Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Keagungan Ahlul Bait Dalam Mubahalah

1 Pendapat 05.0 / 5

Para pemeluk agama lain dan pemimpin politik dan tokoh

aliran kepercayaanmenaruh perhatian khusus kepada Islam

dan kaum Muslim pasca penaklukan kota Mekkah pada tahun

kedelapan Hijriah dan setelah Islam menyebar luas di

Jazirah Arab. Mereka juga mulai memfokuskan

perhatiannya ke kota Madinah sebagai pusat pemerintahan

Islam. Penaklukan Mekkah telah membuka ruang untuk

penyebaran agama Islam ke berbagai penjuru wilayah

Hijaz dan bahkan ke negara-negara lain. Rasulullah Saw

memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan melayangkan

beberapa pucuk surat serta mengutus para wakilnya untuk

menemui pemimpin negara-negara lain.

 

Rasulullah Saw menyeru mereka untuk memeluk Islam atau

secara resmi mengakui pemerintahan Islam dan mematuhi

aturan-aturannya.Banyak tokoh tertarik untuk berangkat

ke Madinah guna melihat dari dekat pusat pemerintahan

Islam dan bertemu dengan pemimpin kaum Muslim. Sejak

tahun kesembilan Hijriah, para delegasi dan suku-suku

Arab dari berbagai daerah berbondong-bondong datang ke

Madinah untuk menemui Rasulullah Saw. Delegasi kaum

Nasrani Najran juga bertolak ke Madinah setelah

menerima sepucuk surat dari Nabi Muhammad Saw. Uskup

Agung Najran kemudian membentuk sebuah dewan untuk

membicarakan perkara tersebut.

 

Dalam pertemuan itu, salah satu pembesar Nasrani yang

terkenal pintar dan bijak berkata,“Kita berkali-kali

mendengar dari para ulama kita bahwa suatu hari posisi

kenabian akan berpindah dari garis keturunan Ishak

kepada anak-anak Ismail dan ada kemungkinan kalau

Muhammad merupakan salah satu dari keturunan Ismail,

yaitu nabi yang dijanjikan.” Setelah berdiskusi panjang

lebar, Dewan Ulama Nasrani kemudian memutuskan untuk

mengirim sebuah delegasi ke Madinah guna berdiskusi

dari dekat dengan Muhammad Saw dan menyelidiki

argumen-argumen kenabian akhir zaman.

 

Nasrani Najran memiliki dua pertanyaan penting dari

Rasulullah Saw. Pertama,Muhammad akan mengajak mereka

untuk memeluk ajaran apa? Dan kedua, bagaimana pendapat

Muhammad tentang Isa al-Masih? Dalam menjawab

pertanyaan pertama, Rasulullah Saw menyeru mereka untuk

menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan mengenai pertanyaan

kedua, beliau berkata, “Isa adalah hamba yang terpilih

dan beriman kepada Allah. Ia adalah seorang manusia dan

tidak boleh dianggap sebagai anak Tuhan.” Akan tetapi,

delegasi Nasrani tetap mempertahankan konsep Trinitas

dan menyebut Isa al-Masih sebagai anak Tuhan. Menurut

mereka, Isa adalah anak Tuhan karena ia lahir tanpa

perantaraan seorang ayah.

 

Ulama Nasrani kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw,

“Jika Isa adalah hamba dan makhluk Tuhan, lalu siapa

ayahnya? Manusia adalah makhluk dan ia wajib punya

ayah.” Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril as untuk

menyampaikan ayat 59 surat Ali Imran kepada Rasul Saw.

Ayat tersebut berbunyi, “Sesungguhnya misal

(penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti

(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,

kemudian Allah berfirman kepadanya, Jadilah (seorang

manusia), maka jadilah dia."Rasul Saw lalu menjelaskan

isi ayat tersebut kepada para pembesar Nasrani. Tetapi,

mereka tidak peduli dengan ucapan Nabi Saw dan tetap

berpegang pada keyakinannya. Mereka menyatakan tidak

puas dengan penjelasan Nabi Saw dan mengaku belum

menemukan jawaban atas pertanyaannya.

 

Setelah itu, turun lagi dua ayatsebagai lanjutan dari

ayat sebelumnya kepada Rasulullah Saw. "… Siapa yang

membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang

meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah

kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,

istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan

diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada

Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan

kepada orang-orang yang dusta."Istilah mubahalah sudah

dikenal luas oleh masyarakat Arab dan para penganut

agama langit sebagai sarana untuk membuktikan

kebenaran.Rasulullah Saw menyampaikan perkara ini

kepada delegasi Nasrani dan mereka menerima untuk

bermubahalah.

