Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

ISLAM AGAMA SOSIAL

2 Pendapat 04.5 / 5
Salah satu kelebihan Islam dibandingkan agama dan aliran kepercayaan yang lain ialah bahwa Islam merupakan agama sosial. Islam tidak sekadar menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban individual, seperti membangun kepribadian, penyucian jiwa, dan bimbingan ruhani.
 
Agar pembahasan ini menjadi jelas, pertama yang kita perhatikan ialah bahwa kebahagiaan merupakan tujuan yang paling utama dan paling mendasar bagi seluruh umat manusia.
Semua orang pasti menginginkan yang terbaik, keutamaan dan kemuliaan, dan meraih kedudukan yang tertinggi serta mencapai puncak kesempurnaan. Tidak seorangpun di dunia yang menginginkan hidup dalam kekurangan. Semuanya selalu mendambakan kesuksesan dan kebahagiaan.
 
Setiap orang ingin kaya, memiliki segalanya, sempurna dan terus berkembang. Mereka tidak mau jika, dalam hidupnya, memiliki kualitas hari sekarang lebih baik dari hari berikutnya, dan begitu seterusnya.
Di samping cinta kepada kesempurnaan, perkembangan dan keutamaan, di dalam menempuh kesempurnaan dan perkembangannya, manusia juga berharap dapat melangkah dengan baik tanpa adanya hambatan sedikitpun. Oleh karena itu, apabila, dalam perjalanan hidupnya, mengalami hambatan dan kelambanan, maka ia akan merasa resah, sedih, dan gelisah.
 
Hal ini merupakan karakteristik manusia yang oleh para ulama Islam disebut dengan kecenderungan fitrah manusia akan kesempurnaan.
Tidak ada yang meragukan adanya kecenderungan tersebut dalam diri manusia. Tidak ada satupun aliran agama dan kepercayaan yang berselisih mengenai hal ini. Mereka tidak hanya percaya akan adanya kecenderungan tersebut, tetapi juga terus berusaha untuk mencapai kesempurnaan insani dengan melontarkan metode-metode yang khas. Dengan kata lain, perbedaan antara aliran agama dam kepercayaan sebenarnya terletak pada: yang manakah kesempumaan dam kebahagiaan manusia yang hakiki itu? Dan dengan jalan apakah, manusia bisa sampai ke sana?
Dengan menelaah berbagai agama dan keyakinan, agama Ilahi ataupun ajaran materialisrne, dapat diungkap bahwa semua aliran mengajak kepada jalan yang dapat mengantarkan manusia kepada kebahagiaan yang hakiki. Oleh karena itu, perbedaan yang mendasar di berbagai aliran agama adalah: bagaimana caranya manusia dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan? Jalan apa yang harus ditempuh? Apa yang harus dikerjakan? Moral yang bagaimanakah yang harus diterapkan, sehingga kebahagiaan dan kedamaian dapai diraih?
Telah kami ungkapkan bahwa selain memiliki kecenderungan akan kesempurnaan, manusia juga menginginkan bahwa keinginan untuk sempurna, berkembang dan maju ini tidak ada batasnya. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa manusia mendambakan suatu kesempurnaan yang mutlak, abadi, dan tak terbatas. Alhasil, jika menerima hal ini, maka pada hakikatnya kita telah menerima adanya kesempumaan ini yang dijelaskan oleh Islam. Kesempurnaan manusia adalah dekat dengan Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Mengapa segala wujud selain Tuhan tidak mutlak dan terbatas? Kesimpulannya adalah bahwa, dalam pandangan Islam, ketika manusia ingin mencapai kesempumaannya yang hakiki, yaitu dekat dengan Tuhan, maka pendekatan diri ini hanya dapat- dicapai dengan ketaatan terhadap segala perintah dan menjalankan undang-undang-Nya serta mengharapkan ridha Allah. Setelah itu, barulah ia bisa dekat dengan Tuhan.
Dengan penjelasan ini, dalam pandangan Islam, segala wujud selain Tuhan akan musnah dan binasa. Tiada sesuatupun yang mampu menjawab kecenderungan abadi yang ada dalam diri manusia, selain Allah SWT. Karena itu, jika seseorang beranggapan bahwa kebahagiaan itu terletak pada kekayaan yang melimpah, maka anggapan itu salah karena uang dan harta berapapun banyaknya tetap terbatas dan akan musnah. Kenyataannya, manusia yang hidup di dunia ini harus menghadapi banyak masalah dan problem yang tidak dapat diselesaikan dengan banyaknya uang. Uang tidak membuat manusia merasakan kedamaian, kebahagiaan serta memiliki segalanya. Akan tetapi, Allah SWT, Pencipta segala wujud, Tuhan alam semesta Yang Mahakekal dan Mahaabadi, adalah sumber segala kesempurnaan, kebaikan, dan keindahan. Oleh karena itu, hanya dengan berserah diri dan bergantung kepada-Nya, manusia akan menggapai keabadian dan meraih segalanya. Al-Quran dalam hal ini menyatakan, Wahai manusia, kalian semua fakir di hadapan Allah dan Allah Mahakaya lagi Terpuji (QS al-Fathir:15).
 
