Bagaimana Semestinya Kita Membenturkan Pandangan?

“..sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan (semua) perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.”  (Qs. Az Zumar: 17-18)


Firman Suci Allah Swt di atas menjadi pedoman sebagaimana semestinya kita berdiskusi dengan sesama muslim. Bahwa hamba-hamba Allah yang mendapat petunjuk dan menggunakan akal mereka hanyalah mereka yang mendengarkan semua perkataan, pendapat dan pemahaman yang kemudian ia mengikuti perkataan atau pemahaman yang lebih baik, lebih kuat hujjahnya dan secara pribadi lebih bisa dipertanggungjawabkan, bukan karena ikut-ikutan dan taklid buta, tanpa tahu alasannya. Diskusi atau dialog diperlukan, bagi mereka yang menghendaki kebenaran, namun bagi yang mencari pembenaran, diskusi tidak ada artinya.

Diantara kaidah membenturkan pandangan menurut al-Qur’an adalah sebagai berikut:

Pertama, menyampaikan pendapat atau pandangan secara santun dan beretika sesuai dengan akhlak baik yang dijunjung tinggi dalam Islam, tidak boleh menghina dan berargumen dengan kata-kata kotor, “…ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (Qs. Al-Baqarah: 83)


Kedua, memberikan sanggahan terhadap sebuah argumen dengan tetap mengedepankan penghormatan dan pemuliaan kepada sesama muslim, “…dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Qs. An Nahl: 125)

Ketiga, jika mengharuskan memosting gambar atau link berita, artikel, hadits, ayat atau fatwa yang berkaitan dengan tema pembahasan yang sedang diskusikan  untuk memperkuat argument, harus bersumber dari rujukan yang benar dan bukan hasil rekayasa. Dan menghindari memosting gambar-gambar yang tidak senonoh dan link yang  tidak bisa dipertanggungjawabkan kevalidan dan kebenarannya. Hindari berita-berita fitnah ataupun kabar yang belum melalui proses tabayyun terlebih dahulu, “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar” (Qs. An Nuur: 15)
Keempat, menghindari kata-kata yang tidak sopan ataupun memanggil dengan gelaran yang buruk, tidak boleh menghina apa-apa yang dihormati masing-masing kelompok, “…dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.” (Qs. Al Hujuurat: 11)


Kelima, setiap tanggapan, argumen atau bantahan harus dilandasi oleh keinginan yang tulus dan jujur untuk mengetahui yang lebih mendekati kebenaran, bukan dilandasi oleh kebencian dan permusuhan yang tidak beralasan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt kelak. “…janganlah kebencianmu membuatmu tidak berlaku adil.” (Qs. Al Maidah: 8)

Keenam, tidak boleh memaksakan pendapat. “… karena sesungguhnya, tugasmu hanya menyampaikan saja.” (Qs. Ar Ra’du: 40)

Ketujuh, dalam berpendapat harus disertai dengan penggunaan akal yang disertai  argumen  dengan hujjah yang kuat, berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan Sunnah serta pandangan yang rasional dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Harus ada kerelaan untuk menerima pendapat yang lebih kuat hujjahnya dan lebih rasional argumennya. “..dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” Qs. Yunus: 100


Kedelapan, jangan memberikan argumen yang berdasarkan prasangkaan belaka, kecurigaan dan memvonis dengan hal-hal yang belum bisa dipastikan kebenarannya. “..Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Qs. Yunus: 36)


Kesembilan, tetap berbuat baik, jika pada akhirnya, masing-masing tetap memegang teguh pendapatnya, tidak boleh saling menyesatkan apalagi mengkafirkan, selama pendapat-pendapat yang dipegang teguh tersebut, bukan pembatal keIslaman, maka kaidah “semua mukmin bersaudara, harus tetap diberlakukan, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Qs. Al-Hujurat: 10)


Kesepuluh, meyakini bahwa yang paling mengetahui siapa yang berada dalam kebenaran dan siapa yang berada dalam kesesatan, hanyalah Allah Swt, sehingga keyakinan ini akan mencegah perilaku saling memberi vonis sesat satu sama lain. “..Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al Qalam: 7)

Semoga Allah Swt merahmati kita semua dan memberikan petunjukNya untuk bisa menemukan dan menetapi kebenaran…