Amal Manusia dalam Pandangan Tafsir al-Mizan

Al-Qur’an dan riwayat menjelaskan bahwa segala perbuatan manusia di dunia ini memiliki dua perwujudan, salah satu dari keduanya akan mewujud di dunia dan yang lainnya akan mewujud di akhirat kelak. Misalnya shalat yang merupakan kumpulan zikir dan gerakan khusus akan menjelma menjadi suatu kebaikan di dunia ini dan shalat itu juga akan berubah menjadi suatu kebaikan di alam akhirat kelak. Demikian pula dengan amal-amal buruk lainnya[1].
 
Sangat banyak ayat yang menjelaskan bahwa manusia akan mendapatkan balasan atas perbuatan baik dan buruk yang ia kerjakan dan akan dikembalikan padanya. Adapun ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
 
1. Surah Zalzalah ayat 6-8
یَوْمَئِذٍ یَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِیُرَوْا أَعْمَالَهُمْ(6) فَمَنْ یَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَیْرًا یَرَهُ (7) وَمَنْ یَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا یَرَهُ (8)
Artinya:
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam aneka ragam kelompok, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Yang dimaksud dengan kalimat “yaumaizin yashdurunnasu asytatan..” adalah penjelasan bahwa tidak adanya pertentangan antara ayat “faman ya’mal mitsqala dzarratin…” dengan ayat-ayat yang menjelaskan  tentang penghapusan amal, dan pertukaran amal baik menjadi amal buruk dan begitupun sebaliknya.
 
Dan yang dimaksud dengan kebangkitan manusia pada hari kiamat dalam keadaan beragam kelompok adalah kebangkitan menuju tempat asal berdasarkan penghisaban amal masing-masing; ada yang kembali ke surga dan ada pula yang kembali ke neraka dan pada hari itu ahli surga dan ahli neraka akan berpisah dalam bentuk kelompok-kelompok sehingga mereka menyaksikan dan menerima balasan atas amal perbuatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat “faman ya’mal mitsqala dzarratin khairan yarah waman ya’mal mitsqala dzarratin syarran yarah”, ayat ini juga menjelaskan bahwa seluruh perbuatan baik dan buruk tanpa terkecuali dan sekecil apapun ia akan mendapatkan balasan dari Allah Swt.[2]
 
2. Surah al-Kahfi ayat 49
وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلا یَظْلِمُ رَبُّکَ أَحَدًا
Artinya:
“Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Secara zahir ayat di atas menjelaskan pembahasan baru dan bukan penafsiran terhadap ayat “wala yughadiru shagiratan wala kabiratan”  oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang didapati manusaia adalah amal perbuatannya yang setiap dari amal tersebut akan berwujud sesuai dengan apa yang telah ia kerjakan.[3]
 
3. Surah Thur ayat 16
إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا کُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya :
“Kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Kata “Innama” dalam ayat ini adalah bentuk “hasr” atau batasan yakni kalian akan diberi balasan dari apa yang kalian kerjakan dan perbuatan kalian kelak akan menjadi amal yang akan mendampingi kalian di akhirat. Kalimat “Innama tujzauna ma kuntum ta’malun”  adalah bentuk kausalitas atau hubungan sebab akibat  bagi kelaziman azab yang telah disebutkan dalam ayat tersebut. Dan maksudnya adalah azab yang  akan kalian dapatkan kelak tidak datang dari yang lain kecuali dari apa yang telah kalian kerjakan sebelumnya. Dan tidak logis jika antara pelaku dan amal perbuatan memiliki perbandingan yang bernegasi  yakni antara pelaku dan amal perbuatan itu selamanya berdampingan. Oleh karena itu pada hari kiamat apabila amal perbuatan berubah menjadi api neraka maka sampai selamanya berdampingan dengan pelaku amal tersebut. Olehnya balasan surga dan neraka adalah hasil dari perbuatan kita selama di dunia.[4]
 
4. Surah Takwir ayat 12-14
وَإِذَا الْجَحِیمُ سُعِّرَتْ (12) وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ (13)عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا أَحْضَرَتْ (14)
Artinya :
“Apabila neraka Jahim dinyalakan, dan apabila surga didekatkan, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dipersiapkan (untuk dirinya)”.
 
