Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Beberapa penggal kisah Imam Musa Al-Kadhim as

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada suatu hari Imam as melewati seorang laki-laki

berkulit hitam yang bermata juling. Beliau

mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Imam as

turun  menghampirinya dan mulai bercakap-cakap

cukup lama. Imam as menawarkan dirinya untuk

membantu memenuhi hajatnya, jika dia bersedia.

Salah satu sahabat Imam bertanya: “Wahai putra

Rasulullah, apakah engkau turun hanya untuk ini?

Kemudian engkau masih menanyakan segala

keperluannya padahal engkau tahu bahwa ia lebih fakir

darimu?” Lalu Imam as menjawab: “Ia adalah salah

seorang hamba Allah swt, saudara seagama,

pengembara di negeri Allah. Allah telah

mengumpulkanku dengannya dalam sebaik-baiknya

ayah yaitu Adam as dan sebaik-baiknya agama yaitu

Islam. Dan mungkin saja suatu hari aku butuh

dengannya maka ia melihatku orang yang rendah hati

setelah kesembonganku.” Kemudian beliau bersyair:

“Kami menyambung hubungan dengan orang yang tidak

layak berhubungan dengan kami. Karena takut tidak

terjalin hubungan pertemanan.”

Salah seorang budak Imam as berkata: “Imam as

sering menangis karena takut kepada Allah swt sampai

wajah sucinya basah dan lembam dari linangan air

matanya.

Hisyam bin Ahmar berkata: “Pada suatu hari aku

berjalan bersama Abu Hasan as di sebagian jalan kota

Madinah. Beliau kemudian turun dari hewan

tunggangannya. Beliau langsung bersujud di atas tanah

sangat lama sekali. Setelah itu beliau mengangkat

kepalanya dan segera menaiki hewan tunggangannya.

Aku kemudian bertanya kepada Imam as: “Wahai

putra Rasulullah, jiwaku menjadi tebusanmu. Mengapa

engkau melakukan sujud sangat lama sekali?” Imam

menjawab: “Aku teringat akan nikmat Allah swt yang

telah dikaruniakan kepadaku. Maka dari itu aku sangat

senang untuk bersyukur kepada-Nya.”

Ibnu Shabagh Al-Maliki berkata: “Imam Musa Al-

Kazhim adalah seorang yang paling banyak beribadah

pada zamannya. Ia adalah orang yang paling alim,

paling dermawan dan paling mulia dari manusia yang

lain. Ia adalah orang yang senantiasa mengunjungi

orang-orang miskin di kota Madinah. Dan

membawakan mereka beberapa uang dirham dan

dirham serta barang-barang yang dibutuhkan ke

rumah-rumah mereka. Sedangkan mereka tidak

mengetahui dari mana datangnya semua itu. Mereka

mengetahui hal itu setelah Imam as wafat.”