Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Ali Korban Kejumudan Akal

2 Pendapat 05.0 / 5

Pada waktu Subuh, hari ke 19 bulan suci Ramadhan, setelah azan Subuh dikumandangkan Imam Ali memasuki masjid dan suara beliau yang indah terdengar membangunkan orang-orang yang tertidur di dalamnya. “Ayuhan naas, assholah”, wahai manusia, waktu shalat telah tiba, bangkitlah!"
Pada tahun ke empat puluh, sekelompok dari kaum Khawarij berkumpul di kota Mekah dan menangisi orang-orang mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiga orang dari mereka satu sama lainnya saling mengikat janji untuk membunuh Amirul Mukminin Ali as, Amr bin Ash dan Muawiyah, pada satu malam yang sama.
Ibnu Muljam mendapat tugas untuk membunuh Ali as dan telah memasuki kota Kufah. Dengan dibantu oleh seorang perempuan bernama Qutham binti Akhdor, dan Ibnu Muljam dijanjikan akan menikah dengannya, juga dibantu oleh Syabib bin Bajrah dan Wardan bin Mujalah, rencana itupun disusun dan dilakukan. Pada tanggal 13 bulan Ramadhan tahun 40 H, Imam Ali as setelah menyelesaikan peperangan Nahrawan, beliau telah mendapat berita akan kesyahidannya.
Pada hari itu beliau berdiri di atas mimbar, menyampaikan ajaran-ajaran Islam dan setelah menjelaskan kebenaran-kebenaran akan hakikat Islam, beliau berkata kepada anak sulungnya Imam Hasan as, "Hingga saat ini berapa hari dari bulan Ramadhan telah berlalu?" Imam Hasan berkata, "،Telah berlalu 13 hari." Kemudian beliau bertanya kepada Imam Husain, "Kemudian berapa hari tersisa?” Imam Husain berkata, "Tersisa tinggal 17 hari." Ketika itu Amirul Mukminin mengusap hiasannya yang mulia (jenggotnya) dan berkata, "Sudah dekat waktunya rambutku ini tersimbahkan dengan darah".
Pada malam ke 16 bulan Ramadhan tahun 40 H, Imam Ali as bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw, dan beliau memberi kabar gembira kepada Amirul Mukminin akan kedekatan waktunya untuk bertemu dengan baginda di surga. Kemudian beliau memberitahu kepada putrinya Ummu Kultsum. Dan pada malam ke 19 ia akan berbuka puasa di rumahnya.
Amirul Mukminin tidak tidur pada malam tersebut dan sering keluar dari rumah untuk menatap langit seraya berkata, "Demi Allah, aku tidak memperdaya dan tidak diperdaya. Ini adalah malam yang dijanjikan untukku." Lalu beliau kembali ke tempat tidur. Semasa beliau keluar untuk pergi ke masjid, sekelompok angsa berteriak ke arah beliau. Saat orang-orang ingin menghalau angsa tersebut, beliau as berkata, "Biarkan saja, karena angsa-angsa itu sedang meratapi kematianku"
Pada waktu Subuh, hari ke 19 bulan suci Ramadhan, setelah azan Subuh dikumandangkan Imam Ali memasuki masjid dan suara beliau yang indah terdengar membangunkan orang-orang yang tertidur di dalamnya. “Ayuhan naas, assholah”, wahai manusia, waktu shalat telah tiba bangkitlah!
Kemudian beliau memulai shalatnya. Ketika pada rakat pertama beliau mengangkat kepala dari sujudnya Syabib melancarkan serangannya kepada Ali as, namun pedangnya terpeleset dan salah keluar dari sasaran, secara sentak Ibnu Muljam (semoga laknat Allah tercurah padanya) melancarkan serangannya dan pedangnya membelah bagian tengah kepala mulia Ali as dan jenggot mulia beliau bersimbahkan darah yang keluar dari kepala yang terbelah oleh pedang, dan suara sucinya terdengar keras: “Bismillah wa billah wa ala millati Rasulillah, fuztu wa rabbil Ka’bah”. Dengan nama Allah, dan demi Allah, dan atas agama dan ajaran Rasulullah, aku telah jaya (menang, bebas) dan demi Tuhan Ka’bah.