Kata “su’irat” dalam ayat tersebut bermakna dinyalakannya api yang berkobar yang panasnya menyebabkan keluarnya lidah dari rongga mulut. Dan kata “uzlifat” dalam ayat tersebut bermakna didekatkannya sesuatu sehingga masuk ke damnya. Maksudnya adalah pada hari kiamat surga akan didekatkan kepada para penghuninya sehingga mereka masuk ke damnya. Kalimat “alimat nafsun ma ahdharat”adalah bentuk jawaban atas kata “idza” yang terulang sebanyak 12 kali dalam ayat tersebut, dan yang dimaksud dengan kata “nafsun” adalah jenis manusia, dan maksud dari kalimat “ma ahdharat” adalah segala amal perbuatan setiap manusia yang ia telah kerjakan selama di dunia.[5]
 
5. Surah Taubah ayat 35
یَوْمَ یُحْمَى عَلَیْهَا فِی نَارِ جَهَنَّمَ فَتُکْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا کَنَزْتُمْ لأنْفُسِکُمْ فَذُوقُوا مَا کُنْتُمْ تَکْنِزُونَ
Artinya:
“Pada hari emas perak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengannya dibakar dahi, lambung, dan punggung mereka; (lalu dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta benda yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Kata “ahmaa” dalam ayat di atas bermakna memanaskan sesuatu yang mana manusia yang merasakan panas dari sesuatu itu, akan merasa kesakitan. Dan kata “tukwaa” pada ayat tersebut bermakna melekatkan sesuatu yang panas ke badan. Olehnya ayat tersebut dapat diartikan sebagai berikut: inilah azab yang kami persiapkan bagi para penimbun harta agar mereka takut dari apa yang mereka lakukan, dan kami mengancam mereka dengan azab tersebut, dan azab itu akan terjadi pada hari dimana harta-harta yang mereka tumpuk akan ditiupkan ke api neraka sehingga harta tersebut terbakar dan memerah dan kemudian dengannya akan ditempelkan ke dahi mereka, ke punggung mereka, dan ke tulang rusuk mereka dan dengannya mereka akan merasakan panas yang luar biasa, dan pada saat itu dikatakan kepada mereka inilaah harta-harta yang kalian tumpuk selama di dunia dan sekarang rasakanlah pedihnya azab tersebut karena ini semua adalah bentuk azab dari apa yang kalian lakukan dan dengannya kalian akan disiksa.[6]
 
6. Surah Yasin ayat 54
فَالْیَوْمَ لا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَیْئًا وَلا تُجْزَوْنَ إِلا مَا کُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Diserukan kepada mereka), “Pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak akan dibalas, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan”.
 
7. Surah naml ayat 90
وَمَنْ جَاءَ بِالسَّیِّئَةِ فَکُبَّتْ وُجُوهُهُمْ فِی النَّارِ هَلْ تُجْزَوْنَ إِلا مَا کُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan barang siapa yang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu dibalas, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu perbuat”.
 
8. Surah ahqaf ayat 19
وَلِکُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَلِیُوَفِّیَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لا یُظْلَمُونَ
Artinya:
“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah menyerahkan pekerjaan-pekerjaan mereka kepada mereka sendiri tanpa kurang sedikit pun, sedang mereka tidak dirugikan.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Maksud dari ayat di atas adalah setiap dari mereka yaitu orang-orang mukmin yang berbuat baik dan orang-orang kafir yang berbuat jahat mereka memiliki derajat yang berbeda-beda dari sisi ketinggian dan kerendahan derajat tersebut. Bagi ahli surga mereka memiliki derajat yang berbeda-beda demikian pula dengan ahli neraka mereka juga memiliki tempat yang berbeda-beda. Dan perbedaan itu disebabkan perbedaan tingkah laku mereka selama di dunia.[7]
 
9. Surah zumar ayat 70
وَوُفِّیَتْ کُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَا یَفْعَلُونَ
Artinya:
“Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Kata “taufiyah”bermakna memberi dan menerima sesuatu secara lengkap dan sempurna. Dan dalam ayat yang membahas tentang hal tersebut, berhubungan dengan amal perbuatan, yaitu dijelaskan bahwa pada hari kiamat amal-amal itu akan dikembalikan pada pemiliknya, bukan pahala dan ganjaran yang akan diberikan melainkna balasan atas amal perbuatan manusia dengan tujuan menghilangkan keraguan tentang keadilan pemberian balasan tersebut atas amal perbuatan manusia. dan pada kesimpulannya ayat ini menjelaskan kalimat atau ayat “wahum la yuzlamun” (mereka tidak dirugikan).
 
