Kebangkitan Mukhtar al-Tsaqafi

Kebangkitan Mukhtar, sebuah gerakan yang dipimpin oleh Mukhtar bin Abi Ubaid al-Tsaqafi, dengan tujuan menuntut darah para syuhada Karbala. Kebangkitan ini dimulai di Kufah pada tahun 66 H. dan para pembunuh Imam Husain As dan para sahabat beliau yang terbunuh dalam peristiwa tersebut, seperti Ubaidillah bin Ziyad, Umar bin Sa’ad, Syimr bin Dzil Jausyan dan Sinan bin Anas.
 
Kebangkitan Mukhtar berlangsung dengan nama Muhammad ibnu Hanafiyyah. Sebagian para ulama Syiah berpendapat Mukhtar melakukan kebangkitan tersebut atas perintah Imam Sajjad As.
 
Tujuan Kebangkitan
Mukhtar mendekam di penjara saat peristiwa Karbala. Setelah bebas, ia menuntut balas para pembunuh Imam Husain As. Awalnya, ia bekerjasama dengan Abdullah bin Zubair, yang bangkit melawan Yazid di Hijaz, namun di pertengahan jalan, Mukhtar tidak seakidah lagi dengannya. Ia pun menjaga jarak dan untuk melaksanakan kebangkitan, ia bergerak menuju Kufah. (butuh referensi)
 
Menyertai Abdullah bin Zubair
Mukhtar yang sebelumnya sempat bertemu dengan Abdullah bin Zubair, dalam menjawab saran orang-orang yang ada di sekitar, mengungkapkan baiatnya dengan Abdullah, sementara tujuan Abdullah dengan tujuannya tidaklah searah, oleh karenanya pembaiatan yang ia lakukan tidaklah bermanfaat. [1] Tetapi dengan paksaan orang-orang yang ada di sekitarnya, ia pun akhirnya membait Abdullah bin Zubair namun dengan dua syarat, syarat pertama: Abdullah bin Zubair bermusyawarah dengannya dalam semua kinerja, tidak melakukan pekerjaan sendiri-sendiri[2], dan tidak menentangnya. [3] Syarat kedua: Jabatan tertinggi dalam pemerintahan diberikan kepada Mukhtar. [4] Saat serangan pasukan Yazid ke Mekah dan pengepungan Abdullah bin Zubair, Mukhtar berada di sampingnya bertempur melawan pasukan Yazid. Menurut penuturan sebagian referensi, ketika Mukhtar melihat Abdullah telah melakukan makar dengannya[5] dan mengklaimkan khilafah, maka ia mengundurkan diri dan menempuh jalan menuju Kufah guna menyiapkan basis-basis kebangkitan. [6]
 
Pertemuannya dengan Muhammad bin Hanafiyyah
Sebelum berangkat menuju Kufah, Mukhtar telah bertemu dengan Muhammad bin Hanafiyyah dan memberitahukuan tujuannya, yakni kebangkitannya dan meminta tugas darinya. Muhammad bin Hanafiyyah dalam kalimat yang global memberikan izin kepadanya dan di samping itu supaya tidak melupakan ketakwaan. [7] Al-Baladzuri mengabarkan adanya izin Muhammad bin Hanafiyyah secara gamblang kepada Mukhtar dalam asas kebangkitan tersebut.[8]
 
Dalam Perjalanan Menuju Kufah
Mukhtar dari Mekah bergerak menuju Kufah dan di pertengahan jalan di sebuah tempat dekat Kufah, ia menangis atas musibah-musibah Imam Husein As. Ia berkabung sampai akhirnya orang-orang Syiah melihatnya dan bergabung dengannya. [9] Mukhtar tiba di sungai Hirah pada hari Jumat. Lantas ia mandi, memakai wewangian, memakai amamah, mengantungkan pedang dan pergi ke masjid Sakun di Kindah dan di manapun ia lewat senantiasa memberi kabar gembira kemenangan kepada masyarakat. [10]
 
Memasuki Kufah
Mukhtar memasuki Kufah setelah enam bulan dari kematian Yazid dan di pertengahan bulan suci Ramadhan. [11] Saat itu juga, Ibnu Zubair mengirim Abdullah bin Muthi’ sebagai gubernur Kufah. [12][13]
 
