Abu Thalib yang Dibanggakan Ali

Asbagh bin Nabatah menyampaikan: “Saya mendengar Amirul mu`minin Ali as berkata, “Demi Allah, ayahku, kakekku Abdul Muthalib, Hasyam dan Abdu Manaf tidak pernah sekali pun menyembah berhala.”

“Lalu, apa yang mereka sembah?”, tanya mereka.

Beliau menjawab, “Mereka melakukan shalat menghadap Baitullah, atas agama Ibrahim dan berpegangan padanya.”

Imam Shadiq berkata: “Abu Thalib menampakkan kufur dan menyembunyikan iman..”. Beliau menyampaikan, “Amirul mu`minin Ali dengan bangga meriwayatkan syair Abu Thalib.. Dan ia mengatakan, “Pelajarilah dan ajarkanlah (tentang dia) itu kepada anak-anakmu. Sesungguhnya ia (Abu Thalib) berpegang pada agama Allah, dan pada dirinya terdapat banyak ilmu.”

Keislaman Abu Thalib terbukti bahwa ketika orang-orang mengatakan bahwa Abu Thalib seorang kafir, lalu Ali bin Abi Thalib kw berkata, “Mereka itu bohong! Mana mungkin beliau seorang kafir, sementara beliau mengatakan:

“Tidak tahukah kalian bahwa kami mendapati Muhammad itu seorang nabi seperti Musa, telah tercatat di dalam kitab terdahulu.”

Mana mungkin Abu Thalib seorang kafir, sementara beliau sendiri mengatakan:

“Mereka sudah tahu bahwa putra kami (Muhammad saw) tidak kami dustakan dan ia tak peduli dengan perkataan kaum batil. Cahaya di wajahnya menyirami hati yang gundah, melindungi anak-anak yatim dan mengayomi para janda.”

 

Benarkah Ia Bernama Abdu Manaf?

Sayed Ja’far Murtadha Amili dalam “Shahih min Sirah al-Imam ‘Ali” mengatakan: “Sekiranya “Abdu Manaf” adalah julukannya, niscaya ia dikenal dengan nama itu. Nama aslinya adalah Mughirah. Hal percaya atau tak percaya terkait julukannya itu mereka tidak mempersoalkannya dan tidak mengkaji kebenarannya!

Sesungguhnya penamaan Abdu Manaf baginya mengindikasikan bahwa putranya yang bernama itu bukan seorang yang bertauhid. Tetapi, bahwa ia (Abu Thalib) seorang penyembah berhala! Mereka telah mengatakan, “Manaf artinya patung berhala, dan karena itu ia dinamai Abdu Manaf.” Sekiranya ia terima dengan nama itu setelah masa dewasanya, hal ini juga membawa indikasi yang sama. Yaitu, bahwa dia bukan seorang yang bertauhid.”

Persoalan tersebut barangkali dapat dijawab dengan berikut ini:

1-Ia dinamakan Abdu Manaf, karena anâfa ‘ala an-nas; mulia (kedudukannya) di atas orang-orang.

Zubaidi mengatakan: “Jabal ‘ali al-manâf (bukit yang tinggi menjulang). Contoh lain dari kata ini adalah “abdu manâf” (hamba yang tinggi; mulia).” Demikian dinukil oleh Zamakhsyari. Maka tak ada bukti satu pun bahwa Abdu Manaf, dinamakan demikian berafiliasi dengan patung berhala.

2-Teks yang menunjukkan bahwa nama Abdu Manaf bin Qushai adalah julukan baginya (Abu Thalib) di masa dewasanya. Lalu Zubaidi menambahkan perkataannya di atas: “Ia dinamai Abdu Manaf, karena ibunya telah mempersembahkan dia pada berhala.. –sampai pada kalimat- Nama Abdu Manaf adalah al-Mughirah.” Demikian menunjukkan bahwa ayah Abu Thalib tidak menamai dia dengan nama Abu Manaf.

Mungkin yang dimaksud “ummuhu (ibunya)” –yang telah mempersembahkan dia pada berhala, dalam perkataan Zubaidi, adalah ibu susunya. Karena ada asumi bahwa ibu kandung yang melahirkan Abu Thalib, seorang yang bertauhid dan tidak memuja berhala. Namun, kita katakan bahwa ibu susunya pun bukan seorang penyembah berhala.

 

Sikap Abu Thalib atas Keislaman Ali kw

Setelah nabi Muhammad saw diangkat oleh Allah menjadi rasul-Nya, dan berdakwah menyampaikan risalah sucinya, dimulai dari keluarga lalu para kerabatnya. Di tengah mereka, lelaki pertama yang beriman kepada beliau adalah Ali bin Abi Thalib kw. Lalu, bagaimana sikap ayahnya, Abu Thalib, terhadap keislaman putranya ini?

Perhatikan beberapa hadis yang menyinggung masalah ini:

1-Diriwayatkan dari Ali kw bahwa: ketika Abu Thalib melihat putranya bersama Nabi saw bersujud! Imam Ali menceritakan, “Beliau kemudian menarik tanganku, seraya berkata, “Tahukah kamu, bagaimana kamu membela dia (Muhammad saw)?” Beliau memotifasiku dalam hal ini..”

Dalam riwayat lain; Ketika Abu Thalib memergoki Nabi saw dan Ali melakukan shalat di bukit Mekah di bahwa matahari, ia berkata kepada Ja’far (putranya, saudara Ali), “Shalatlah di sisi putra pamanmu (Muhammad saw)!”

2-Riwayat lainnya di bagian akhir; suatu hari Abu Thalib lewat mendapati keduanya mengerjakan shalat. Ia bertanya kepada Rasulullah saw, “Duhai keponakanku, agama apakah ini yang aku lihat engkau mengikutinya?”

Rasulullah menjawab, “Pamanku, ini agama Allah, agama para malaikat-Nya, agama para rasul-Nya, agama Bapak kita nabi Ibrahim (as).”

Diceritakan; ia juga pernah bertanya hal yang sama kepada putranya. Ali kw menjawab, “Wahai ayah, aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku percaya pada apa yang dia bawa; aku shalat bersamanya karena Allah, dan aku mengikuti dia”

Ia berkata kepada putranya ini, “Sesungguhnya dia (Muhammad saw) tidak mengajakmu kecuali pada kebaikan. Maka ikutilah dia!”

 

Referensi:

Ash-Shahih min Sirah al-Imam Ali/Sayed Murtadha Amili