Keagungan Ahlul Bait Dalam Mubahalah
Para pemeluk agama lain dan pemimpin politik dan tokoh
aliran kepercayaanmenaruh perhatian khusus kepada Islam
dan kaum Muslim pasca penaklukan kota Mekkah pada tahun
kedelapan Hijriah dan setelah Islam menyebar luas di
Jazirah Arab. Mereka juga mulai memfokuskan
perhatiannya ke kota Madinah sebagai pusat pemerintahan
Islam. Penaklukan Mekkah telah membuka ruang untuk
penyebaran agama Islam ke berbagai penjuru wilayah
Hijaz dan bahkan ke negara-negara lain. Rasulullah Saw
memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan melayangkan
beberapa pucuk surat serta mengutus para wakilnya untuk
menemui pemimpin negara-negara lain.
Rasulullah Saw menyeru mereka untuk memeluk Islam atau
secara resmi mengakui pemerintahan Islam dan mematuhi
aturan-aturannya.Banyak tokoh tertarik untuk berangkat
ke Madinah guna melihat dari dekat pusat pemerintahan
Islam dan bertemu dengan pemimpin kaum Muslim. Sejak
tahun kesembilan Hijriah, para delegasi dan suku-suku
Arab dari berbagai daerah berbondong-bondong datang ke
Madinah untuk menemui Rasulullah Saw. Delegasi kaum
Nasrani Najran juga bertolak ke Madinah setelah
menerima sepucuk surat dari Nabi Muhammad Saw. Uskup
Agung Najran kemudian membentuk sebuah dewan untuk
membicarakan perkara tersebut.
Dalam pertemuan itu, salah satu pembesar Nasrani yang
terkenal pintar dan bijak berkata,“Kita berkali-kali
mendengar dari para ulama kita bahwa suatu hari posisi
kenabian akan berpindah dari garis keturunan Ishak
kepada anak-anak Ismail dan ada kemungkinan kalau
Muhammad merupakan salah satu dari keturunan Ismail,
yaitu nabi yang dijanjikan.” Setelah berdiskusi panjang
lebar, Dewan Ulama Nasrani kemudian memutuskan untuk
mengirim sebuah delegasi ke Madinah guna berdiskusi
dari dekat dengan Muhammad Saw dan menyelidiki
argumen-argumen kenabian akhir zaman.
Nasrani Najran memiliki dua pertanyaan penting dari
Rasulullah Saw. Pertama,Muhammad akan mengajak mereka
untuk memeluk ajaran apa? Dan kedua, bagaimana pendapat
Muhammad tentang Isa al-Masih? Dalam menjawab
pertanyaan pertama, Rasulullah Saw menyeru mereka untuk
menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan mengenai pertanyaan
kedua, beliau berkata, “Isa adalah hamba yang terpilih
dan beriman kepada Allah. Ia adalah seorang manusia dan
tidak boleh dianggap sebagai anak Tuhan.” Akan tetapi,
delegasi Nasrani tetap mempertahankan konsep Trinitas
dan menyebut Isa al-Masih sebagai anak Tuhan. Menurut
mereka, Isa adalah anak Tuhan karena ia lahir tanpa
perantaraan seorang ayah.
Ulama Nasrani kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw,
“Jika Isa adalah hamba dan makhluk Tuhan, lalu siapa
ayahnya? Manusia adalah makhluk dan ia wajib punya
ayah.” Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril as untuk
menyampaikan ayat 59 surat Ali Imran kepada Rasul Saw.
Ayat tersebut berbunyi, “Sesungguhnya misal
(penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, Jadilah (seorang
manusia), maka jadilah dia."Rasul Saw lalu menjelaskan
isi ayat tersebut kepada para pembesar Nasrani. Tetapi,
mereka tidak peduli dengan ucapan Nabi Saw dan tetap
berpegang pada keyakinannya. Mereka menyatakan tidak
puas dengan penjelasan Nabi Saw dan mengaku belum
menemukan jawaban atas pertanyaannya.
Setelah itu, turun lagi dua ayatsebagai lanjutan dari
ayat sebelumnya kepada Rasulullah Saw. "… Siapa yang
membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan
diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada
Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta."Istilah mubahalah sudah
dikenal luas oleh masyarakat Arab dan para penganut
agama langit sebagai sarana untuk membuktikan
kebenaran.Rasulullah Saw menyampaikan perkara ini
kepada delegasi Nasrani dan mereka menerima untuk
bermubahalah.