Imam Husain as dalam Doa Arafah yang indah dan penuh hikmah mengatakan, Apa yang bisa didapat oleh seorang yang kehilangan-Mu, dan apa yang bisa hilang dari seorang yang telah menemukan-Mu? Doa ini menjelaskan bahwa Allah SWT adalah segalanya bagi semua keberadaan. Barangsiapa yang berpaling kepada sesuatu selain Allah, maka pada hakikatnya sesuatu yang dinilai fana itu akan musnah dan binasa. Oleh karena itu, ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Sedangkan orang yang berpaling kepada Allah, maka ia tidak akan menemukan kekurangan apapun dan senantiasa merasa berkecukupan.
Dengan keterangan mukadimah ini, sekarang harus kita lihat bahwa Islam mempunyai suatu pandangan tentang bagaimana manusia bisa dekat dengan Allah dan bagaimana mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Untuk menjawab pertanyan ini, sebuah ayat al-Quran menyatakan, Barangsiapa yang mengharap bertemu dengan Allah, maka ia harus berbuat kebaikan dan ia dalam ibadahnya tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun (QS al-Kahfi:110)
Ayat ini menyebutkan dua syarat untuk berjumpa dengan Allah SWT dan meraih rahmat-Nya yang begitu luas, memperoleh kedamaian dan kebahagiaan dunia-akhirat: pertama, beramal saleh; kedua, bertauhid dan ikhlas dalam melakukan ibadah kepada-Nya.
 
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa syarat untuk bisa menggapai kebahagiaan hakiki dalam pandangan Islam ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan tujuan memperoleh ridha-Nya dan menetapkan tingkatan-tingkatan penghambaan di hadapan Tuhan semesta alam. Hanya dengan ketaatan sepenuhnya atas perintah-perintah Allah-lah, manusia dapat memperoleh ridha-Nya dan mendapatkan rahmat serta anugrah-Nya.
Jika kita perhatikan semua undang-undang Allah, baik yang berkaitan dengan ibadah maupun yang lainnya, maka yang kita temukan di dalamnya lebih banyak menjelaskan tentang hubungan antara manusia dengan sosialnya. Jarang sekali kita temukan dalam undang-undang syar'i itu hal yang membicarakan masalah individual tanpa mengkaitkan dengan masalah sosial. Lebih jelasnya, ketika Islam menyatakan bahwa ibadah dan penghambaan kepada Allah adalah satu-satunya jalan untuk bisa sampai kepada Tuhan dan mendapatkan rahmat-Nya yang tak terbatas, bukan berarti Islam tidak memperhatikan masalah sosial, seperti mengasingkan diri di tempat-tempat yang sepi dan tidak berhubungan dengan masyarakat. Akan tetapi dengan memperhatikan masalah-masalah sosial, saling membantu antarsesama, manusia dapat mencapai puncak kedekatan dan penghambaan kepada Allah SWT.
 
