Sejarah Arbain Husaini

Tanggal 20 Shafar dalam sejarah dikenal dengan hari

Arbain Husaini. Di sebagian riwayat dijelaskan betapa

hari itu dimuliakan. Dalam sebuah riwayat dari Imam

Askari as dijelaskan bahwa membaca ziarah Arbain

adalah tanda orang yang beriman.[1] Dalam kitab-kitab

riwayat rujukan kita, hari Arbain kebanyakan

mengisyarahkan dua hal:

  1.  Hari kembalinya para tawanan Karbala dari Syam

ke Madinah;
  2.  Hari dimana Jabir bin Abdullah Anshari

menziarahi makam Imam Husain as.

Namun apakah di hari itu para tawanan Karbala datang

ke Karbala kembali atau tidak, ada keraguan dalam hal

itu.

Syaikh Mufid dalam Masar Al-Syi’ah mengatakan:

“Hari Arba’in Husaini adalah hari dimana para tawanan

dari keluarga Imam Husain as dari Syam kembali ke

Madinah dan hari dimana Jabir bin Abdullah Al-Anshari

menziarahi makam Imam Husain as.”[2]

Syaikh Thusi dalam Mishbah Al-Mutahajjid[3] dan Ibnu

A’tsam dalam Al-Futuh[4] mengungkapkan pernyataan yang

sama:

“Dari penjelasan Syaikh Mufid dan Syaikh Thusi dapat

dipahami bahwa pada hari Arba’in para tawanan Karbala

beranjak dari Syam menuju Madinah, bukannya hari itu

mereka tiba di Madinah.”[5]

Hanya saja Sayid Ibnu Thawus dalam Al-Luhuf mengatakan

bahwa Arbain adalah hari kembalinya tawanan Karbala

dari Syam menuju Karbala. Beliau menulis:

“Ketika para tawanan Karbala kembali dari Syam ke arah

Irak, mereka berkata kepada pemandu karavan: “Bawa

kami ke Karbala.” Oleh karena itu mereka datang ke

tempat terbunuhnya Imam Husain as. Lalu di sana mereka

berkabung mengenang penderitaan yang menimpa Abu

Abdillah as.”[6]

Ibnu Nama Hilli juga berpendapat bahwa Arbain adalah

hari kembalinya tawanan Karbala menuju Karbala dan

pertemuan mereka dengan Jabir bin Abdullah Anshari

serta beberapa orang dari Bani Hasyim.[7] Mirza Husain

Nuri setelah menukil perkataan Sayid Ibnu Thawus, ia

menyangkalnya.[8]

Rasul Jafarian menulis:

“Syaikh Mufid dalam Al-Irsyad, Abu Mukhannaf dalam

Maqtal Al-Husain, Baladzari dalam Ansab Al-Asyraf,

Dainuri dalam Akhbar Al-Thiwal dan Ibnu Sa’ad dalam

Al-Thabaqat Al-Kubra, sama sekali tidak mengisyarahkan

kembalinya para tawanan ke Karbala.”[9]

Syaikh Abbas Qumi juga menganggap kembalinya para

tawanan ke Karbala adalah kecil kemungkinannya.[10]

Muhammad Ibrahim Ayati[11] dan Syahid Muthahari juga

mengingkari kembalinya para tawanan keluarga Imam

Husain as ke Karbala. Syahid Muthahari berkata:

“Selain di kitab Luhuf, itupun penulisnya dalam

tulisan-tulisannya yang lain mengingkarinya, atau

paling tidak memastikan kebenarannya, dalam kitab-

kitab lain tidak ada penjelasan tentang hal ini

(kembalinya para tawanan ke Karbala).”[12]

 

 

CATATAN :

[1]. Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, Al-Mazar, Qom,

Madrasah Al-Imam Al-Hadi, cetakan pertama, hal. 53.

[2]. Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, Masar Al-

Syi’ah, Beirut, Darul Mufid, 1414, cetakan kedua, hal.

46.

[3]. Syaikh Thusi, Muhammad bin Hasan, Mishbah Al-

Mutahajjid, Beirut, Muasasah Al-Syi’ah, cetakan

pertama, 1411, hal. 787.

[4]. Ibnu A’lam Kufi, Ahmad, Terjemahan Al-Futuh,

Tehran, 1372, hal. 916.

[5]. Al-Nuri, Al-Mirza, Lulu wa Marjan, Tehran,

Farahani, 1364, hal. 154.

[6]. Hasani, Sayid Ibnu Thawus, Al-Luhuf fi Qatli Al-

Thufuf, Mehr 1417, hal. 114.

[7]. Hilli, Ibnu Nama, Mutsir Al-Ahzan, Najaf,

Haidariyah, 1369, hal. 86.

[8]. Nuri, Al-Mirza, Lulu wa Marjan, hal. 152.

[9]. Jafarian, Rasul, Taammoli dar Nehzat e Asyura,

Qom, Nashr e Moarekh, 1386, hal. 216.

[10]. Qumi, Syaikh Abbas, Muntaha Al-Amal, 1370, hal.

216.

[11]. Ayati, Muhammad Ibrahim, Barresi e Tarikh e

Asyura, hal. 139.

[12]. Muthahari, Murtadha, Homase e Husaini, jil. 1,

hal. 30.