Imam Askari as dan Persiapan Periode Ghaibah Imam Mahdi as

Imam Hasan Askari dilahirkan di kota Madinah tanggal 8

Rabiul Tsani tahun 232 Hijriah. Hari kelahiran Ahlul

Bait Rasulullah Saw membawa keberkahan, sekaligus

pelajaran penting dari kehidupan mulia mereka bagi

umat manusia. Kehidupan Ahlul Bait Rasulullah Saw

menjadi suri teladan terbaik bagi masyarakat.

Manusia-manusia suci ini dalam kehidupannya senantiasa

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan membela

kebenaran dan keadilan.

 

Salah satu tujuan terpenting diutusnya para Nabi dan

Rasul berdasarkan ayat suci al-Quran adalah penegakkan

keadilan. Untuk mewujudkan keadilan diperlukan seorang

pemimpin adil di tengah masyarakat. Dalam kitab suci

al-Quran surat al-Hadid ayat 25, Allah swt berfirman,

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami

dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan telah Kami

turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan)

supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..".

 

Semua agama langit memberikan kabar tentang munculnya

sosok penegak keadilan di akhir zaman. Sang juru

selamat yang akan mengakhiri seluruh kejahatan dan

pengkhianatan, serta menegakkan sebuah pemerintahan

global berdasarkan keadilan dan kebebasan

sesungguhnya. Dalam agama Islam, janji tersebut juga

telah tercatat dalam al-Quran. Rasulullah Saw dan para

imam maksum as telah mengabarkan kepada umat atas

kemunculan sang juru selamat umat manusia di akhir

zaman. Hal itu telah disebutkan dalam banyak riwayat

dan hadis. Sang juru selamat itu tidak lain adalah

Imam Mahdi as, putra Imam Hassan Askari as.

 

Para penguasa Bani Abbas, khususnya yang hidup pada

masa kepemimpinan Imam Hassan Askari, telah mengetahui

banyak hadis tentang kelahiran Imam Mahdi as yang akan

menyelamatkan dunia. Hadis bahwa penerus risalah

kepemimpinan umat sepeninggal Rasulullah Saw adalah12

imam dan semuanya dari Quraish, banyak disebutkan di

Sahih Bukhari, sumber rujukan Ahlussunnah. Dalam

berbagai sumber Ahlussunnah juga disebutkan kata-kata

tentang “Mahdi dari Quraish” atau “Mahdi putra

Fatimah”. Oleh karena itu para penguasa Bani Abbasiah

memberlakukan kontrol sangat ketat terhadap Imam

Hassan Askari as, sehingga mereka berharap dapat

mencegah kemunculan Imam Mahdi as.

 

Dalam rangka itu, penguasa Abbasiah menggiring Imam

Hassan Askari as beserta seluruh keluarganya dari

Madinah menuju kota Samarra, yang kala itu dikenal

dengan kota militer. Dengan cara itu, selain seluruh

aktivitas Imam Hassan Askari as dan keluarga beliau

dapat terkontrol, dan rezim juga dapat segera

mengidentifikasi tanda-tanda kelahiran putra beliau,

Imam Mahdi as.

 

Dalam rangka mengantisipasi langkah-langkah Bani

Abbasiah, pada tahap awal, Imam Hassan Askari as

menyembunyikan kelahiran putra beliau. Tidak diragukan

lagi jika musuh mengetahui kelahiran Imam Mahdi as,

maka nyawa beliau akan terancam bahaya. Namun Imam

Hassad as menyembunyikan kehamilan istri beliau, sama

seperti tidak terdeteksinya kehamilan ibu Nabi Musa

as. Sampai detik kelahiran Imam Mahdi, para pasukan

Bani Abbasiah tidak mengetahui kehamilah Nargis

Khatun, ibunda Imam Mahdi as. Secara lahiriyah, Nargis

Khatun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan.

 

Di sisi lain, Imam Hassan Askari as, menginformasikan

kelahiran putra beliau kepada beberapa sahabat khusus

dan terpercaya, sehingga mereka dapat bersaksi kepada

masyarakat tentang Imam Mahdi as dan juga agar

masyarakat tidak kebingungan mengenali pemimpin

mereka. Meski demikian, era Imam Hassan Askari adalah

era sangat sulit. Karena masalah ghaibah atau ghaibnya

Imam Mahdi as dari mata masyarakat. Para imam

sebelumnya, bersama  dan hadir di tengah masyarakat.

Kelahiran dan hidup mereka juga nyata bagi

masyarakat.Oleh karena itu, masalah ghaibah Imam Mahdi

as, merupakan hal yang tidak lumrah dan masyarakat

perlu disiapkan untuk menghadapi masa tersebut.