Undang-undang Islam tidak hanya sarat dengan masalah-masalah yang murni berkaitan dengan sosial, tetapi secara keseluruhan banyak memuat masalah-masalah ibadah. Hal ini termasuk ibadah sunnah seperti melakukan i'tikaf dalam rangka perenungan, penyucian diri, dan pembangunan jiwa serta pendekatan diri kepada Allah SWT. Yang harus diperhatikan dalam ber-i'tikaf ialah:
Pertama, ia harus dilakukan di dalam masjid jami.
Kedua, diperbolehkan keluar dalam keadaan i'tikaf di dalam masjid apabila ada kepentingan yang bersifat sosial seperti membesuk orang sakit dan lain sebagainya.
 
Perkembangan dan penguatan nilai-nilai insani dan kesempurnaan spiritual yang mengantarkan pada kebahagiaan yang hakiki, hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hubungan yang bersifat sosial. Harus dikatakan bahwa hakikat keberadaan dan potensi manusia untuk menghindari keburukan dan keegoisan serta menjaga kehormatan menjadi lebih tampak dengan berlaku baik, bertoleransi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa tugas seorang Muslim dalam memperoleh kesempurnaan dan kebahagiaan ialah dengan menjaga hubungan sosial, bukan melalui uzlah (mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat), khalwat (menyepi), dan duduk menyendiri tanpa memperhatikan masalah-masalah sosial. Nah, dengan menyimak pembahasan di atas, berikut ini ada beberapa perkara mengenai hukum dan ajaran sosial Islam yang ditekankan, antara lain:
 
1. Shalat Berjamaah
Mula-mula ada yang beranggapan bahwa shalat dipandang sebagai rukun ibadah yang paling mendasar, sebuah amalan ibadah kepada Allah yang bersifat individual dan yang memperoleh pahala di akhirat. Padahal yang harus diperhatikan adalah: Pertama, banyaknya anjuran Islam tentang shalat berjamaah memberi kesimpulan bahwa dasar agama Islam adalah mendirikan shalat secara berjamaah, kecuali jika kita terpaksa melakukan shalat sendirian. Dalam hal ini, al-Quran menyatakan, Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk (QS al-Baqarah:43)
 
Dalam situasi peperangan, ketika Rasulullah saw dan para pejuang Islam harus melawan orang-orang kafir, Rasul mendirikan shalat lima waktu dengan berjamaah. Imam Husain as di hari Asyura, dalam kondisi yang amat sulit, yakni dikepung oleh musuh-musuh Allah, ketika datang waktu zhuhur beliau mendirikan shalat berjamaah. Salah satu sahabat Imam yang bernama Sa'id bin Abdullah berdiri di hadapan musuh, menjadikan tubuhnya sebagai tameng untuk menghalangi panah-panah musuh yang melesat ke arah Imam, sehingga ia syahid. Imam as beserta para pengikutnya yang lain telah mendirikan shalat berjamaah. Rasulullah saw bersabda, Shalat yang tidak dilakukan di dalam masjid bersama kaum Muslimin, tidak akan diterima kecuali adanya uzur (Wasa'il asy-Syiah, juz 8, h.293)
Berdasarkan hadis ini, para faqih (fuqaha) dalam kitab-kitab fiqih mengatakan, Tidak menghadiri shalat berjamaah tanpa adanya alasan, tidak diperbolehkan. Tidak pantas bagi seorang Muslim meninggalkan shalat berjamaah dengan tanpa adanya uzur.
 
Demikianlah, Islam mengajarkan kepada kita, sehingga ketika melaksanakan shalat sendirian, yang harus perhatikan adalah saudara seiman kita dan mengesampingkan kepentingan diri sendiri. Dalam surat al-Fatihah ayat, Iyya ka nabudu wa iyyaka nastain (hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan) dan ucapan salam dalam tasyahud, Assalamu alaina wa ala ibadillah ash-shalihin (salam sejahtera bagi kami dan bagi hamba-hamba Allah yang saleh), kata ganti (kami) dalam dua bacaan ini bermakna jamak (plural) dan tidak memakai kata ganti tunggal.
 