Mukhtar dan Kebangkitan Tawabin
Setelah memasuki Kufah, Mukhtar mendapat undangan dari Sulaiman bin Surad dan kebangkitan Tawabin. Dengan bertolak ia melihat tidak adanya keselarasan untuk kebangkitan, maka ia tidak melakukan kerjasama dengan mereka. Ia juga berkata kepada penduduk Kufah, Sulaiman tidak memiliki kemahiran dalam bidang pertempuran dan tidak mengetahui sandi-sandi pertempuran. Umar bin Sa’ad juga menemui penguasa Kufah dan mengatakan kelompok Tawabin tidaklah membahayakanmu, namun Mukhtarlah yang membahayakan bagi Kufah. [14] Karenanya saat terjadi kebangkitan Tawabin, Mukhtar berada di penjara para serdadu Abdullah bin Zubair. [15]
 
Sisa-sisa Kelompok Tawabin
Setelah kebangkitan Tawabin gagal, Mukhtar menulis kepada orang-orang tersisa dari mereka dan mengajak mereka untuk bergabung dengannya. Selain menjawab positif permintaan Mukhtar, mereka juga memberikan pesan bahwa mereka siap menyerbu penjara dan membebaskan Mukhtar. Mukhtar meminta mereka supaya menghentikan, karena beberapa hari lagi dirinya akan bebas. Ia menulis kepada Abdullah bin Umar, suami saudarinya, Shafiyyah binti Abi Ubaid, ia memintanya supaya menjadi mediasi baginya dan menyiapkan sarana-sarana kebebasannya, Abdullah bin Umar melakukan hal tersebut dan membebaskan Mukhtar dari penjara.
 
Komitmen dengan Penguasa Kufah
Penguasa Kufah, Ibrahim bin Muhammad saat membebaskan Mukhtar, memintanya supaya tidak melakukan tindakan-tindakan yang menentang pemerintahan dan berjanji jika melakukan hal-hal tersebut, maka ia akan mengorbankan seribu onta dan akan memerdekakan semua hamba sahayanya, baik laki-laki maupun perempuan. Mukhtar pun berjanji dan ia pun dibebaskan dari penjara.
 
Setelah bebas, ia berkata berkorban seribu onta di hadapan tujuanku adalah hal yang sepele, dan demikian juga aku siap untuk sampai kepada tujuanku dan aku sama sekali tidak memiliki hamba sahaya. Ia mengatakan hal tersebut dan meneruskan jalannya. [16]
 
Pendahuluan Kebangkitan
Dengan melihat bahwa para ajudan pemerintah selalu mengawasi gerak gerik Mukhtar, Mukhtar pertama-tama secara sembunyi-sembunyi memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan pasukan. Para duta Mukhtar dan orang-orang terdekatnya adalah sebagai berikut:
 
Saib bin Malik al-Asy’ari, salah seorang pemimpin Syiah Irak dan datuk Asy’ari Qom
Yazid bin Anas
Ahmar bin Shamit
Rufa’ah bin Shaddad, salah seorang pemipin kebangkitan Tawabin
Abdullah bin Shaddad al-Bajali, salah seorang pemimpin Tawabin.
Duta Muhammad bin Hanafiyyah
Di Kufah, Mukhtar mengumumkan bahwa dirinya adalah duta Muhammad bin Hanafiyyah dan menamakan dirinya sebagai amin (kepercayaan), menteri dan pemimpin dari pihaknya, yang atas perintahnya melakukan kebangkitan guna memerangi orang-orang Atheis, dan menuntut darah Ahlulbait As. [17][18]
 
Kebimbangan atas Klaim Mukhtar
Sejumlah Syiah berkumpul di rumah Si’r bin Abi Si’r Hanafi. Abdur Rahman bin Syuraih mengatakan, Mukhtar mengkalim sebagai wakil Muhammad bin Hanafiyyah, sekarang kita pergi ke Madinah dan mengetahui validitas klaim Mukhtar. [19]
 
Pertemuan Orang-orang Kufah dengan Ibn Hanafiyyah
Para delegasi yang dipimpin Abdur Rahman bin Syuraih hendak menuju Madinah dan menemui Muhammad bin Hanafiyyah. Mereka mencari berita tentang kebangkitan Mukhtar dan perwakilannya dari pihak Muhammad. Muhammad menjawab, demi Allah aku mencintai Allah melalui perantara setiap orang dari para hamba-Nya yang menuntut balas terhadap para musuh-musuh kami. [20]
 