 

Imam Hassan Askari as bertugas untuk menyiapkan

masyarakat menerima era ghaibah Imam Mahdi as. Masa di

mana masyarakat akan berpisah dari pemimpin mereka dan

tidak dapat berkomunikasi dengan masyarakat. Karena

hingga sebelum periode ghaibah Imam Mahdi as, para

pengikut dan pecinta Ahlul Bait, selalu mengemukakan

berbagai masalah individu dan sosial mereka kepada

para imam maksum as. Para imam juga mendukung,

membantu dan menjawab tuntutan materi maupun spiritual

mereka. Masyarakat kala itu sudah terbiasa

berkomunikasi langsung dengan para imam. Oleh sebab

itu, Imam Hassan Askari as harus berusaha keras

mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi periode

tersebut.

 

Penyiapan mental masyarakat telah dimulai sejak masa

kepemimpinan Imam Hadi as. Beliau membiasakan

masyarakat jauh dari beliau dan juga mengurangi volume

komunikasi langsung dengan masyarakat. Setelah gugur

syahidnya Imam Hadi as, Imam Hassan Askari as juga

melanjutkan sirah ayah beliau sehingga masyarakat

terbiasa tidak dapat berkomunikasi langsung dengan

imam mereka. Oleh sebab itu, sebagian besar komunikasi

Imam dengan masyarakat dilakukan secara korespondensi.

Selain itu, Imam Hassan Askari as juga menunjuk

perwakilannya di berbagai wilayah dan masyarakat dapat

berkomunikasi dengan imam melalui para perwakilan itu.

 

Masyarakat di berbagai kota menemui para wakil imam;

misalnya di Qom ada perwakilan imam bernama Ishaq

Qomi, di Neyshabour ada Ibrahim bin Abduh Neyshabouri,

dan di kota Ahvaz ada Ibrahim bin Mahziyar. Masalah

perwakilan imam ini juga membuat instruksi dan

penjelasan Imam dapat tersebar ke berbagai wilayah

yang jauh dan terpencil. Dan masalah perwakilan imam

ini berlanjut hingga periode ghaibah sughra, atau masa

ghaibnya imam dari pandangan masyarakat dan imam hanya

dapat ditemui oleh para wakilnya. Utsman bin Said,

adalah perwakilan pertama Imam Mahdi as yang juga

sebelumnya menjadi wakil Imam Hassan Askari as.

 

Di antara langkah-langkah imam Hassan Askari as adalah

pembentukan sebuah kelompok elit saleh yang menjadi

para duta besar pemikiran, ideologi, akhlak dan

perilaku Ahlul Bait as. Imam Muhammad Baqir as dan

Imam Jafar as-Sadiq as, telah mempersiapkan kehadiran

kelompok elit cendikiawan dan perawi hadis tersebut.

Langkah itu, menjadi titik awal terbentuknya sebuah

gerakan ilmiah yang secara bertahap dikerahkan untuk

mempersiapkan periode ghaibah Imam Mahdi as.

 

Imam Hassan Askari as juga telah mengumpulkan berbagai

kitab fiqih dan usul fiqih bedasarkan riwayat, yang

telah disusun pada masa beliau atau sebelum masa

beliau, serta memberikan persetujuan dan apresiasi

kepada para penulis atau pengumpul hadisnya. Pada

hakikatnya, melalui cara ini, Imam Hassan Askari as

telah mempersiapkan jalan bagi masyarakat mengikuti

para ahli fiqih yang telah dididik dalam perspektif

Ahlul Bait. Dalam sebuah hadis Imam Hassan Askari

berkata: “Setiap orang yang menjaga dirinya, menjaga

agamanya, melawan hawa nafsunya, dan mematuhi perintah

pemimpinnya, maka masyarakat harus bertaqlid

kepadanya.”

 

Imam Hasan Askari menjadi pemimpin umat selama enam

tahun. Tapi, dalam waktu yang singkat itu, beliau

berperan besar dalam menyebarkan budaya dan ajaran

Islam. Imam Hasan mengajar dan membina murid-murid

yang menjadi ulama dan ilmuwan setelahnya. Selain itu,

beliau membimbing umat dengan pemikiran dan ajaran

Islam yang benar, di tengah derasnya serangan budaya

dan pemikiran dari luar Islam. Ketika itu, di dunia

Islam tengah marak penyimpangan pemikiran dan

pandangan atheis yang dikembangkan dari pemikiran

Yunani dan India.

 

Imam Hasan Askari mengajak umat bersabar di tengah

tekanan hidup. Kepada salah seorang sahabatnya, beliau

berkata, "Selama kalian mampu dan bisa bertahan,

janganlah memohon kepada orang lain. Sebab, setiap

hari ada rejeki baru. Ketahuilah bahwa terus-menerus

memohon atau mengemis dapat menghilangkan harga diri

seseorang. Untuk itu, bersabarlah hingga Allah Swt

membuka pintu bagimu. Kenikmatan itu ada masanya.

Janganlah tergesa-gesa memetik buah yang belum

waktunya dan petiklah pada waktunya."