Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Hak dan Kewajiban Suami-Istri, antara Fikih dan Akhlak (Bagian Terakhir)

0 Pendapat 00.0 / 5

Rasulullah saww bersabda,“Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak-hak keluarganya maka terlaknatlah ia.” [Wasa’il asy-Syi’ah, jilid 7, hal 151]

Balasan Pelayanan (Khidmat) dan Kebaikan Suami terhadap Istri

Islam sangat adil, telah memberikan tuntunan yang serupa kepada seorang suami agar dapat mengumpulkan pundi-pundi pahala juga. Bukan seorang istri saja yang diperintahkan untuk mengabdi dan berbuat kebaikan kepada pasangan dan keluarga, seorang suami pun diperintahkan untuk mengabdi kepada pasangan dan keluarganya.

Karena itu, suami-istri yang mengetahui anjuran-anjuran dan kebaikan-kebaikan ini semua, pasti akan menjadikan kehidupan rumah tangga sebagai ajang untuk mengumpulkan pahala. Pasangan suami-istri ini akan berlomba dalam melakukan kebaikan-kebaikan tersebut dalam rumah tangga.

Berikut ini hadis-hadis yang menyebutkan tentang pahala pelayanan dan kebaikan suami terhadap istri;

1. Hasan bin Jaham berkata, “Imam Kazhim as telah mewarnai rambutnya (dengan pacar) dan merias (menyisir dan merapikan penampilan) dirinya. Lantas aku berkata, ‘Wahai yang jiwaku sebagai tebusannya, apakah Tuan juga mewarnai rambut (dengan pacar)?” Beliau menjawab, ‘Ya, karena penampilan menarik suami akan menyebabkan kehormatan dan keterjagaan (iffah) para istri. Ketidakterjagaan (perselingkuhan) para istri dikarenakan penampilan yang tidak terawat para suami.”  Imam melanjutkan, “Apakah engkau senang melihat istrimu tampil tidak rapih dan tidak menarik?” Aku menjawab, “Tidak, Wahai J” Imam as kembali berkata, “Istrimu juga seperti itu, tidak senang melihatmu dalam keadaan tidak menarik.” (Wasa’il Asy-Syi’ah, jil 1, hal 183)


2. Imam Shadiq as berkata, “Sebagaimana para suami akan merasa senang di saat melihat para istrinya tampil cantik dan rapi, para istri pun akan merasa senang sewaktu melihat para suaminya tampil rapi dan menarik.” (Makarim-Akhlak, hal 80)


3. Nabi saww bersabda,”Apabila seseorang bepergian, maka pada saat kembali hendaklah ia membawa hadiah atau oleh-oleh untuk keluarganya…” [Wasail, jil 8, hal 337]

4. Nabi saww pun memberikan teladan tentang cara memberi oleh-oleh, ”Seorang lelaki yang memasuki pasar kemudian membeli buah-buahan, dan setelah itu membawanya ke rumah untuk diberikan kepada keluarganya, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang bersedekah kepada fakir miskin. Dan hendaknya ia berikan oleh-olehnya kepada anak perempuan terlebih dahulu, baru kemudian diberikan kepada anak laki-lakinya.” [Wasail asy-Syiah, jil 8, hal 338]

5. Rasul saww bersabda, “Setiap kali suami memberikan air minum kepada istrinya, maka Allah swt akan memberikan balasan kepadanya”.[Kanzul Ummal, hadis ke-44771; Muntakhab Mizanul Hikmah, hal 254]

6. Rasul saww bersabda, “Duduk seorang laki-laki di samping anak dan istrinya, lebih dicintai Allah swt dari i’tikaf di masjid”.[ Muntakhab Mizanul Hikmah, hal 254]

7. Rasul saww bersabda, “Sesungguhnya seorang laki-laki akan mendapat pahala di saat ia menyuapi istrinya”.[ Muntakhab Mizanul Hikmah, hal 254]