Allamah Majlisi menukil dari Ibnu Nama, Muhammad bin Hanafiyyah membawa mereka menemui Imam Sajjad As guna mendapatkan kewajiban. Imam Sajjad As berkata, wahai paman, jika seorang hamba dari Zanzibar bangkit membela kami maka wajib bagi masyarakat untuk membantunya dan aku menjadikanmu sebagai wakil, dengan demikian apa yang baik maka lakukanlah. [21]
 
Mereka keluar dari Madinah dan mengatakan sesungguhnya Imam Zainal Abidin dan Muhammad bin Hanafiyyah telah memberikan izin kepada kita. [22][23] Dan setelah kembali, merekapun membenarkan klaim Mukhtar. [24][25]
 
Mungkin dengan berdasarkan riwayat tersebut, dimana sebagian para ulama besar Syiah seperti Ayatullah Khu’i[26] dan al-Mamqani[27] meyakini bahwa kebangkitan Mukhtar dengan izin khusus Imam Zainal Abidin As.
 
Peran Ibrahim bin Malik al-Asytar
Mukhtar demi kemajuan tujuan-tujuan kebangkitan, dengan saran para pemimpin Syiah mengajak Ibrahim bin Malik al-Asytar untuk bergabung dalam kebangkitannya. [28] Awal mulanya Ibrahim bimbang, namun setelah melihat surat Muhammad bin Hanafiyyah yang mendukung Mukhtar dan kesaksian sejumlah pembesar Syiah akan validitas surat tersebut, akhirnya iapun membaiat Mukhtar. [29] Ia merupakan tokoh kedua, yang memiliki peran signifikan dalam kebangkitan tersebut.
 
Tanggal Dimulainya Kebangkitan
Dengan perencanaan para pemimpin, diputuskan kebangkitan dimulai hari Kamis tanggal 14 Rabiul Awwal[30] , namun dengan terjadinya bentrokan antara Ibrahim dengan Ayas bin Mazarib, pemimpin pasukan militer Kufah yang menyebabkan tewasnya ia, maka kebangkitan diajukan menjadi hari Selasa, 12 Rabiul Awwal tahun 66. [31]
 
Semboyan
Mukhtar memerintahkan Abdullah bin Shaddad supaya memulai kebangkitan dengan semboyan Ya Manshur Ummat, yakni Wahai penolong umat[32] . Semboyan ini dilontarkan oleh Rasulullah Saw dalam perang Badar[33] dan Bani Mushthaliq[34] . Salah satu cabang kebangkitan-kebangkitan Syiah berikutnya juga menggunakan semboyan tersebut. Selanjutnya semboyan ini juga dipakai dalam kebangkitan Zaid bin Ali [35][36] , Muhammad Nafs Zakiyyah, Ibrahim bin Abdullah. Demikian juga Mukhtar memerintahkan Sufyan bin Laila dan Qudamah bin Malik agar memakai semboyan Ya Latstsaratal Husein, yakni Penuntut Darah Husein. [37]
 
Selanjutnya, kebangkitan dilakukan secara terang-terangan dan akhirnya setelah beberapa hari konflik, Abdullah bin Muthi’ penguasa Kufah kabur. [38][39] Abdullah bin Muthi’ dilantik oleh Abdullah bin Zubair sebagai penguasa baru Kufah guna menumpas kebangkitan tersebut. [40][41]
 
Memasuki Istana Kufah
Mukhtar memasuki istana Kufah pada hari Jumat 15 Rabiul Awwal tahun 66, dan salat Jumat dilaksanakan dengan dipimpin olehnya sendiri. Sebelum salat ia mengutarakan dua khutbah dan di situ ia menjelaskan tujuan-tujuan kebangkitannya, dan selanjutnya diselenggarakan acara baiat.
 
Pembagian Kedudukan Pemerintah
Abdullah bin Harits Nakha’i, paman Ibrahim bin Malik, gubernur Armenia
Muhammad bin Umar, gubernur Azerbaijan
Abdul Rahman bin Said bin Qais, gubernur Mosul
Ishak bin Mas’ud, gubernur Madain
Said bin Hudzaifah bin Yaman, gubernur Halawan
Abdullah bin Malik Tha’i, hakim Kufah
Abu Umrah Kaisan, pemimpin pasukan militer di dalam Kufah
Membalas Para Pembunuh
Terkabulnya Kutukan Imam Sajjad As
Minhal bin ‘Amr mengatakan, aku menemui Imam Sajjad As di Madinah. Beliau bertanya tentang Harmalah. Saat saya di Kufah ia masih hidup, ucapku. Imam berkata, Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya. Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya., Ya Allah cicipkanlah besi panas untuknya…[42]
 
Surat Jaminan Umar bin Sa’ad
Umar bin Sa’ad mengutus Abdullah bin Ja’dah, salah seorang kerabat dekat Imam Ali As untuk menemui Mukhtar guna meminta jaminan keamanan untuknya. Mukhtar dengan mempertimbangkan kemaslahatan memberikan keamanan untuknya, dengan syarat tidak keluar hadas darinya dan tidak keluar dari Kufah.
 