Orang-orang mendekati Imam Ali as dan bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, harus kami apakan musuh Allah tersebut? Karena dia telah menghancurkan umat dan merusak agama." Beliau as menjawab, "Jika aku hidup, maka aku akan mengadilinya. Namun, jika aku meninggal, maka lakukan kepadanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah kepada seorang pembunuh dan jika kalian memaafkannya, maka itu lebih mendekati kepada ketakwaaan." Pada tanggal 21 Ramadhan, Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib telah menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Setelah Imam Ali as dikebumikan, Imam Hasan bin Ali putra beliau naik mimbar, dan berkata, “Wahai manusi ! Seorang pemimpin telah meninggalkan kalian semua, dan tidak akan ada lagi orang-orang sekarang dan yang akan datang dapat mencapai seperti kedudukan beliau. Rasulullah saw telah mempercayakan panji-panji Islam di tangannya, dan diutus dengan simbol-simbolnya, dia tidak akan kembali kecuali membawa kemenangan. Malaikat Wahyu berada disisi kanannya, sedang malaikat yang lainnya di sisi sebelah kirinya. Beliau telah mengeluarkan 700 dirham dari sisinya.”
Hasan Shamiti seorang doktor Linguistik, mengatakan, “Imam Ali bin Abi Thalib adalah seorang manusia sempurna dan terkenal dalam segala segi. Kebesaran Ali bin Abi Thalib as bagiku merupakan sebuah kehormatan, dimana beliau telah meninggalkan pernyataan bagi kehidupan manusia. Di sisi beliau seorang manusia dapat menjadi mulia dan pecinta haq. Pandangan beliau terhadap manusia, khususnya kaum faqir miskin merupakan penghormatan dan kemuliaan. Beliau di saat pemerintahannya lebih banyak mengupayakan penegakkan hak-hak masyarakat, beliau lebih banyak mempercayai mereka, dan beliau menentang penghinaan dan kehinaan dalam menghadapi orang-orang lain. Karena itulah Imam Ali as mengatakan kepada orang yang berlari menyambut dan mengikuti jalannya, ‘Janganlah kalian ikuti jalan hidupku, dan janganlah kalian terhina dalam menghadapiku.”
Beliau dengan segala kelayakannya tentu tidak menanggung kepada setiap individu dan masyarakat, yang dengan demikian pemerintahan yang menjadi haq Imam Ali, beliau diam selama 25 tahun namun masyarakat tetap menuju kepada beliau. Beliau as mengatakan, “Perhatikanlah, apabila kalian tidak menyaksikan haq, tentu kalian tidak bisa menerima, dan apabila kalian menyaksikan haq, kalian pasti akan membantu. Puncak kemuliaan dan lapang dada Imam Ali as pada point ini dapat kita saksikan, betapa beliau memesankan agar pembunuhnya yang telah ditangkap tidak dianiaya dan disiksa.”
Sudah barang tentu Ali bin Abi Thalib as adalah sosok manusia yang cinta Allah, yang senantiasa menjadi ilham dan petunjuk abadi terhadap sebuah hakikat sepanjang masa. Gelegar ombak samudra yang diciptakan oleh Imam Ali as dalam kehidupan manusia, hingga menembus kedalaman relung hati umat manusia. Beliau as senantiasa menekankan pentingnya Ilmu Pengetahuan, sehingga beliau menyatakan mengenai peranan para Ilmuwan dengan kata-katanya, “Para pengumpul harta meski saat ini hidup, mereka sudah mati, namun para cendekiawan atau ulama rabbani yang senantiasa kokoh hingga saat ini tetap resistensi, dan meskipun jasad-jasad mereka telah lenyap, namun peranan-peranan mereka tetap kekal dalam lembaran-lembaran hati.”
