish, hal. 94, 95,

50; lbnu Abi Syaibah, Al-Mushonnaf, jld. 12, hal. 78,

hadis no. 12167; Misykat Al-Mashobih, jld. 3, hal. 246;

Muhibudin Thabari, Al-Riyadh Al-Nadhiroh, Khanji, jld.

2, hal. 169.

Kiranya referensi di atas cukup untuk kali ini. Bagi

para pembaca yang ingin tahu lebih banyak mengenai

perilaku para sahabat, tabi’in dan ulama, maka kami

sarankan kepada mereka untuk menelaah buku-buku tentang

Hadis Ghadir Khum; antara lain dua kitab sebagai

berikut:

“Abaqat Al-Anwar, karya Mir Hamid Husain Hindi (w. 1306

H.) Al-Ghodir, karya Muhaqiq Abdul Husain Amini (1320-

1390 H.)