 

Pada hari berikutnya, Rasulullah Saw datang ke rumah

Ali bin Abi Thalib. Rasul Saw memegang tangan Sayidina

Hasan sambil memangku Husein dan berjalan ke luar kota

bersama Ali dan Fatimah. Ketika menyaksikan kedatangan

mereka, salah satu tokoh Nasrani Abu Haritsah bertanya

kepada kaumnya, “Siapa mereka yang bersama Nabi Saw?”

Mereka menjawab, "Yang di depan itu anak paman dan

suami putrinya serta orang yang paling dicintai

olehnya. Dua anak itu adalah putra-putranya dari

putrinya dan wanita itu adalah Fatimah, putrinya yang

paling beliau cintai."

 

Rasul Saw duduk di atas dua tumitnya ketika memasuki

arena mubahalah. Abu Haritsah berkata, "Demi Tuhan, ia

duduk sebagaimana para nabi duduk untuk bermubahalah."

Kemudian ia kembali berkata, "Jika Muhammad tidak dalam

kebenaran, dia tak akan berani bermubahalah, dan jika

ia bermubahalah dengan kita, kurang dari satu tahun,

tidak akan ada lagi seorang Nasrani pun yang tersisa di

bumi ini.”Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu

Haritsahberkata, "Aku menyaksikan wajah-wajah yang jika

mereka memohon kepada Tuhan untuk mengangkat sebuah

gunung dari tempatnya, maka gunung tersebut akan

terangkat. Jadi, janganlah bermubahalah. Jika kalian

lakukan itu, maka kalian akan binasa dan tidak ada

seorang Nasrani pun yang akan tersisa di bumi ini."

 

Setelah delegasi Nasrani membatalkan mubahalah, Rasul

Saw bersabda kepada mereka, "Bila kalian bersedia

melakukan mubahalah denganku dan Ahlul Bait-ku, maka

wajah kalian akan diubah menjadi kera dan babi. Lembah

ini kemudian akan menjadi api yang membakar kalian.

Setelah itu, tidak lebih dari setahun seluruh pengikut

Nasrani akan lenyap dari muka bumi." Pada dasarnya,

peristiwa mubahalah bukan hanya menunjukkan kebenaran

dakwah Nabi Muhammad Saw, tapi juga menjelaskan

keutamaan khusus orang-orang yang bersama beliau di

hadapan semua sahabat dan keluarga besarnya. Peristiwa

ini juga menjelaskan kebenaran dan keagungan Ahlul Bait

as.

 

Setelah kejadian itu, Abu Haritsahmenemui Rasulullah

Saw dan kemudian mengucapkan syahadat dan memeluk

Islam. Sementara bagi kaum Nasrani yang tetap berpegang

pada agamanya, mereka harus membayar jizyah (pajak) dan

menandatangani sebuah perjanjian sesuai dengan

ketentuan Islam. Nabi Saw lalu memanggil Ali as dan

berkata, "Sampaikan kepada mereka syarat-syarat Ahli

Dzimmah dan jumlah yang harus mereka bayar."

 

Para ahli tafsir dan hadis Syiah dan Sunni menyatakan

bahwa ayat mubahalah juga bukti atas kebenaran Ahlul

Bait Nabi as.Ketika mendatangi arena mubahalah, Rasul

Saw hanya membawa putrinya Fatimah az-Zahra as, kedua

cucunya Sayidina Hasan dan Husein as, serta menantunya

Sayidina Ali as. Oleh karena itu, maksud kata "Abnaana"

dalam ayat mubahalah hanya terbatas pada Hasan dan

Husein as, sementara "Nisaana" hanya tertuju pada

Fatimah as, dan kata "Anfusana" hanya terfokus pada

Ali. Singkat kata, peristiwa mubahalah telah

memperjelas kebenaran Islam dan keagungan Ahlul Bait as

kepada semua orang, terutama kaum Nasrani.

 

Dalam buku doa Mafatih al-Jinan, ada sejumlah amalan

khusus yang dilakukan tepat di hari ini antara lain;

Mandi, amalan ini menunjukkan usaha untuk membersihkan

badan lahiriah dari kotoran dan menandakan kesiapan

jiwa untuk berhias dengan doa-doa yang akan dibaca.

Berpuasa, amalan ini membuat batin manusia menjadi

lebih segar. Dan membaca doa khusus hari Mubahalah yang

disebut doa Mubahalah yang agak mirip dengan doa Sahar

di bulan Ramadhan.