Pembatalan Surat Jaminan
Saat berita kekhwatarian Muhammad bin Hanafiyyah tentang kebebasan Umar bin Sa’ad sampai pada Mukhtar[43] , maka ia merencanakan untuk membunuh Umar bin Sa’ad. Dengan demikian, di tengah-tengah kerabat Umar bin Sa’ad mengabarkan pembunuhan pelaku utama peristiwa Karbala pada hari-hari mendatang. Mukhtar dalam teks surat jaminan menuliskan kalimat-kalimat ambigu yang dapat membatalkannya setiap saat yang dikehendakinya. Dalam surat jaminan tersebut dikemukakan, kamu dalam keamanan dengan syarat kamu tidak melakukan hadas. Imam Baqir As dalam menjelaskan hadas dalam surat jaminan Mukhtar mengatakan, maksud Mukhtar adalah hadas yang tidak membatalkan wudhu. [44] Mukhtar mengirim Abu Umrah supaya pergi ke rumahnya untuk membunuhnya dan Abu Umrah setelah membunuhnya, mengirim kepalaUmar bin Sa’ad ke hadapan Mukhtar.
 
Pertempuran dengan Pemerintahan Syam
Mayoritas pembunuh para syuhada Karbala yang ada di Kufah sudah menemui ajal dan sedikit sekali dari mereka yang berhasil kabur dan selamat. Setelah itu, Mukhtar bertekat untuk membalas para pelaku utama kesyahidan Imam Husein As, yakni Bani Umayyah, ia berencana melawan pemerintah Syam. Menurut sebagian keterangan, setelah tewasnya para pembunuh Imam Husein As, harapan terbesar Mukhtar adalah persiapan dan pengiriman pasukan Ibrahim menuju Syam. [45]
 
Pengiriman Ibrahim bin Malik
Mukhtar, dua hari setelah pembasmian para pembunuh Imam Husein As, pada bulan Dzulhijjah tahun 66 H. berpamitan dengan Ibrahim dan mengutusnya menuju Syam. [46][47] Dari sisi lain juga Ubaidillah bin Ziyad dengan jumlah pasukan yang banyak dikirim untuk melawan Ibrahim dan dua pasukan SALING bertemu di dekat Mosul.
 
Pasukan Ibrahim berjumlah 120.000 orang, sementara 8.000 orang asal Iran dan 4.000 dari masyarakat berbahasa Arab[48] . Dalam sebagian laporan diprediksikan jumlah pasukan Ibrahim mencapai 20.000-30.000 orang. [49]
 
Berhadap-hadapan dengan Ibnu Ziyad
Pasukan Ibrahim berhadapan dengan 80.000 pasukan Ibnu Ziyad[50] di sekitar Mosul. Pertempuran tersebut dimenangkan oleh Ibrahim. Orang-orang seperti Abdullah bin Ziyad, Hushain bin Numair dan Syarhabil bin Dzi al-Kila’ tewas[51] dalam pertempuran tersebut, Ubaidillah bin Ziyad tewas pada hari Asyura tahun 67 H. [52] Jasad Ubaidillah bin Ziyad dibakar[53] dan kepalanya dibawa ke hadapan Mukhtar di Kufah dan dari situ ia mengirim kepala tersebut ke Madinah untuk Imam Sajjad As dan Muhammad bin Hanafiyyah. [54]
 
Kepala Ibnu Ziyad di Madinah
Saat kepala Ibnu Ziyad tiba di hadapan Imam Sajjad As, beliau sedang makan. Beliau mengatakan, saat kami dibawa ke hadapan Ziyad, ia sedang makan dan kepala ayahku ada di hadapannya. Kemudian saya berkata, ya Allah, janganlah kau ambil nyawaku sampai Engkau perlihatkan kepala Ibnu Ziyad kepadaku. [55]
 