Kini setelah 14 abad, dunia masih berduka karena kehilangan sosok tetap melekat di hati setiap pecinta kebebasan. Sosok yang berkaitan dengannya Rasul bersabda, “Ali, orang pertama yang beriman kepadaku dan orang pertama yang berjabat tangan denganku di Hari Kiamat. Ia adalah Siddiq Akbar dan pembeda kebenaran dan keadilan, ia adalah pemimpin umat Mukmin.”
Gugurnya Imam Ali merupakan tragedi paling menyakitkan yang pernah terjadi di sejarah umat manusia. Ia bukan saja legeda bagi kaum Syiah dan Muslim, tapi juga bagi seluruh pecinta kebenaran, keadilan dan mereka yang ingin meraih keutamaan akhlak. Ali terbunuh di mihrab oleh seorang yang mengaku muslim, padahal Rasulullah berkenaan dengan Imam Ali bersabda, “Wahai Ali! Iman telah berbaur dengan dirimu dan merasuk ke dalam darah dan dagingmu, sama seperti keimanan yang berbaur dengan darah dan dagingku. Kini masih ada pertanyaan kepada pembunuh Imam Ali, mengapa?”
Syahid Muthahhari, salah satu pemikir kontemporer besar Islam terkait hal ini mengatakan, sekali waktu saya mengatakan Ali terbunuh dan di waktu lain bagaimana ia terbunuh? Jika kita katakan siapa yang membunuh Ali? Pasti jawabannya adalah Abdul Rahman bin Muljam, dan jika kita katakan bagaimana Ali terbunuh, maka harus kita katakan bahwa kejumudan akal dan pemikian adalah jawabannya.
Kejumudan akal merupakan ancaman terbesar bagi masyarakat dan ideologi Islam menurut pandangan Syahid Muthahhari. Khawarij dan pembunuh Imam Ali merupakan bukti nyata dari ancaman besar ini. Indikasi dari kehidupan dan keberadaan semangan Khawarij senantiasa ada, sebagaimana dewasa ini indikasi dari semangat Khawarij jelas tampak. Apa arti dari kejumudan dan spirit Khawarij? Apa tanda-tandanya? Apa saja contohnya? Atas dasar apa kejumudan ini berbahaya dan senantiasa harus dipikirkan?
Menurut Syahid Muthahhari, kejumudan akal yang menciptakan tragedi besar di masyarakat, khususnya teror Imam Ali di mihrab saat menunaikan shalat Subuh. Ini adalah bahaya besar yang senantiasa mengancam umat manusia. Berpikir dan beragama, dua sayap yang memungkinkan seseorang terbang atau mendorong sebuah masyarakat ke arah kesempurnaan dan kebahagiaan. Terbang tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kedua sarana ini, atau pun hanya menggunakan salah satunya dan meninggalkan yang lain.
Ibnu Abil Hadid mengatakan, jika kalian ingin memahami dengan benar apa itu kebodohan dan kejumudan akal, maka perhatikan apa yang dilakukan pembunuh Ali as ketika mereka ingin melakukan aksinya, khususya ketika mereka memiliki malam 19 bulan suci Ramadhan. Mereka mengatakan, “Kami ingin beribadah kepada Tuhan dan karena kami ingin melakukan perbuatan baik, maka lebih baik kita melakukannya di salah satu malam mulai sehingga mendapat pahala lebih besar.”
Pembunuh Ali as bukan orang yang tidak beragama, bahkan karena perhatian besar mereka kepada zahir agama, mereka meyakini orang yang berbuat dosa besar telah kafir. Inilah yang membuat spirit mereka bukan saja berbahaya, namun sangat mengerikan. Apa yang tengah terjadi saat ini, sepertinya keberadaan ideologi yang berujung pada pembunuhan Imam Ali. Mungkin dapat dikatakan bahwa Takfiri yang bersumber dari ideologi menyimpang Wahabi adalah bentuk baru dari Khawarij yang saat ini dengan alasan kecil menyebut kafir mayoritas muslim dunia baik Syiah maupun Sunni serta tangan mereka berlumuran darah umat Islam.