Kenapa Iman Manusia Selalu Naik Turun? (Bag 2)

Ada seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu

Dzar Al-Ghifari. Dia termasuk sahabat besar yang

berjuang bersama beliau. Di salah satu peperangan, dia

terlambat dari rombongan Rasulullah sehingga dia harus

berjalan sendirian.

Awalnya dia menaiki seekor unta tua yang kurus. Namun

ditengan perjalanan, dia harus meninggalkan unta itu

karena sudah tak mampu lagi berjalan. Akhirnya dia

berjalan kaki untuk menyusul rombongan. Jaraknya

terlalu jauh semetara bekal sudah mulai habis. Di

tengah padang pasir, sendirian, dia pun mulai

kehausan. Tapi tak ada sedikit pun air. Dia terus

berusaha berjalan dalam dahaga selama beberapa hari.

Sampai akhirnya dia menemukan air sisa dari kafilah

yang telah pergi. Langsung dia ambil air itu dan

ketika hendak meminumnya, terlintas dalam benaknya

“Sudahkah kekasihku Rasulullah saw minum?”.

Dia pun memasukkan air itu kedalam ghirbah tanpa

meminumnya sedikitpun. Dia melanjutkan perjalanan

dengan lunglai karena haus. Sementara Rasulullah saw

telah berkemah dan orang-orang mulai mencurigai Abu

Dzar tidak ikut perang. Tapi Rasulullah tetap

mengatakan bahwa dia akan datang.

Hingga dari kejauhan terlihat bayangan seorang menuju

perkemahan Rasulullah saw. Melihat itu, Rasulullah

berharap semoga itu adalah Abu Dzar. Dan ternyata, dia

memang Abu Dzar yang tiba-tiba jatuh pingsan di dekat

kemah. Rasul langsung menyuruh yang lain mengambilkan

air. Mendengar suara Rasul, dia pun siuman dari

pingsannya, lalu dia berkata “Salam atasmu Wahai

Rasulullah”. Rasul menyuruh sahabat yang lain

memberikan air padanya. Lalu Abu Dzar berkata, “Aku

memiliki air Ya Rasulullah.” Rasul bertanya, “Lalu

kenapa tidak kau minum.” Ia menjawab, “Aku takut

engkau tidak mendapatkan air dipadang sahara ini, aku

tidak akan meminumnya sebelum aku yakin bahwa engkau

telah mendapatkan air.”

Pada bagian sebelumnya kita telah banyak membahas

tentang keyakinan. Kita telah sepakat bahwa perbuatan

manusia itu didorong oleh keyakinan. Mendengar cerita

Abu Dzar, kita akan tau betapa sahabat ini memiliki

keyakian yang penuh kepada Rasulullah saw. Hingga

harus bertahan dalam dahaga sebelum melihat beliau

mendapatkan air. Namun lihatlah, para malaikat langit

pernah berkata kepada Rasulullah bahwa ada doa yang

digemari penduduk langit. Dan doa itu adalah doa dari

Abu Dzar. Bagaimanakah doa itu?

“Ya Allah aku meminta keimanan (mutlak) kepadamu,

percaya (mutlak) kepada nabimu. Dan dijauhkan dari

seluruh bencana serta bersyukur atas keselamatan itu.

Dan dijauhkan dari orang-orang yang buruk.”

Abu Dzar yang memiliki kecintaan yang besar kepada

Rasulullah ini masih selalu meminta keyakinan dan

kepercayaan mutlak kepada Rasulullah. Mengapa? Karena

kunci dari semua perbuatan yang akan dilakukan adalah

kepercayaan mutlak kepada Rasulullah saw. Tanpa

kepercayaan ini, mustahil sseorang mau melakukan apa

yang diperintahkan Allah swt.

 

Apa Saja Tingkat Keyakinan itu?

Di dalam Al-Qur’an disebutkan 3 tingkat keyakinan.

Allah berfirman,
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ -٥-

“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan

pasti”
(At-Takatsur 5)
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ -٧-

“Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata

kepala sendiri”
(At-Takatsur 7)
إِنَّ هَذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ -٩٥-

“Sungguh inilah keyakinan yang benar.”
(Al-Waqi’ah 95)

Keyakinan itu terbagi menjadi 3 tingkatan, Ilmul

Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin. Untuk

membedakannya kita gunakan analogi api dan asap.

Saat melihat asap, ilmu kita mengatakan bahwa pasti

ada api disana. Ilmul Yaqin adalah pengetahuan kita

pada asap tersebut.

Saat kita langsung melihat apinya, maka tingkat

keyakinan kita telah sampai pada Ainul Yaqin. Karena

kita telah melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Saat kita mendekat dan merasakan panasnya api

tersebut. Maka keyakinan kita telah mencapai puncak

yaitu Haqqul Yaqin karena kita merasakannya langsung.

Kita juga dapat memahami tingkatan keyakinan ini

dengan menyimak kisah dalam Al-Qur’an tentang Nabi

Ibrahim as. Allah sedang memberi contoh bagaimana

sebenarnya Ilmul Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yakin

itu.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَآجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رِبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِـي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِـي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ

اللّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ -٢٥٨-

“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat

Ibrahim mengenai Tuhan-nya, karena Allah telah

Memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim

berkata,“Tuhan-ku ialah Yang Menghidupkan dan

Mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan

dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah Menerbitkan

matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.”

Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak

memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.”
(Al-Baqarah 258)

Kisah ini menceritakan bagaimana Ibrahim as memiliki

Ilmul Yaqin. Bagaimana dengan Ainul Yaqin? Allah

berfirman,
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ

يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ

كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -٢٥٩-

Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang

(bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi

(reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana

Allah Menghidupkan kembali (negeri) ini setelah

hancur?” Lalu Allah Mematikannya (orang itu) selama

seratus tahun, kemudian Membangkitkannya

(Menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) Bertanya,

“Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang

itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau

setengah hari.” Allah Berfirman, ”Tidak! Engkau telah

tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu

yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang

telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami Jadikan

engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah

tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami

Menyusunnya kembali, kemudian Kami Membalutnya dengan

daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun

berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu.”
(Al-Baqarah 259)

Kemudian ayat selanjutnya, Allah menceritakan tentang

Haqqul Yaqin.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِـي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن قَالَ بَلَى وَلَـكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ

اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءاً ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً وَاعْلَمْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٢٦٠-

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhan-ku,

perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau Menghidupkan

orang mati.” Allah Berfirman, “Belum percayakah

engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi

agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) Berfirman,

“Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu

cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-

masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka,

niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.”

Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
(Al-Baqarah 260)

Begitulah Allah memberitahu hakikat kepada Ibrahim

hingga dia memperoleh puncak keyakinan.
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ -٧٥-

“Dan demikianlah Kami Memperlihatkan kepada Ibrahim

kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi,

dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”
(Al-An’am 75)

Semuanya kembali pada keyakinan. Cukuplah keyakinan

sebagai kekayaan, sabda Rasulullah saw.

Teringat pula kisah Ibrahim ketika akan dibakar oleh

Api Namrud. Para malaikat berdatangan menawarkan diri.

Malaikat angin menawarkan angin untuk mematikan api.

Malaikat hujan menawarkan hujan. Semua tawaran itu

ditolak oleh Nabi Ibrahim. Dan beliau berkata pada

malikat itu, “Cukuplah Ilmu Allah yang mengetahui

keadaanku.”

Keyakinan Ibrahim pada Allah membuahkan hasil. Api itu

tetap berkobar namun menjadi dingin dan aman bagi

Ibrahim. Allah menjawab keyakinan itu dengan firman-

Nya,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ -٦٩-

Kami (Allah) Berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu

dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim,”
(Al-Anbiya’ 69)

 

Apakah Tanda-Tanda Orang yang Yakin?

Rasulullah saw bersabda,

“Tanda orang yang yakin itu ada 6:

1.    Yakin kepada Allah dengan sebenarnya maka dia

beriman kepada-Nya.
2.    Yakin bahwa kematian itu benar maka dia takut

(mempersiapkan diri)
3.    Yakin bahwa Hari Kebangkitan itu benar maka dia

takut dipermalukan (karena di hari itu semua perbuatan

akan tampak).
4.    Yakin bahwa surga itu benar maka dia rindu

kepadanya.
5.    Yakin bahwa neraka itu benar maka dia berusaha

untuk selamat darinya.
6.    Yakin bahwa Hisab itu benar maka dia menghisab

dirinya sendiri.”

Dalam sabda lain beliau memberi cara untuk meraih

keyakinan, beliau bersabda,

    “Hal-hal yang dpat mengantarkan kepada keyakinan

adalah dengan pendeknya angan-angan, keikhlasan dalam

amal dan zuhud pada dunia”

Orang yang meraih keyakinan akan mendapat perubahan

yang drastis dalam hidupnya. Ingatkah anda ketika para

penyihir Fir’aun melemparkan tali-tali yang menipu

mata manusia. Tali-tali itu seakan berubah menjadi

ular-ular kecil untuk melawan Musa. Namun ketika Musa

as melemparkan tongkatnya, tongkat itu berubah menjadi

ular yang sebenarnya. Ular itu memakan habis semua

ular tipuan para penyihir. Melihat Mukjizat ini,

seketika itu para penyihir menjadi yakin akan

kebenaran Musa dan mereka beriman. Walaupun Fir’aun

mengancam akan membunuh, tapi mereka tetap beriman

karena telah benar-benar yakin kepada Musa.
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ -٤٦- قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ -٤٧- رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ -٤٨-

Maka menyungkurlah para pesihir itu, bersujud, mereka

berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam,

mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh

alam, (yaitu) Tuhan-nya Musa dan Harun.”
(Asy-Syuara 46-48)
قَالَ آمَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ -

٤٩- قَالُوا لَا ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ -٥٠- إِنَّا نَطْمَعُ أَن يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَن كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ -٥١-

Dia (Fir‘aun) berkata, “Mengapa kamu beriman kepada

Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya

dia pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Nanti

kamu pasti akan tahu (akibat perbuatanmu). Pasti akan

kupotong tangan dan kakimu bersilang dan sungguh, akan

kusalib kamu semuanya.” Mereka berkata, “Tidak ada

yang kami takutkan, karena kami akan kembali kepada

Tuhan kami. Sesungguhnya kami sangat menginginkan

sekiranya Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami,

karena kami menjadi orang yang pertama-tama beriman.”
(Asy-Syuara’ 51)

Karena itu jangan heran jika orang-orang yang memiliki

keyakinan kepada Allah tidak akan pernah takut pada

siapapun selain-Nya.
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٦٢-

“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut

pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.”
(Yunus 62)