Pasukan Khasyabiyyah
Abdullah bin Zubair, Muhammad bin Hanafiyyah dan Abdullah bin Abbas beserta 17 orang Bani Hasyim, termasuk Hasan al-Mutsanna dipenjarakan dalam sebuah goa bernama Syi’ib ‘Arim dan mengancam akan membakar mereka jika tidak berbaiat. Muhammad bin Hanafiyyah mengirim sebuah pesan kepada Mukhtar dan meminta bantuanya, Mukhtar pun mengirim sebuah pasukan ke Mekah yang bersenjatakan kayu semata. Kelompok ini terkenal dengan Khasyabiyyah, yakni para pemilik kayu. [56] Bersenjatakan kayu dikarenakan menjaga kemuliaan kota Mekah dan tidak memasuki kota tersebut dengan pedang. [57]
 
Urwah bin Zubair dalam menjustifikasi kinerja saudaranya terkait pembakaran Bani Hasyim mengatakan, ia melakukan hal tersebut agar tidak terjadi perpecahan dan konflik dan juga kaum muslim sama lain SALING bersatu dan mereka (Bani Hasyim) juga mentaatinya dan hasilnya mereka SALING bersatu, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Umar bin Khattab terhadap Bani Hasyim, saat mereka berlambat-lambat dalam membaiat Abu Bakar. [58]
 
Pertempuran Mush’ab dan Mukhtar
Beberapa pembunuh Imam Husein As berhasil kabur. Mereka yang dikepalai oleh Muhammad bin al-Asy’ats dan Syabts bin Rub’i pergi menuju Bashrah dan memprovokasi Mush’ab bin Zubair agar memerangi Mukhtar.
 
Pertempuran di luar Kufah
Awalnya dua pasukan saling berhadap-hadapan di sebuah kawasan bernama Mazar. Pasukan Mukhtar dengan dipimpin oleh Ahmar ibnu Shamit dan bantuan Abdullah bin Kamil dan kehadiran Abu Umrah Kaisan serta pasukan Mush’ab dengan dipimpin oleh Mush’ab dan kehadiran Muhallab bin Abi Shufrah dalam medan pertempuran menyebabkan pasukan Mukhtar mengalami kekalahan telak. Ibnu Shamit, Ibn Kamil dan Abu Umrah serta banyak sekali orang-orang Iran tewas dalam pertempuran tersebut.
 
Kemudian berlangsung pertemuan dengan dihadiri Mukhtar di luar Kufah, sementara dalam pertempuran tersebut juga pasukan Mukhtar mengalami kekalahan besar dan mundur ke Kufah. Muhammad bin Asy’ats tewas dalam pertempuran tersebut.
 
Pertempuran di dalam Kota
Pasukan Mush’ab bergerak menuju kota dan setelah konflik di dalam kota, akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Mukhtar dan mereka mengepung Dar al-Imarah. 6.000 orang bersama Mukhtar berada dalam Darul Imarah. Mukhtar menyarankan supaya menyerbu musuh dan terbunuh secara mulia, namun mereka tidak menerimanya.
 
Pembunuhan Mukhtar
Mukhtar bersama 19 orang keluar dari istana dan tewas setelah pertempuran tidak seimbang tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 Ramadhan tahun 67 H. [59]
 
Termasuk orang-orang yang ikut tewas pada hari itu adalah Abdullah dan Abdur Rahman, putra Hujr bin Adi[60] dan Saib bin Malik Asy’ari, datuk Asy’ariyyun Qom. [61]
 
Nasib Orang-orang yang Dikepung
Orang-orang yang tidak bersedia melaksanakan perintah Mukhtar dan tidak mau terbunuh secara mulia dalam konflik dengan pasukan Mush’ab, setelah Mukhtar, 6.000 orang tersebut ditangkap dan dipancung. [62] Suatu hari Mush’ab melewati Abdullah bin Umar. Abdullah berkata kepadanya, engkau adalah orang yang telah membunuh 6000 penduduk ahli Kiblat. Mush’ab menjawab, mereka adalah kafir. Abdullah mengatakan, jika dengan bilangan tersebut yang engkau bunuh adalah kambing sebagai warisan dari ayahmu, ini adalah hal yang mubazir dan haram, terlebih-lebih terhadap kaum muslim. [63][64]
 
