Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hadis-Hadis Tentang Memutus Hubungan Silaturrahim

0 Pendapat 00.0 / 5

Jibril telah mengabarkan kepadaku bahwa bau surga bisa dicium dari jarak seribu tahun, tapi tiga kelompok tidak akan bisa menciumnya; orang yang durhaka terhadap kedua ayah dan ibu, orang yang memutuskan hubungan silaturrahim dan lelaki tua pelaku zina. (Biharul Anwar, jilid 74, hal 95)

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturrahim. (Safinatul Bihar, jilid 1, hal 515)

Dua orang muslim yang tidak saling menyapa dan berjauhan dan berlanjut sampai tiga hari, maka mereka telah keluar dari Islam dan di antara mereka tidak ada ikatan keagamaan dan barang siapa dari mereka yang lebih dahulu berdamai dan berbicara, maka pada Hari Kiamat akan lebih dahulu masuk ke dalam surga. (Jami’us Saadat, jilid 2, hal 333)

Imam Ali as berkata, “Memutus hubungan silaturrahim menyebabkan kemiskinan.” (Biharul Anwar, jilid 71, hal 91)

Seburuk-buruknya dosa adalah memutus hubungan silaturrahim dan durhaka terhadap kedua ayah dan ibu. (Gurarul Hikam)

Imam Ali as berkata, “Dosa-dosa yang mempercepat kebinasaan seseorang adalah adalah memutus hubungan silaturrahim, bersumpah bohong, berbicara bohong, zina, menghalangi jalannya umat Islam dan mengklaim kepemimpinan yang tidak benar. (Ma’anil Akhbar, hal 271)

Imam Ridha as berkata, “Sesungguhnya Allah Swt telah memerintahkan tiga perkara bersamaan dengan tiga perkara lainnya:

1. Memerintahkan untuk menjalankan salat dan zakat; dengan demikian, orang yang tidak menunaikan zakatnya, maka salatnya tidak diterima.

2. Memerintahkan untuk berterima kasih kepada Allah dan kedua ayah dan ibu; dengan demikian, orang yang tidak berterima kasih kepada ayah dan ibunya, dia tidak berterima kasih kepada Allah.

3. Memerintahkan untuk bertakwa dan melakukan silaturrahim; dengan demikian, orang yang tidak melakukan silaturrahim, maka dia tidak menjaga ketakwaan. (Khishal, hal 156)


Jangan Bergaul Dengan Pemutus Hubungan Silaturrahim

Imam Zainul Abidin as berkata, “Jangan bersahabat dengan lima golongan dan jangan akrab dengan mereka serta jangan berteman dalam safar dengan mereka:

1. Pembohong. Karena mereka bak fatamorgana; dia menunjukkan yang jauh menjadi dekat dan dekat menjadi jauh.

2. Orang fasik. Karena dia akan menjualmu hanya dengan sesuap makanan bahkan lebih rendah dari sesuap makanan.

3. Orang kikir. Karena dia tidak akan mau mengeluarkan harta miliknya saat engkau membutuhkan.

4. Orang bodoh. Karena dia ingin menguntungkanmu, tapi karena kebodohannya, dia merugikanmu.

5. Orang yang memutuskan hubungan silaturrahim. Karena saya telah mendapatinya telah di laknat dalam al-Quran sebanyak tiga kali. (Tuhafful ‘Uqul)

Ketidakridhaan Saudara Perempuan

Salah satu anak Syeikh Rajab Ali Khayyath menukil bahwa ada seorang insinyur kontraktor properti telah membangun seratus komplek perumahan. Tapi, karena hutangnya yang banyak, perekonomiannya memburuk. Dia dituntut untuk dibawa ke kantor kepolisian. Dia datang ke rumah ayahku dan berkata, “Aku tidak bisa pulang ke rumahku. Aku akan bersembunyi supaya tidak ada yang tahu keberadaanku.”

Syeikh berkata, “Pergi dan mintalah keridhaan kepada saudara perempuanmu!”

Sang insinyur berkata, “Saudara perempuanku meridhaiku.”

Syeikh berkata, “Tidak.”

Sang insinyur berpikir sejenak dan berkata, “Iya. Ketika ayahku meninggal dunia. Kami mendapatkan warisan. Bagian dia sebanyak seribu lima ratus toman. Sekarang aku ingat, belum aku kasih bagian itu kepadanya.”

Dia pergi dan kembali lagi seraya berkata, “Aku telah memberikan uang sebanyak lima ribu toman kepada saudara perempuanku dan aku meminta keridhaannya.”

Ayahku dia dan setelah memandang, beliau berkata, “Sampai saat ini dia belum ridha. Saudara perempuanmu punya rumah?”

Sang insinyur berkata, “Tidak. Sampai saat ini masih menyewa rumah.”

Syeikh berkata, “Pergi dan kasihkan kepadanya dan atas namakan dia, rumah terbagus yang engkau bangun. Kemudian datanglah ke sini, apa yang bisa dilakukan.”

Insiyur berkata, “Pak! Kami ini bekerjasama sebanyak dua orang. Bagaimana saya bisa memberikannya?”

Syeikh berkata, “Lebih dari ini akalku tidak mampu memikirkannya. Karena hamba Allah ini masih belum rela.”

Pada akhirnya sang insinyur ini pergi dan memberikan salah satu rumahnya dan mengatasnamakan rumah tersebut pada saudara perempuannya dan meletakkan perabot rumah di dalamnya dan kembali lagi menemui syeikh Rajab Ali.

Syeikh berkata, “Sekarang sudah beres.”

Keesokan harinya, tiga dari rumahnya berhasil dijual dan selamat dari kesulitan yang melilitnya. (Kimia-ye Mahabbat, hal 132)