2. Shalat Jum'at
Shalat yang diadakan sebagai ganti shalat zhuhur di hari Jum'at ini sangat ditekankan oleh Islam. Pada dasarnya, shalat Jum'at adalah ibadah sosial yang tidak dapat dilakukan secara sendirian.
Di hadapan para hadirin, dalam khutbahnya, imam shalat Jum'at harus memperhatikan masalah-masalah sosial yang terjadi dan harus menerangkan tentang masalah yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban sosial mereka.
 
3. Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Mengajak berbuat kebaikan dan mencegah berbuat keburukan merupakan dua kewajiban agama Islam. Dalam melaksanakan dua kewajiban ini, Allah SWT memberikan pujian terhadap umat Islam dalam firman-Nya pada surat Ali Imran: 110.
Mengenai pentingnya amar ma'ruf nahi munkar, sangat banyak ayat al-Quran dan hadis yang memberi dukungan kepada keduanya. Kita tidak boleh setengah-setengah dalam memperhatikannya. Kami hanya mengatakan, bahwa dasar penyariatan (tasyri) kedua kewajiban ini adalah perhatian yang penuh untuk menjaga kondisi dan keutuhan moral masyarakat. Islam menjelaskan semua masalah tentang kedua kewajiban di atas dengan selalu memperhatikan pentingnya kesejahteraan masyarakat.
 
4. dan 5. Khumus & Zakat
Khumus dan zakat adalah merupakan dua kewajiban sosial Islam, yang diwajibkan atas orang yang mampu dalam harta. Dengan ini, kaum Muslim harus mengeluarkan sebagian hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, terutama untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan orang-orang miskin yang ditangani oleh hakim syar'i.
Menunaikan zakat memiliki kedudukan yang cukup penting. Al-Quran seringkali, setelah menyebutkan perintah shalat, tanpa terpisah menyebutkan kewajiban zakat pada urutan berikutnya.
Di antaranya adalah ayat: al-Baqarah:43 dan; al-Haj:41. Selain itu, dalam ayat al-Baqarah:83, an-Nisa:77, al- Maidah:55 juga mengisyaratkan tentang hal ini.

Beberapa contoh hukum-hukum sosial Islam yang telah disebutkan di atas adalah sebagian kecil dari undang-undang sosial Islam dan masih banyak lagi hukum-hukum sosial Islam lainnya.
Hukum-hukum Islam seperti jihad, persatuan Islam, musyawarah, memperhatikan urusan-urusan kaum Muslim, saling berbuat kebaikan dan ketakwaan, peduli anak yatim dan fuqara serta lain-lain adalah contoh-contoh lain tentang hukum-hukum Islam. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Islam adalah sebuah agama yang menjelaskan tentang suatu jalan yang mengantarkan para penganutnya kepada kebahagiaan, kesempurnaan, dan kejujuran melalui interaksi sosial masyarakat. Pada hakikatnya, kaum Muslim harus bekerja sama dan tolong menolong dalam meraih kesempurnaan dan kebahagiaan.
Apabila kita bersepakat bahwa seorang Muslim mesti berlandaskan kepada hubungan sosial, maka ia harus melaksanakan tugas dan kewajibannya. Kesimpulannya. kita harus bersepakat bahwa:
Pertama, hubungan antaranggota masyarakat satu dengan yang lain mengandung hak dan tugas yang diemban dan harus diketahui.
 
Kedua, kumpulan dasar-dasar akhlak dan kaidah- kaidah sosial tentang hubungan antarmasyarakat serta semua perkara tentang urusan umat manusia dijaga dan diperhatikan oleh penegak hukum. Selain mereka, orang yang salah menyingkir dari masyarakat dan orang lain tidak akan mempedulikannya.