Kisah Imam Ali Al-Hadi as dan Wanita Pendusta

Suatu ketika, di masa Imam Kesepuluh kita, Imam Ali al-Hadi an-Naqi, seorang wanita datang kepada Khalifah Mutawakkil. Wanita tersebut mengklaim sebagai Zainab al-Kubra As, putri Hadrat Sayidah Fatimah As, putri Rasullah Saw.
Khalifah Mutawakkil berkata kepadanya bahwa apa yang diklaimnya tersebut tidaklah benar lantaran beberapa puluh tahun telah berlalu semenjak masa Zainab al-Kubra As hidup, dan wanita yang kini hadir di hadapannya terlihat sangat muda.
Wanita itu menjawab bahwa ia sesungguhnya adalah Zainab al-Kubra dan adapun ia terlihat muda karena Nabi Muhammad Saw telah melintaskan tangannya di atas kepala wanita tersebut dan mendoakan baginya untuk tetap muda selamanya.
Mutawakkil tidak tahu apa yang harus dilakukannya, maka dipanggillah seluruh orang-orang pandai dan bijak untuk meminta dari mereka nasihat. Seluruh orang pandai yang dipanggil ini berkata bahwa wanita ini berkata dusta, akan tetapi tidak tahu harus berbuat apa untuk membuktikan hal ini.
Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk memanggil Imam Ali al-Hadi As dan bertanya kepadanya apa yang harus dilakukannya menghadapi klaim wanita ini.
Imam Ali al-Hadi an-Naqi As berkata bahwa dagingnya keturunan Fatimah As haram bagi binatang buas, untuk itu beliau as meminta Mutawakkil untuk meletakkan wanita tersebut dalam sebuah kandang singa dan apabila ia berkata benar, maka singa-singa tersebut tidak akan menerkamnya. Lantaran binatang-binatang buas tidak akan menyakiti putri Hadrat Sayidah Fatimah As.
Wanita cerdik itu berkata bahwa Imam Hadi As ingin membunuhnya dan apabila ia berkata benar maka ialah yang harus pergi pertama kalinya.
Imam Ali al-Hadi an-Naqi sepakat dan ia pergi memasuki kandang singa tersebut. Singa-singa yang ada dalam kandang itu tidak mencederai Imam Hadi As sama sekali dan sebaliknya, mereka mengelus-ngelus Imam Hadi As. Lalu, Imam Hadi As keluar dari kandang tersebut dan meminta wanita itu bahwa kini telah tiba giilirannya untuk masuk ke dalam kandang singa.
Wanita itu mulai menangis dan meminta maaf. Ia berkata bahwa ia tidak bermaksud untuk berkata dusta, klaim yang diajukannya itu tidak lain kecuali sekedar sebuah lelucon.
Khalifah Mutawakkil tetap memerintahkan agar ia tetap masuk ke dalam kandang singa.