Gambaran Bagaimana Seorang Arif Menggapai Tuhannya

Manusia yang sempurna adalah manusia yang bisa

memancarkan kesempurnaan-kesempurnaan Tuhan melalui

dirinya. Ibarat kaca cermin, cermin tidak menampilkan

apapun kepada kita melainkan memantulkan apa yang ada

di hadapannya kepada kita. Saat kita bercermin, kita

tidak melihat cermin itu sendiri melainkan melihat

pantulan cermin tersebut.

Begitu juga manusia yang sempurna, adalah manusia yang

gerak geriknya memantulkan kesempurnaan asma dan

sifat-sifat suci-Nya. Yakni manusia sempurna itu tidak

lagi dilihat sebagai seorang individu melainkan

sebagai cermin, yang jika orang lain melihatnya serasa

melihat Tuhan. Namun, na’udzubillah, bukan berarti

manusia itu bisa disebut dengan tuhan yang akhirnya

menimbulkan kesyirikan, melainkan sebagai pemantul

sinar Tuhan.

Seorang arif saat mendekati Tuhan-nya, bagai orang

yang melihat sebuha lilin dari kejauhan. Ia yakin

dengan keberadaan lilin tersebut dan juga cahayanya.

Sebelum ia benar-benar mendekat dengan-Nya, ia masih

belum bisa disebut orang yang mencapai derajat

tertinggi. Namun ketika ia sudah semakin dekat dan

terus mendekat hingga terbakar api lilin itu, ia tidak

hanya melihat cahaya lilin tapi juga merasakannya,

berpadu dengannya sehingga derajat “yakin” yang ia

miliki menjadi derajat yakin yang paling tinggi.

Mamusia sempurna adalah seorang arif yang tidak hanya

meyakini Tuhannya karena berlogika dan melihat tanda-

tanda-Nya, namun meyakininya karena benar-benar

merasakan Tuhannya dalam wujud dirinya, bersatu dengan

sang Tuhan yang Maha Esa.