Hak dan Kewajiban Suami-Istri, antara Fikih dan Akhlak (Bagian Kelima)

Rasulullah saww bersabda,“Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak-hak keluarganya maka terlaknatlah ia.” [Wasa’il asy-Syi’ah, jilid 7, hal 151]

Fikih dan Akhlak, Pondasi dalam Kehidupan Rumah Tangga

tidak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tersebut, ia tidaklah berdosa.

Itu jika kita bicara secara hukum fikih. Namun, di sisi lain, kehidupan rumah tangga tidaklah dapat hanya berlandaskan pada hukum-hukum fikih saja, tapi juga harus berlandaskan kepada akhlak. Kenapa? Karena jika kehidupan rumah tangga hanya berlandaskan hukum fikih saja, maka akan kering, jauh dari kehangatan dan menjadi ajang untuk saling menuntut hak-hak dan kewajibannya antara suami-istri. Tentu, itu bukanlah tujuan dari sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, sebagaimana yag telah disinyalir dalam al-Quran surat ar-Rum ayat 21.

Dari sini kita faham bahwa dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, antara fikih dan akhlak harus seiring. Tidak hanya berlandaskan pada fikih saja, atau sebaliknya hanya berlandaskan pada akhlak saja. Pekerjaan-pekerjaan rumah bukanlah kewajiban istri yang telah ditetapkan dalam fikih, namun merupakan anjuran agama yang bersifat kebaikan dan prilaku akhlaki.

Di saat pasangan suami-istri memahami dengan benar antara kewajiban-kewajibannya secara fikih, dan kebaikan-kebaikannya secara akhlaki, maka rumah tangga akan berpondasikan keikhlasan dan cinta Allah Swt. Suami tidak akan semena-mena memperlakukan istri dengan menganggapnya bahwa hal-hal tersebut sebagai kewajiban-kewajiban istri. Demikian istri juga, tidak mentang-mentang karena merasa bukan kewajibannya, bertindak semaunya. Suami maupun istri jika berperilaku sesuai tuntunan fikih dan akhlak keluarga maka, mereka akan saling melayani satu dengan yang lainnya dengan ikhlas dan karena Allah. Mereka akan melihat pengabdian kepada pasangan merupakan sebuah nikmat dan ibadah guna mencari keridhoan Allah Swt. Keikhlasan ini akan menghilangkan rasa lelah dan penat karena melayani pasagannya, dan selalu berusaha melakukannya dengan senang hati.

Balasan Pelayanan (khidmat) atau Kebaikan Istri terhadap Suami

Meskipun melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah bukanlah kewajiban istri, namun ternyata pahalanya sangat luar biasa. Apalagi yang kita cari dalam kehidupan ini selain ibadah dan mencari pahala. Di dalam rumah dengan melayani suami dan anak-anaknya, ternyata seorang istri bisa mengumpulkan pundi-pundi pahala. Seorang istri akan dekat dengan Allah Swt saat itu, jika ia lakukan dengan ikhlas. Di samping itu, istri pun akan semakin dicintai dan disayangi oleh suami dan anak-anaknya.

Berikut ini hadis-hadis yang menyebutkan tentang balasan dan pahala pelayanan dan kebaikan istri terhadap suaminya. Semoga dengan membaca hadis-hadis ini para istri makin termotivasi untuk menjalankannya dengan ikhlas karena Allah.

Rasul saww bersabda, “Setiap perempuan yang berkhidmat kepada suaminya selama tujuh hari, maka Allah swt akan menutup tujuh pintu neraka dan membuka tujuh pintu surga baginya. Sehingga ia dapat memasuki surga dari setiap pintu yang ia kehendaki”.[Irsyadul Qulub, hal 15]

Rasul saww bersabda , “Allah swt tidak akan memberikan balasan kepada perempuan yang membawakan seteguk air untuk suami, melainkan pahala perbuatan tersebut lebih baik dari ibadah setahun, yang siang harinya diisi dengan berpuasa, sementara malam harinya dipenuhi dengan shalat.”[Irsyadul Qulub, hal 15]

Imam Shadiq as berkata, “Ummu Salamah telah bertanya kepada Rasulullah tentang keutamaan istri yang mengabdi kepada suaminya. Rasul saww menjawab, “Allah swt akan memandang (memberikan perhatian khusus) pada setiap wanita yang mengangkat sesuatu di rumah suaminya, lantas memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tujuan untuk penataan. Barang siapa yang dipandang Allah swt, maka akan aman dari siksa-Nya.”[Biharul Anwar, jil 103, hal 251]

Imam Kadzim as berkata, “Jihad seorang perempuan adalah dengan berbuat baik terhadap suaminya.”[al-Kafi, jil 5, hal 507]
Rasul saww bersabda, “Sebaik-baiknya perempuan ialah perempuan yang selalu berhias untuk suaminya, namun tidak menampakkannya kepada laki-laki asing (bukan muhrim).”

Imam Shadiq as berkata, “Sebaik-baiknya perempuan ialah perempuan yang berterima kasih kepada suaminya, ketika suami memberikan sesuatu kepadanya. Dan rela disaat suami tidak memberikan sesuatu kepadanya.”

Imam Baqir as berkata, “Tidak ada syafa’at yang bermanfaat bagi istri di sisi Allah swt, melainkan kerelaan suami.”

Rasul saww bersabda, “Tidak selayaknya istri memaksakan sesuatu yang di luar kemampuan suaminya.”

Rasul saww bersabda, “Allah akan memberikan pahala kepada seorang istri yang membantu suaminya dalam berhaji, jihad dan menuntut ilmu, seperti pahala yang telah diberikan kepada istri nabi Ayub as.”

Rasul saww bersabda, “Allah akan memberikan pahala kepada seorang istri yang sabar terhadap prilaku buruk suaminya, seperti pahala yang telah diberikan kepada istri Fir’aun Asiyah binti Muzahim”.[Biharul Anwar, jil 103, hal 247]
Bahkan, dalam sebuah hadis pun dijelaskan bahwa salah satu asisten Allah swt di muka bumi, ialah seorang wanita yang selalu menyambut suaminya ketika datang, menghantarkannya ketika hendak pergi, dan menghiburnya ketika sedih.”

Seseorang telah mendatangi Rasulullah saww seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki seorang istri yang selalu menghantarkanku ketika hendak bepergian dan menyambutku ketika aku datang. Dan ketika melihatku sedih ia berkata, ‘Jika engkau bersedih karena memikirkan kebutuhan hidup, maka ketahuilah Allah swt telah mengatur semuanya. Dan jika engkau bersedih karena urusan akhirat, maka semoga Allah Swt menambah kesedihanmu untuk urusan akhirat.’ Rasulullah bersabda, ‘Ketahuilah bahwa Allah Swt memiliki asisten di muka bumi.  Wanita ini adalah salah satu asisten-Nya. Bahkan ia mendapatkan setengah pahala orang yang syahid di jalan Allah.” (Wasail Asy-Syi’ah jilid 14, hal. 11)