Fathimah Zahra, Wanita Penuh Makrifat dan Cinta

Lima tahun pasca diutusnya Muhammad Saw sebagai Nabi telah berlalu. Pada 20 Jumadil Tsani, semua mata menanti kelahiran penuh berkah. Nabi Muhammad Saw mengangkat tangannya ke arah langit dengan hati bermunajat kepada Allah. Sayidah Khadijah as yang sendiri saat ini tengah ditemani empat wanita surga pilihan Allah. Ketika bayi yang dinanti terlahir ke dunia, aroma wangi kehadirannya menyebar di kota Madinah. Selamat atas kelahiran Sayidah Fathimah Zahra as!

 

Fathimah adalah nama putri Rasulullah Saw dan julukannya yang paling dikenal adalah Ummu Abiha yang berarti Ibu dari Ayahnya dan Ummul Aimmah sebagai Ibu dari para Imam. Sementara panggilan termasyhur beliau adalah Sayidah an-Nisa, Shiddiqah al-Kubra, Zahra dan Thahirah. Sejak usia dua tahun, beliau telah merasakan kesulitan diblolade oleh Musyrikin Mekah bersama ayah dan ibunya di Syi’b Abi Thalib. Ibunya meninggal ketika beliau berusia lima tahun dan menginjak usia delapan tahun, beliau berhijrah dari Mekah ke Madinah bersama keluarganya.

 

Fathimah az-Zahra as menikah dengan Imam Ali as di tahun kedua setelah Hijrah. Dari pernikahan ini, lahirlah dua anak laki-laki dan dua anak perempuan bernama Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kultsum as. Di sinilah tampak peran penting Sayidah Fathimah as di tengah-tengah keluarganya. Beliau mengambil peran sebagai pengelola dan penanggung jawab di tengah keluarga. Beliau menjadi pendidik keluarga, dimana setiap anggotanya menjadi teladan bagi manusia.

 

Sebelum munculnya Islam, wanita tidak memiliki posisi di tengah masyarakat. Sejarah lebih banyak terkait dengan pria. Kehidupan wanita berada di balik kehidupan para pria. Wanita tidak mendapat kesempatan untuk menunjukkan energi dan kemampuannya. Di masa itu, perempuan termajinalkan dan biasanya menjadi bagian dari kekayaan pria. Pada saat yang sama, para wanita juga percaya dengan tradisi yang tidak adil ini dan menganggap dirinya bukan pribadi yang berdiri sendiri.

 

Kedatangan Islam menghancurkan konstelasi masyarakat yang tidak adil dan mengubah cara berpikir tidak manusiawi ini. Islam memperkenalkan wanita sederajat dengan pria dalam menerima tanggung jawab penting. Islam menyebut keutamaan manusia pada pertumbuhan akal dan emosinya serta kembali pada usahanya, bukan pada jender. Selain itu, kesempurnaan manusia tidak melazimkan kelebihan satu atas lainnya dan pada saat yang sama, peran wanita dan pria berbeda kembali pada kejiwaan dan jasmani keduanya. Keragaman ini yang membuat keduanya dapat menyempurna dengan baik.

 

Sekaitan dengan ini, Islam memperkenalkan seorang wanita kepada masyarakat bernama Fathimah. Kehidupan penuh kemuliaan Sayidah Fathimah Zahra as menjadi teladan indah dan komprehensif bagi seluruh manusia, khususnya wanita beriman. Beliau merupakan teladan di bidang akhlak dan spiritual, keilmuwan, keberanian dan kesempurnaan iman.

 

Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam memperkenalkan Sayidah Fathimah Zahra as sebagai teladan wanita muslim mengatakan, “Fathimah Zahra as dengan keagungan dan keindahan di lingkungan keluarga adalah seorang istri dan wanita. Sesuai yang disampaikan Islam, ibadah, kefasihan, keilmuwan, kebijaksanaan, jihad, perilakunya sebagai anak perempuan, istri dan ibu serta kebaikan kepada orang miskin, ketika Nabi Muhammad Saw memerintahkan seorang tua agar meminta kepada keluarga ini.

 

Fathimah Zahra as memberikan sebuah alas dari kulit untuk tidur Hasan dan Husein as kepada orang tua tadi, padahal mereka tidak memiliki yang lainnya dan berkata, ‘Ambil dan juallah ini dan gunakan uang dari hasilnya.’ Wanita yang memiliki kesempurnaan seperti ini adalah Fathimah Zahra as. Ini adalah teladan. Sebuah teladan bagi wanita muslim.

 

Ahmad Taisir, penulis Ahli Sunnah dari Suriah mengatakan, ‘Wahai istri Imam pemberani dan orang berkomitmen yang paling jujur! Beri aku kesempatan menyentuh pintu rumah kalian yang agung dengan penuh adab, kerendahan hati dan rasa malu! Mungkin dengan itu saya mendapat izin untuk memasuki rumah. Dengan harapan sampai pada tingkat cinta kepada Ahlul Bait as.”

 

Imam Khomeini ra sangat memandang tinggi posisi wanita. Beliau mengatakan, “Tepat bila hari kelahiran Sayidah Fathimah Zahra as sebagai Hari Wanita. Pemilihan hari ini bertujuan menjadikan Sayidah Fathimah as sebagai ibu dan istri teladan bagi semua. Hari kelahiran Sayidah Fathimah as juga bisa disebut sebagai Hari Ibu. Ini adalah pemilihan nama yang tepat untuk melihat kembali peran seorang ibu yang paling berhasil dari seluruh ibu sedunia.

 

Sayidah Fathimah memulai perannya sebagai ibu dengan julukan Ummu Abiha. Hal itu dilakukannya dengan merawat Rasulullah Saw seperti seorang ibu yang mencintai anaknya. Dalam perjalanan hidupnya, Sayidah Fathimah mendidik anak-anak yang bak bunga yang terus memberi aroma wangi hingga akhir zaman. Beliau sendiri berkata, ‘Hendaknya selalu komitmen untuk melayani ibu. Karena surga berada di bawah telapak kakinya. Hasilnya adalah nikmat surga.”

 

Tidak diragukan lagi bahwa ucapan paling tepat tentang Sayidah Fathimah Zahra as adalah yang disampaikan oleh Allah Swt dalam al-Quran. Oleh al-Quran beliau disebut Kautsar Rasulullah Saw. Kautsar sendiri berarti luas, yakni kebaikan yang banyak. Mayoritas ulama Syiah dan Ahli Sunnah menyebut Sayidah Fathimah Zahra as yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.

 

Menurut Asbab Nuzul ayat tersebut, Musyrikin Mekah menuduh Rasulullah Saw tidak memiliki keturunan. Al-Quran menolak ucapan mereka dan menyebutkan, “Kami telah memberimu Kautsar.” Dari sini, disimpulkan bahwa kebaikan yang banyak dalam ayat ini adalah Sayidah Fathimah Zahra as. Lewat putrinya ini, keturunan Rasulullah Saw tersebar ke seluruh dunia.