8. Rasul saww bersabda, “Ungkapan “aku cinta kamu” yang diucapkan suami kepada istrinya tidak akan pernah sirna dari hati istrinya”.[al-Kafi, jil 5, hal 569]

9. Rasul saww bersabda, “Barang siapa yang bersabar atas prilaku buruk istrinya, dan melimpahkannya kepada Allah swt, maka Allah akan memberikan balasan untuk siang dan malam harinya, seperti balasan yang telah diberikan kepada Nabi Ayub as dalam menghadapi segala ujian Allah swt. Sementara, dosa-dosa istrinya untuk siang dan malam harinya seperti kerikil-kerikil yang terdapat di tempat yang penuh kerikil”.[Tsawabul ‘Amal, jil 1 hal 339; Muntakhab Mizanul Hikmah, hal 254

10. Rasul saw bersabda, “Saya merasa heran terhadap suami yang memukul istrinya, padahal ia lebih layak untuk dipukul”.
Imam Ali as berkata, “Istri merupakan amanat Ilahi yang ada di tanganmu, oleh karenanya, jangan menyakitinya dan mempersulitkannya”.
Imam Shadiq as berkata, “Imam Ali as memotong-motong kayu, mengambil air dan menyapu. Sementara Sayyidah Fathimah Zahra as membuat tepung, mengadoninya dan membuat roti”.[Biharul Anwar, jil 43, hal 15]

11. Suatu hari Rasul saww memasuki rumah Imam Ali as. Beliau melihat Sayyidah Fathimah as sedang membuat tepung yang dibantu oleh Imam Ali as. Kemudian Rasul saw berkata, “Siapa di antara kalian yang sudah lelah? Imam Ali as menjawab : “Fathimah sudah lelah, wahai Rasulullah”. Lantas Rasul saww berkata, “Bangkitlah wahai putriku! Kemudian Sayyidah Fathimah bangkit, dan Rasulullah datang menggantikan beliau untuk membantu Imam Ali as membuat tepung”. [Biharul Anwar, jil 43, hal 15]

12. Dan masih banyak lagi hadis dan riwayat lainnya yang tidak mungkin dapat dinukil semuanya di sini.

Konklusi 

Dari semua ulasan yang kita kaji, sekarang kita dapat membedakan mana hak dan mana kewajiban? Kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang sudah ditetapkan oleh hukum fikih kepada suami-istri. Kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan dan diatur oleh hukum fikih ialah hal-hal yang wajib dilakukan oleh suami-istri, dan jika melanggarnya maka mereka akan berdosa.

Sedangkan hal-hal selainnya yang berupa anjuran-anjuran yang telah disampaikan dalam hadis-hadis, seperti melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah bagi istri, merupakan kebaikan dan anjuran akhlaki saja. Namun demikian, dalam prakteknya, dalam kehidupan rumah tangga harus selaras antara fikih dan akhlak. Perintah-perintah fikih bersifat kewajiban, sedangkan perintah-perintah akhlak bersifat kebaikan, antara keduanya saling menunjang dalam membangun sebuah keluarga sakinah mawaddah warahmah, insyaallah.

Rujukan:

1. Muhammad bin Husain al-Hurr al-Amili, Wasa’il asy-Syi’ah,
2. Omuli, Jawadi, Hak wa Taklif dar Islam, 1384
3. Khomaeni, Ruhullah, Tahrir al-Wasilah, cetakan pertama, 1421 QH.
4. Maksumi, Mas’ud, Ahkam-e Rawabet-e Zan wa Syuhar (dalam pandangan beberapa marja), cetakan ke-7, 1380 QS.
5. Khomaeni, Ruhullah, Resoley-e Taudzih al-Masail, 1381 HS, Teheran, Kanun Intiysorot-e Payom-e Adolat.
6. Syeikh Thabarsi, Majmaul Bahrain, jilid 3, hal 159.
7. Kitab-e Naqd Huquq-e Zan, volume 12, 1378 QS.