Gambaran Bagaimana Seorang Arif Menggapai Tuhannya
- Dipublikasi pada
-
- pengarang:
- Ust. Abdul Husain Khusrupanah
- Sumber:
- shabestan
Manusia yang sempurna adalah manusia yang bisa
memancarkan kesempurnaan-kesempurnaan Tuhan melalui
dirinya. Ibarat kaca cermin, cermin tidak menampilkan
apapun kepada kita melainkan memantulkan apa yang ada
di hadapannya kepada kita. Saat kita bercermin, kita
tidak melihat cermin itu sendiri melainkan melihat
pantulan cermin tersebut.
Begitu juga manusia yang sempurna, adalah manusia yang
gerak geriknya memantulkan kesempurnaan asma dan
sifat-sifat suci-Nya. Yakni manusia sempurna itu tidak
lagi dilihat sebagai seorang individu melainkan
sebagai cermin, yang jika orang lain melihatnya serasa
melihat Tuhan. Namun, na’udzubillah, bukan berarti
manusia itu bisa disebut dengan tuhan yang akhirnya
menimbulkan kesyirikan, melainkan sebagai pemantul
sinar Tuhan.
Seorang arif saat mendekati Tuhan-nya, bagai orang
yang melihat sebuha lilin dari kejauhan. Ia yakin
dengan keberadaan lilin tersebut dan juga cahayanya.
Sebelum ia benar-benar mendekat dengan-Nya, ia masih
belum bisa disebut orang yang mencapai derajat
tertinggi. Namun ketika ia sudah semakin dekat dan
terus mendekat hingga terbakar api lilin itu, ia tidak
hanya melihat cahaya lilin tapi juga merasakannya,
berpadu dengannya sehingga derajat “yakin” yang ia
miliki menjadi derajat yakin yang paling tinggi.
Mamusia sempurna adalah seorang arif yang tidak hanya
meyakini Tuhannya karena berlogika dan melihat tanda-
tanda-Nya, namun meyakininya karena benar-benar
merasakan Tuhannya dalam wujud dirinya, bersatu dengan
sang Tuhan yang Maha Esa.