Tiga Jenis Hijab dalam Al-Quran

Al-Quran sebaik-baik pedoman telah menetapkan aturan

dalam bersosialisasi dan bermasyarakat. Hal ini tentu

saja bukan berarti mengekang atau bahkan membatasi

gerak menuju kesalehan, tetapi justru menunjukkan

jalan kesalehan sebagai kemuliaan. Terkait hijab,

terdapat tiga jenis hijab yang dibahas dalam Al-Quran.

Di antaranya yakni terkait dengan pakaian, cara

berbicara, dan perbuatan.

1.    Hijab Pakaian

Hijab paling awal adalah hijab pakaian, yang mana

Tuhan telah mengisyaratkan pada dua ayat. Ayat pertama

berkata kepada para perempuan, “Pakailah Khimar”.

Khimar yakni kudung panjang di zaman Arab Jahiliyah,

kudung-kudung yang dipakai dan diletakkan di belakang

telinga, yakni tidak diikat, dada dan lehernya serta

perhiasan-perhiasannya masih terlihat.

Sekarang sebagian dari kudung-kudung ini sama sekali

tidak bisa diikat. Begitu sangat kecil sehingga hanya

seperti syal yang dipakai di atas kepala. Semua badan

terlihat/nampak, berbeda dengan kudung-kudung di zaman

dulu yang panjang meski tidak terikat dan diletakkan

di belakang telinga. Tak satu pun kudung-kudung ini

menutup dadanya dan bahkan terlihat. Maka turunlah

surah An-Nur ayat 31, “Wal yadhribna bikhumurihinna

‘ala juyubihinna.” Meskipun sebagian ayat Quran ini

ditujukan kepada istri-istri Nabi, akan tetapi tidak

memiliki kekhususan, hukum ini berlaku umum.

Ayat kedua berkata, “Ya ayyuhannabiyyu qul li

azwaajika” Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-

istrimu, “wa banaatika” dan juga katakan kepada

putri-putrimu, “wa nisaail mu’minina“. Ini sangat

jelas, bahwa kepada istri-istri Nabi juga kepada

putri-putri Nabi, serta kepada wanita-wanita mukmin,

juga termasuk istri-istri dari orang lain

(masyarakat).

Wahai Nabi! Katakanlah kepada mereka ketika keluar

dari rumahnya “Yudniina ‘alaihinna min jalaabiihinna”

pakailah jalaabib. Jalaabib dalam bahasa tertulis

atstsawbul waasi’, yakni pakaian panjang dan longgar,

yang merupakan suatu pakaian selain dari kudung yang

menutupi seluruh badan dan tidak menampakkan lekuk-

lekuk tubuh, maka ini disebut jilbab. Ini adalah

penjelasan Al-Quran yang juga berkata: “Dzalika adna

an yu’rafna” (QS. Al-Ahzab: 52). Pakaian ini

menyebabkan seorang muslim dapat dikenali dan dipahami

bahwa ia seorang perempuan bebas, perempuan ini punya

karamah (kemuliaan). perempuan yang berhijab dan tidak

melakukan keburukan dan menunjukkan bahwa tidak

seorang pun yang tertarik kepadanya. Ini adalah ayat

Al-Quran yang mana ayat pertama berkata Jilbab dan

ayat lain berkata Khimar.

2.    Hijab Berbicara

Para perempuan dapat berbicara dengan dua cara.

Pertama Khudhu’ yakni dengan suara lembut.Kedua,

berbicara ma’ruf yakni berbicara biasa, berbicara yang

tidak mengumpan lawan jenis.

Ayat Al-Quran berkata, “Falaa takhdha’na bilqawli”.

Dikatakan kepada istri-istri Nabi, janganlah

meringankan/melembutkan suara kalian. Pada saat ayat

ini diturunkan, sebagian menutup mulutnya dengan

tangan supaya suaranya terdengar garang. Ayat ini

berkata, “Tidak perlu kalian berbuat demikian, juga

tidak baik berbuat efrat dan tafrit”.

Dalam surah Al-Ahzab ayat 32 dikatakan, “Wa qulna

qawlan ma’rufan”. Berbicaralah seperti biasa, tidak

mengumpan. Betapa banyak pembicaraan/perkataan yang

menarik lawan jenis kepada perempuan! Di dalam kelas,

dalam pertemuan, dalam berdialog, dalam silaturahim

dengan keluarga. Hal-hal ini perlu diperhatikan yang

mana hijab ini disebut dengan hijab berbicara.

 3.   Hijab Perbuatan.

bahwa perbuatan mempunyai lidah! Misalnya, seseorang

mendatangi anda di pagi hari, anda melihat kepadanya

dan berkata, “Apakah semalam engkau tidak tidur?”

Orang tersebut berkata, “Memangnya saya memberitahukan

kepadamu? Memangnya saya bilang bahwa semalam saya

tidak tidur?” Anda menjawab, “Wajahmu

memberitahukannya, kedua matamu bengkak, dan dimaklumi

dari wajahmu yang terlihat letih bahwa semalam engkau

tak tidur.”

“Perbuatan-perbuatan mempunyai lidah”. Dimaklumi bahwa

dari matamu engkau berkata bohong, orang yang berkata

bohong matanya akan berbicara, dari wajahmu dimaklumi

bahwa engkau takut. Lihatlah bahwa semua ini adalah

perbuatan. Bukankah Al-Quran telah berkata, “Waelun

likulli humazatil lumazah” (QS. Al-Humazah: 1).

Terkadang dengan lirikan mata engkau telah menghina

seseorang.

Sebagian perempuan perbuatannya mengatakan bahwa, “Hei

non muhrim! Datanglah kepadaku, mari kita berteman

(berpacaran)”. Perbuatan-perbuatannya tidaklah

berbicara, namun penampilannya sendiri yang berkata

bahwa, “Marilah, datanglah kemari wahai mobil dan

bawalah saya”.

Akan tetapi sebagian perbuatan akan berkata, “Anda

tidak punya hak untuk melihat saya, malulah, tutuplah

matamu, jantanlah, …!” Dari mana engkau berkata

demikian? Al-Quran berkata, “Wa laa tabarrajna

tabarrujal jaahiliyyatil ulaa” (QS. Al-Ahzab: 33)

Perempuan-perempuan sebelum kedatangan Islam ber-

tabarruj (menampakkan perhiasan). Olehnya itu Al-Quran

berkata, janganlah kalian bertabarruj, yakni janganlah

menampakkan perhiasan-perhiasan kalian dan menjual

diri kalian. Dalam ayat yang lain berbunyi, “Wa laa

yadhribna biarjulihinna liyu’lama maa yukhfiina min

ziinatihinna” (QS. An-Nur: 31). Dikatakan bahwa ketika

perempuan berjalan, janganlah berjalan sedemikian rupa

yang memancing lawan jenis. Jadi, dalam keadaan

berjalan maupun berbicara, janganlah mengumpan lawan

jenis.

Seorang wanita harus mempunyai hijab, yakni khimar

(jalaabib), dan hijab berbicara, minimal janganlah

berbicara dengan non muhrim jika tidak dalam keadaan

daruri (terpaksa). Kerena menjadi sebuah nilai

kemulian bagi perempuan apabila dirinya memiliki hijab

pakaian, hijab berbicara, dan hijab perbuatan