Terbunuhnya Istri Mukhtar
Pasca kematian seluruh tawanan, Mush’ab mendatangi dua istri Mukhtar, Ummu Tsabit binti Samurah bin Jundub dan Umrah binti Nu’man bin Basyir dan meminta mereka supaya menjelek-jelekkan Mukhtar. [65] Ummu Tsabit melakukannya dan ia pun dibebaskan; namun Umrah mengatakan, semoga Allah merahmatinya, sedangkan ia termasuk salah seorang hamba salih Allah; dengan demikian Mush’ab memerintahkan supaya membunuhnya, dan seseorang bernama Mathar membunuhnya. Ya’qubi menulis, Mush’ab meminta pendapat Umrah terkait Mukhtar, ia menyebut baik Mukhtar dan mengatakan, sesungguhnya ia orang yang bertakwa, suci dan sering berpuasa. Mush’ab memerintahkan supaya membunuhnya. Umrah adalah wanita pertama dalam Islam yang dipenggal lehernya. [66]
 
Pranala Terkait
Kebangkitan Tawabin
Mukhtar
Daumah binti Wahab
Ibrahim bin Malik Asytar
Abu Ubaid Tsaqafi

 

Catatan Kaki :

1. ‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 378.
2. ‘‘Afarinesh wa Tārikh’’, Terjemahan. jld. 2, hlm. 908.
‘‘Tārikh Ibn Khaldun’’, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 37.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 5, hlm. 575.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 317.
‘‘Afarinesh wa Tārikh’’, Terjemahan. jld. 2, hlm. 910.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 380.
,
‘‘Al-Kāmil’’, jld. 4, hlm. 174.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 5, hlm. 578.
‘‘Tārikh Ibn Khaldun’’, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 43.
‘‘Afarinesh wa Tārikh’’, Terjemahan. jld. 2, hlm. 911.
‘‘Tārikh Ibn Khaldun’’, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 44.
‘‘Al-Kāmil’’, jld. 4, hlm. 172.
Imtā’ al-Asmā’ , jld. 12, hlm. 251.
‘‘Tajārub al-Umam ’’, jld. 2, hlm. 137.
‘‘Imtā’ al-Asmā’l’’, jld. 12, hlm. 250.
‘‘Tārikh al-Islām’’, jld. 5, hlm. 62.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 384.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 6, hlm. 14.
‘‘ Bihār al-Anwār’’, jld. 45, hlm. 365.
,
Riyadh al-Abrar fi Manaqib al-Aimmah al-Athhar, jld. 1, hlm. 298.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 384.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 6, hlm. 14.
‘‘Mu’jam al-Rijāl’’, jld. 18, hlm. 100.
‘‘Tanqih al-Maqāl’’, jld. 3, hlm. 101.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 6, hlm. 15.
, hlm. 16.
Tajarib al-Umam, jld. 2, hlm. 147.
Thabari, jld. 7, hlm. 183.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 309.
Thabaqat, jld. 2, hlm. 10; ‘‘Imtā’ al-Asmā’l’’, jld. 1, hlm. 106.
Al-Isti’ab, jld. 2, hlm. 656.
Thabari, jld. 7, hlm. 183.
Maqatil, hlm. 133.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 390.
, hlm. 392.
Thabari, jld. 6, hlm. 27.
‘‘Afarinesh wa Tārikh’’, Terjemahan. jld. 2, hlm. 911.
‘‘Tārikh Ibn Khaldun’’, Terjemahan teks, jld. 2, hlm. 44.
Kasyf al-Ghimmah fi Ma’rifah al-Aimmah, jld. 2, hlm. 112.
‘‘Tārikh Thabari’’, jld. 6, hlm. 62.
, hlm. 61.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 423.
,
‘‘Al-Amāli’’ (Thusi), ‘‘al-Nash’’, hlm. 240.
Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 334.
‘‘Al-Akhbār al-Thiwāl’’, hlm. 293.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 363.
, hlm. 426.
Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 386.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 426.
Bihar al-Anwar, jld. 45, hlm. 386.
, hlm. 336.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 284.
‘‘Al-Kāmil’’, jld. 4, hlm. 251.
Syarh Nahjul Balaghah li Ibni Abil Hadid, jld. 20, hlm. 147.
Tarikh Qom, hlm. 290.
Al-Ishabah, jld. 2, hlm. 34.
Tarikh Qom, hlm. 290.
Al-Muntadzam, jld. 6, hlm. 66.
Al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 8, hlm. 289.
‘‘Ansāb al-Asyrāf’’, jld. 6, hlm. 445.
‘‘Al-Akhbār al-Thiwāl’’, hlm. 309.
‘‘Tārikh Ya’qubi’’, jld. 2, hlm. 264.