Yang dimaksud dengan ayat,“Wahuwa aa’lamu bima yaf’alun” adalah hukum dan ketetapan Tuhan yang telah dicatat dalam kitab (catatan amal) dan berdasarkan kitab tersebut dihisablah segala amal perbuatan manusia, demikian juga dengan dihadirkannya para nabi  dan syuhada, bukan berarti Allah Swt tidak mengetahui segala amal perbuatan manusia akan tetapi untuk menjalakna dan memutuskan segala ketentuan Allah atas dasar keadilan. Karena sesungguhnya Allah Swt maha mengetahui.[8]
 
10. Surah annisa’ ayat 10
إِنَّ الَّذِینَ یَأْکُلُونَ أَمْوَالَ الْیَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا یَأْکُلُونَ فِی بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَیَصْلَوْنَ سَعِیرًا
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Kandungan ayat di atas sama dengan kandungan ayat sebelumnya yaitu “lirrijali nashibun…” dan sesungguhnya ayat tersebut adalah bentuk ancaman bagi manusia yang memakan harta anak yatim dalam perkara warisan, serta menginjak-injak hak mereka. Dan ayat ini adalah salah satu dalil tentang perwujudan amal.[9]
 
11. Surah Zumar ayat 48
وَبَدَا لَهُمْ سَیِّئَاتُ مَا کَسَبُوا وَحَاقَ بِهِمْ مَا کَانُوا بِهِ یَسْتَهْزِئُونَ
Artinya:
“Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah pada hari itu (kiamat) amal buruk kalian di dunia yang kalian menganggapnya tertutupi pada saat itu akan jelas. Olehnya ayat ini sama dengan yang dimaksud oleh surat ali Imran ayat 30 yang artinya “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya” dan ayat ini juga menyampaikan apa yang dimaksudkan oleh surah annah atay 34 yang artinya “Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu mereka perolok-olokkan” demikian lah berbagai azab yang ditetapkan oleh Allah bagi mereka dan mereka merasakan azab yang pedih tersebut.[10]
 
12. Surah al Isra’ ayat 72
وَمَنْ کَانَ فِی هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِی الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِیلا
Artinya :
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”.
 
Allamah Thaba-thabai dalam Tafsir al Mizan menjelaskan:
Yang dimaksud dengan kata “hadzihi”  dalam ayat di atas adalah dunia ini karena kata  “fi hadzihi” diperhadapkan dengan kata  “fil akhirah”. Demikian pula dengan keberadaan konteks ayat tersebut adalah kesesuaian antara dunia dan akhirat yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan buta di akhirat bukanlah buta mata zahir, akan tetapi yang dimaksud dengan buta di akhirat adalah buta mata batin atau biasa disebut dengan istilah ketiadaan bashirah. Dan ayat tersebut dilanjutkan dengan kalimat “adhallu sabila” yang menunjukan kesesatan dan ketiadaan bashirah. Olehnya dapat disimpulkan bahwa makna hakiki dari ayat tersebut adalah “barang siapa yang di dunia ini tidak mengenal imamnya yang hakiki dan tidak berada di jalan kebenaran, maka orang-orang seperti ini kelak tidak akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dan tidak akan mendapatkan ampunan.[11]
 
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa amal perbuatan yang kita lakukan memimiliki dua bentuk perwujudan, yang pertama perwujudan amal di dunia dan kita bisa menyaksikannya dan juga ada bentuk perwujudan amal ukhrawi yang saat ini tersembunyi pada kita dan akan menemui kita di akhirat kelak. Bentuk perwujudan amal di dunia ini akan berpisah dari kita dengan perantara kematian dan akan bertemu dengan kita dalam bentuk hakiki di akhirat kelak, karena merupakan sebuah kelaziman hal ini terjadi dan manusia harus meninggalkan alam fana ini dan berpindah ke alam akhirat untuk mendapatkan balasan dari apa yang ia lakukan di dunia ini dan di akhirat kelak kita akan berjumpa dengan amal perbuatan kita yang senantiasa setia menemani kita dalam perjalanan panjang di akhirat sampai kita bertemu dengan rahmat ilahi di surga firdaus kelak insya Allah.

Catatan :
[1] Subhani, Ma’ad shenasi dar  partuye ketab wa sonnat wa akl, diterjemahkan oleh Ali shirwani, hal 111.
[2] Tafsir al Mizan, jil 20, hal:583
[3] Tafsir al Mizan, jil 20, hal:452
[4] Tafsir al Mizan, jil 19, hal:15
[5] Tafsir al Mizan, jil 20, hal:352
[6] Tafsir al Mizan, jil 20, hal:335
[7] Tafsir al Mizan, jil 18, hal:312
[8] Tafsir al Mizan, jil 17, hal:450
[9] Tafsir al Mizan, jil 4, hal:332
[10] Tafsir al Mizan, jil 17, hal:413
[11] Tafsir al Mizan, jil 13, hal:233