Kucium Kakimu!

Banyak kisah yang menceritakan tentang keksatriaan Imam Ali as. Antara lain kejadian dengan Amr bin Abdiwud dan semacamnya. Demikian juga disebutkan bahwa dalam salah satu perang. Lawan Imam Ali tertarik pada pedang beliau. Dia berkata kepada Imam Ali, “Hai Ali engkau punya pedang yang bagus dan enak dipegang. Setiap ahli perang pasti menginginkan pedang seperti pedangmu...”
Mendengar ucapan ini Imam Ali segera melemparkan pedangnya ke arah dia dan berkata, “Pedang ini milikmu!”
 
Lelaki itu merasa takjub dan tidak percaya seraya berkata, “Apakah di saat pertempuran Engkau memberikan pedangmu kepada musuhmu?”
 
Imam Ali berkata, “Iya. Kau telah meminta sesuatu padaku. Oleh karena itu, tidak ksatria bila ada seseorang meminta sesuatu padanya dan dia tidak mau memberikannya kepada sang peminta.”
 
Lelaki ini terpengaruh oleh keagungan perilaku Imam Ali sehingga dia menundukkan dirinya pada kaki Imam Ali dan berkata, “Yang menjadikan Engkau besar dan ksatria adalah agama dan keyakinanmu. Untuk itu, aku menerima agamamu dan aku akan mencium kakimu.”
 
 
Bersikap Ksatria di Hadapan Sikap Tidak Ksatria
 
Pasukan Imam Ali sampai di Shiffin [sebuah daerah di tepi sungai Dajlah, perang Shiffin terjadi di daerah ini dan pasukan Islam berhasil memukul telak musuh]. Beliau tahu bahwa para pasukan yang ada kelelahan dan haus. Untuk itu, kepada para pasukannya Imam Ali berkata, “Bukalah jalan itu supaya orang-orang yang haus menuju ke air dan menghilangkan rasa hausnya.”
 
Padahal para pasukan Muawiyah yang terlebih dahulu sampai di sungai Furat, mereka telah menutup jalan menuju Furat atas perintah Muawiyah. Dan tidak mengizinkan para sahabat Imam Ali untuk menggunakan air Furat.
 
Imam Ali marah melihat sikap tidak ksatria Muawiyah. Beliau mengirim utusan untuk menyampaikan ucapan kepada Muawiyah, “Pertengkaran dan permusuhan kita ada di medan perang. Yang menang dan yang kalah akan ditentukan di medan perang. Sekarang bukalah jalannya air supaya engkau tidak terkenal sebagai orang yang tidak ksatria.”
 
Muawiyah bermusyawarah dengan para komandannya dan hasilnya adalah tidak membuka jalan air. Agar barangkali para pasukan Imam Ali mengurungkan niatnya dari berperang karena kehausan dan kelemahan yang parah atau bila perang terjadi, kehausan akan menjadi sebab kekalahan mereka. Namun Amr bin Ash berkata, “Bukalah jalannya air, karena bila kalian tidak melakukan hal ini, maka mereka akan mengambilnya dengan paksa dan kalian akan terhina dan rendah.”
 
Muawiyah tidak menerima usulan Amr bin Ash. Salah seorang pasukan Muawiyah berkata, “Bila orang-orang Kafir Romawi meminta air kepada kita, maka kita wajib untuk memenuhi permintaan mereka. Apalgi ini para sahabat Rasulullah dan anak-anak beliau ada di sini. Jangan sampai mereka tidak diberi air.”
 
Muawiyah tidak menerima.
 
Malam itu para pasukan Imam Ali menahan haus sampai pagi. Namun kehausan membuat mereka kehabisan tenaga. Imam Ali berkata, “Sebelum terlambat, seranglah pasukan Muawiyah dan ambillah air!”
 
Para pasukan Imam Ali menyerang para pasukan Muawiyah dan berhasil mengambil air. Amr bin Ash berkata kepada Muawiyah, “Aku sudah berkata kepadamu, Ali akan mengambil air dan kita akan terhina.”
 
Muawiyah berkata, “Celakalah kita! Ali akan menutup air dan kita akan mati kehausan!”
 
Amr bin Ash berkata, “Tidak. Dia adalah seorang pemaaf dan ksatria. Yakinlah bahwa dia tidak akan menutup jalannya air.
 
Dan kenyataannya, kata-kata Amr bin Ash benar. Imam Ali tetap membuka jalannya air supaya siapa saja yang memerlukan, bisa menggunakannya.
 
Hukuman Sebelum Kejahatan, Jangan Pernah!
 
Thalhah dan Zubair adalah sahabat  Rasulullah Saw. Keduanya ikut serta di pelbagai peperangan bersama Rasulullah Saw. Namun kesombongannya membuat keduanya di zaman khilafah Imam Ali berada di barisan musuh Imam.
 
Perselisihan dan permusuhan keduanya dengan Amirul Mukminin bermula ketika Imam Ali as terpaksa harus menerima jabatan khalifah dan masyarakat berbaiat kepadanya.
 
Thalhah dan Zubair mengirim pesan kepada Imam Ali, mengapa ketika menerima khilafah tidak bermusyawarah dengannya.
 
Kemudian keduanya menemui Imam Ali dan berkata, “Kami akan berbaiat kepadamu dengan syarat Engkau menyertakan kami dalam khilafahmu!”
 
Alhasil, permusuhan mereka terhadap Imam Ali mencapai puncaknya. Suatu hari salah satu intel Imam Ali membawa kabar bahwa Thalhah dan Zubair sedang menyiapkan peperangan melawan Imam Ali.
 
Para sahabat Imam Ali berkata, “Wahai Ali! Waspadalah. Siapkan pasukan untuk menyerang mereka. Mereka harus ditekan sebelum melakukan konspirasi atau kirimlah seseorang untuk memberangusnya secara sembunyi-sembunyi. Supaya api fitnah mereka padam sebelum berkobar.
 
Namun Imam Ali berkata, “Jangan pernah! Saya takut kepada Allah untuk melakukan hukuman sebelum kejahatan. Bila keduanya secara terang-terangan menyerang kita, maka kita akan berperang melawan mereka dan akan kita potong tangan mereka.”
Kemudian dalam beberapa waktu ke depan, Thalhah dan Zubair dengan diketuai Aisyah menciptakan perang Jamal melawan Imam Ali dan ketahuan bahwa kabar yang dibawa intel itu benar.