Wara’ Dan Takwa (1)

Allah SWT berfirman;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَر وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”[1]

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْر يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ.

“Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”[2]

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ.

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”[3]

Dalam artikel mengenai zuhud telah dikutip riwayat bahwa Imam Jakfar al-Shadiq ketika ditanya mengenai arti zuhud berkata;

الزهد عشرة أشياء، وأعلى درجات الزهد أدنى درجات الورع، وأعلى درجات الورع أدنى درجات اليقين، وأعلى درجات اليقين أدنى درجات الرضا، ألا وإنّ الزهد في آية من كتاب الله عزّ وجلّ: … لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ …

“Zuhud (memiliki) tujuh bagian (derajat). Derajat zuhud yang tertinggi adalah derajat wara’ yang terendah, dan derajat wara’ yang tertinggi adalah derajat yaqin yang terendah, dan derajat yaqin yang tertinggi adalah derajat ridha yang terendah. Ketahuilah bahwa zuhud terdapat dalam ayat kitab Allah Azza wa Jalla; ‘Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.’”[4]

Ada pula riwayat dari Jabir bahwa Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;

يا جابر أيكتفي من ينتحل التشيّع أن يقول بحبّنا أهل البيت ! فوالله ما شيعتنا إلاّ من اتّقى الله وأطاعه، وما كانوا يُعرفون يا جابر إلاّ بالتواضع، والتخشّع، والأمانة، وكثرة ذكر الله، والصوم، والصلاة، والبر بالوالدين، والتعاهد للجيران من الفقراء وأهل المسكنة والغارمين والأيتام، وصدق الحديث، وتلاوة القرآن، وكف الألسن عن الناس إلاّ من خير، وكانوا أمناء عشائرهم في الأشياء.

“Wahai Jabir, cukupkah orang yang terkait dengan tasyayyu’ berkata, ‘Kami menyintai Ahlul Bait? Demi Allah, bukanlah Syiah kami kecuali orang yang bertakwa kepada Allah dan taat kepadaNya. Wahai Jabir, mereka tidak dikenal kecuali dengan kerendahan hati, khusyuk, menjaga amanat, banyak berzikir kepada Allah, berpuasa, mendirikan shalat, berbakti kepada kedua orang tua, bersimpati kepada para tetangga dari kalangan fakir miskin, orang yang terbelit utang, dan anak-anak yatim, serta jujur dalam bertutur kata, rajin membaca al-Quran, menjaga lisan dari berbicara tentang orang lain kecuali didasari iktikad baik, dan dipercaya oleh kalangannya dalam berbagai hal.”

Jabir lantas bertanya, “Wahai putera Rasulullah, kami sekarang tidak mengenal ada orang memiliki sifat demikian.”

Imam berkata;

يا جابرلا تذهبنّ بك المذاهب ، حَسْب الرجل أن يقول : أحبّ عليّاً وأتولاّه، ثمّ لا يكون مع ذلك فعّالاً; فلو قال : إنّي اُحبّ رسول الله ثمّ لا يتبع سيرته، ولا يعمل بسنّته ما نفعه حبّه إيّاه شيئاً، فاتقوا الله، واعملوا لما عند الله، ليس بين الله وبين أحد قرابة، أحبّ العباد إلى الله عزّوجلّ [وأكرمهم عليه ]أتقاهم، وأعملهم بطاعته. يا جابر والله ما يتقرّب إلى الله تبارك وتعالى إلاّ بالطاعة، وما معنا براءة من النار، ولا على الله لأحد من حجّة. مَنْ كان لله مطيعاً فهو لنا وليّ، ومَنْ كان لله عاصياً فهو لنا عدوّ. وما تنال ولايتنا إلاّ بالعمل والورع.

“Wahai Jabir, janganlah kamu terombang ombang-ambing oleh aneka mazhab berdasarkan perkataan orang; ‘Aku menyintai Ali dan berwilayat kepadanya’, tapi ternyata tidak aktif.  Andai saja dia berkata, ‘Sungguh aku menyintai Rasulullah (yang lebih mulia dari Ali as) tapi kemudian tidak mengikuti sirahnya, dan tidak mengamalkan sunnahnya maka kecintaannya kepada beliau sama sekali tidak ada manfaatnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah apa yang ada di sisi Allah. Tak ada kekerabatan antara Allah dan siapapun. Hamba yang paling dicintai Allah Azza wa Jallah (dan yang paling mulia di sisiNya) adalah orang yang paling bertakwa dan patuh kepadaNya.

“Wahai Jabir, demi Allah, tak ada sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT selain ketaatan. Keterbebasan dari api neraka bukan di tangan kami dan kalian tidak memiliki hujjah di depan Allah. Barang siapa taat kepada Allah maka dia bersama kami dan aku, dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah maka dia adalah musuh bagi kami. Dan kamu tak dapat berwilayat kepada kami kecuali dengan amal dan wara’.”[5]

(Bersambung)

[1] QS. AL-Hujurat [49]: 13.

[2] QS. Al-Baqarah [2]: 197.

[3] QS. Al-A’raf [7]: 27.

[4] Bihar al-Anwar, jilid 70, hal. 310, Hadis 5.

[5] Al-Kafi, jilid 2, hal. 62, Kitab al-Iman wa al-Kufr, Bab al-Ridha bi al-Qadha’, Hadis 10.