Pada hari berikutnya, Rasulullah Saw datang ke rumah
Ali bin Abi Thalib. Rasul Saw memegang tangan Sayidina
Hasan sambil memangku Husein dan berjalan ke luar kota
bersama Ali dan Fatimah. Ketika menyaksikan kedatangan
mereka, salah satu tokoh Nasrani Abu Haritsah bertanya
kepada kaumnya, “Siapa mereka yang bersama Nabi Saw?”
Mereka menjawab, "Yang di depan itu anak paman dan
suami putrinya serta orang yang paling dicintai
olehnya. Dua anak itu adalah putra-putranya dari
putrinya dan wanita itu adalah Fatimah, putrinya yang
paling beliau cintai."
Rasul Saw duduk di atas dua tumitnya ketika memasuki
arena mubahalah. Abu Haritsah berkata, "Demi Tuhan, ia
duduk sebagaimana para nabi duduk untuk bermubahalah."
Kemudian ia kembali berkata, "Jika Muhammad tidak dalam
kebenaran, dia tak akan berani bermubahalah, dan jika
ia bermubahalah dengan kita, kurang dari satu tahun,
tidak akan ada lagi seorang Nasrani pun yang tersisa di
bumi ini.”Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu
Haritsahberkata, "Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika
mereka memohon kepada Tuhan untuk mengangkat sebuah
gunung dari tempatnya, maka gunung tersebut akan
terangkat. Jadi, janganlah bermubahalah. Jika kalian
lakukan itu, maka kalian akan binasa dan tidak ada
seorang Nasrani pun yang akan tersisa di bumi ini."
Setelah delegasi Nasrani membatalkan mubahalah, Rasul
Saw bersabda kepada mereka, "Bila kalian bersedia
melakukan mubahalah denganku dan Ahlul Bait-ku, maka
wajah kalian akan diubah menjadi kera dan babi. Lembah
ini kemudian akan menjadi api yang membakar kalian.
Setelah itu, tidak lebih dari setahun seluruh pengikut
Nasrani akan lenyap dari muka bumi." Pada dasarnya,
peristiwa mubahalah bukan hanya menunjukkan kebenaran
dakwah Nabi Muhammad Saw, tapi juga menjelaskan
keutamaan khusus orang-orang yang bersama beliau di
hadapan semua sahabat dan keluarga besarnya. Peristiwa
ini juga menjelaskan kebenaran dan keagungan Ahlul Bait
as.
Setelah kejadian itu, Abu Haritsahmenemui Rasulullah
Saw dan kemudian mengucapkan syahadat dan memeluk
Islam. Sementara bagi kaum Nasrani yang tetap berpegang
pada agamanya, mereka harus membayar jizyah (pajak) dan
menandatangani sebuah perjanjian sesuai dengan
ketentuan Islam. Nabi Saw lalu memanggil Ali as dan
berkata, "Sampaikan kepada mereka syarat-syarat Ahli
Dzimmah dan jumlah yang harus mereka bayar."
Para ahli tafsir dan hadis Syiah dan Sunni menyatakan
bahwa ayat mubahalah juga bukti atas kebenaran Ahlul
Bait Nabi as.Ketika mendatangi arena mubahalah, Rasul
Saw hanya membawa putrinya Fatimah az-Zahra as, kedua
cucunya Sayidina Hasan dan Husein as, serta menantunya
Sayidina Ali as. Oleh karena itu, maksud kata "Abnaana"
dalam ayat mubahalah hanya terbatas pada Hasan dan
Husein as, sementara "Nisaana" hanya tertuju pada
Fatimah as, dan kata "Anfusana" hanya terfokus pada
Ali. Singkat kata, peristiwa mubahalah telah
memperjelas kebenaran Islam dan keagungan Ahlul Bait as
kepada semua orang, terutama kaum Nasrani.
Dalam buku doa Mafatih al-Jinan, ada sejumlah amalan
khusus yang dilakukan tepat di hari ini antara lain;
Mandi, amalan ini menunjukkan usaha untuk membersihkan
badan lahiriah dari kotoran dan menandakan kesiapan
jiwa untuk berhias dengan doa-doa yang akan dibaca.
Berpuasa, amalan ini membuat batin manusia menjadi
lebih segar. Dan membaca doa khusus hari Mubahalah yang
disebut doa Mubahalah yang agak mirip dengan doa Sahar
di bulan Ramadhan.