Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Menakar Amal Perbuatan

2 Pendapat 05.0 / 5
Realitas sosial adalah cermin dari prilaku individu dimana setiap manusia akan berbuat dengan kadar pengetahuan yang mereka miliki, apakah itu perbuatan baik atau buruk. Fenomena sosial yang paling sering kita temui adalah prilaku menganggap baik menolong orang miskin, memberikan mereka baju dari pakaian yang tidak lagi terpakai ataukah memberikan mereka sisa makanan yang ada di rumah ataukah sesekali menyumbangkan uang atau harta yang dimiliki. Segenap perbuatan ini akan dinilai baik dan terpuji, tapi pada hakikatnya kebaikan sebuah perbuatan mestinya dinilai dengan tiga komponen penting pertama pribadi yang melakukan perbuatan, kedua perbuatan itu sendiri dan ketiga tujuan dari perbuatan tersebut.
 
Ketiga komponen ini mestinya selaras satu sama lain, seumpama ketika kita mengatakan seseorang yang menyumbangkan seribu rupiah untuk pembangunan Mesjid akan di nilai sebagai satu hal yang baik, tapi hal ini akan lain ceritanya ketika kita mengatakan si fulan dengan gaji bulanan mencapai seratus juta tapi ia hanya menyumbangkan uang pembangunan mesjid senilai seribu rupiah!
 
Tentunya hal ini tetap bernilai sebagai perbuatan baik dari sisi perbuatan itu sendiri tapi belum tentu dari sisi pelaku dan tujuan dari perbuatan tersebut? Kenapa, karena jangan sampai uang seribu rupiah yang disumbangkan tapi dengan tujuan pamer apatah lagi jika uang yang di sumbangkan mencapai nilai jutaan atau bahkan ratusan juta, sehingga komponen ketiga yang merupakan tujuan dari sebuah perbuatan mesti harus menjadi penilaian akhir. Jika kita menilik seruan islam terkait dengan perbuatan baik maka kita akan menemukan seruan untuk melakukan kebajikan dengan bentuk yang terbaik (lilladzina ahzanul husna) dan bukan hanya sekedar melakukan perbuatan baik.
 
Terdapat kisah menarik di dalam kitab mastnawi yang menceritakan kisah pertemanan antara seekor beruang dengan seorang manusia, kedua makhluk ini kemudian bersepakat untuk berbuat baik dan melindungi satu sama lain, hingga pada suatu ketika siberuang dan simanusia melakukan perjalanan dan di tengah terik matahari mereka kemudian beristirahat di bawah sebuah pohon, dikarenakan lelah yang menghampiri simanusia, ia kemudian berkata saya ingin tidur sejenak dan beruangpun berkata; silahkan dan saya akan menjaga anda dari gangguan apapun hingga engkau dapat tertidur dengan nyaman dan nyenyak, tidak berselang lama kemudian si manusiapun tertidur, namun tidak begitu lama sekawanan lalat datang menghampiri mereka dan seekor lalat kemudian datang dan hinggap di hidung si manusia dan dengan sigap si beruang kemudian mengambil sebuah batu besar dengan tujuan membunuh si lalat yang telah mengganggu tidur dari sahabatnya, seketika itu pula si manusia terbangun dan berkata, engkau hendak mmembunuhku cukup sudah pertemanan ini dan ini adalah bukti bahwa  engkau bukan teman yang baik.
 
Secara sepintas kisah ini mungkin menggelikan sekaligus lucu, namun jika kita menilik dan masuk jauh kerelung hikmah  dari kisah di atas maka kita akan menemui banyak hal yang sama dengan fenomena realitas sosial yang terjadi dimana kita terkadang menjadi beruang  untuk menolong  sesama. Semisal fenomena yang terjadi pada bulan ramadhan, di bulan ramadhan kita menemui orang-orang yang beragama islam berlomba untuk melakukan amal kebaikan seumpama membangunkan orang untuk sahur, di sini kita akan menemui beragam cara orang dibangunkan untuk sahur di mulai dari membunyikan beduk atau berjalan dan berkendara keliling dengan pengeras suara yang tidak jarang dibarengi dengan lagu dangdut sekaligus tari-tariannya.
 
Yang perlu kita cermati di sini adalah cara untuk membangunkan, tujuan dari membangunkan orang untuk sahur insyaAllah akan di nilai kebaikan namun cara yang di gunakan  seumpama dengan  musik keliling dengan suara yang memekakkan telinga bukanlah hal yang baik  bahkan mengganggu orang lain dan tentunya mengganggu orang lain yang sedang tidur dengan suara yang pekak pastilah bukan perbuatan yang di benarkan, di sini yang ingin di tekankan bahwa perbuatan baik juga melazimkan cara yang baik dan bukan hanya hanya sekedar niat yang baik atau untuk tujuan yang baik. Ataukah korupsi dengan tujuan menyantuni anak yatim, atau menginfakkan harta di mana kita sendiri tidak memiliki hak untuk menggunakannya. Melegalkan prostitusi dengan alasan itu adalah hak mereka, tubuh adalah tubuh mereka, mereka juga adalah manusia yang butuh biaya untuk hidup!
 
Singkatnya, amal kebajikan  tidak dapat di nilai hanya melihat dari sisi amal perbuatan saja, sebuah riwayat yang begitu masyhur di tengah masyarakat kita dikatakan bahwa; Sesungguhnya amal perbuatan itu ditentukan dari niatnya. Namun jika kita melihat kisah yang penulis nukil di atas maka kita akan menemui bahwa riwayat ini tidaklah bersifat mutlak, jikalaupun  riwayat ini mutlak maka benar bahwa amal perbuatan harus melihat ketiga dimensi dari amal perbuatan tersebut. Kita tidak dapat membenarkan orang yang melakukan korupsi dengan tujuan untuk menyantuni anak yatim, karena islam tidak mengajarkan beragama ala Robin hood. Islam adalah keselarasan antara apa yang terucap oleh lidah dan apa yang diejawantahkan dalam amal perbuatan.  Larinya masyarakat dari islam atau hilangnya wibawa ulama di mata ummat karena tiadanya kerelasaran antara perkataan dan tindakan, Wallahu a’lam.