Menangis, Berduka dan Menepuk Dada Sunnah Siapa? (Bagian 1)

Kaum Wahabi menganggap ritual-ritual yang dilakukan oleh Syiah adalah Bid’ah dan diada-adakan kedalam agama. Menangis dan menepuk dada bahkan dikalangan Mustabshir (Orang yang masuk kedalam Syiah) menganggap itu adalah kebudayaan Arab atau Persia.
Ibn Taimiyah didalam Minhaj Sunnah dengan jelas apa yang dilakukan oleh Syiah dengan menangisi Al-Husein as dengan menepuk dada adalah sesat dan bid’ah.
Ia berkata,
وَمِنْ حَمَاقَتِهِمْ إِقَامَةُ الْمَأْتَمِ، وَالنِّيَاحَةُ عَلَى مَنْ قَدْ قُتِلَ مِنْ سِنِينَ عَدِيدَةٍ
"Dan dari ketololan mereka (Syiah) mengadakan acara duka dan ratapan terhadap seseorang yang telah terbunuh ratusan tahun yang lalu."
(Minhaj Sunnah, Ibn Taimiyah, Juz.1 Hal.52, Peneliti Rasyad salim, Penerbit: Jamiah Imam Muhammad Bin Saud Al-Islamiyah, Cetakan Pertama, 1406 Hijriyah, 1986 M)
Begitupula ia berkata,
وَإِنَّمَا الرَّوَافِضُ لَمَّا ابْتَدَعُوا إقَامَةَ الْمَأْتَمِ وَإِظْهَارَ الْحُزْنِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لِكَوْنِ الْحُسَيْنِ قُتِلَ فِيهِ
“Mereka kaum Syiah, ketika melakukan Bidah dengan mengadakan mejlis duka dan memperlihatkan kesedihan di hari Asyura dikarenakan Al-Husien as terbunuh didalamnya.”
(Raddul Muhtar ala daril Mukhtar, Juz.2 Hal.418, Penerbit: Darul Fikr- Beirut, Cetakan kedua,1412 H)
Ibn Taimiyah dan pengikutnya melihat bahwa mengadakan acara duka, menangis dan menepuk dada adalah Bidah. Untuk itu, kita harus melihat definisi Bidah, baik secara bahasa, maupun istilah.
Bidah secara bahasa adalah:
البدعه: إنشاء الشيء لا علي مثال سابق، واختراعه وابتكاره بعد أن لم يكن
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
(Shihah Lughah, Jauhari, Juz.3 hal.113)
Tentunya definisi bidah secara bahasa tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah Rasulullah saww. Karena Islam tidak menentang inovasi dan hal-hal baru didalam dunia keilmuan atau teknologi. Justru Islam mendukung pembaharuan, Inovasi, Up to date, penemuan dan kemoderenan. Sebut saja seperti: Al-Kindi, Jabir, Umar Khayyam, Ibn Sina, Zakaria Razi dan lainnya.
Bid’ah yang ditentang Al-Quran adalah menambahkan hal baru kedalam agama dan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari agama. (wahyu Allah swt)
Imam Syafii berkata, “ Bidah terbagi menjadi dua: 1. Bid’ah hasanah 2. Bid’ah Madzmumah (Tercela). Adapun Bidah terpuji adalah pembaharuan-pembaharuan yang selaras dengan Al-Quran dan Sunnah dan Bidah tercela adalah bid’ah yang bertolak belakang dengan nash dan mengatakan hal tersebut adalah bagian dari syariat Allah swt.”
(Al-Baihaqi, Manaqib Syafii, peneliti Sayyid Ahmad Saqr, Cetakan Daruturast-Kairo, hal.468-469)
Ibn Hajar Asqalani berkata,
وَالْمُرَادُ بِهَا مَا أُحْدِثَ وَلَيْسَ لَهُ أَصْلٌ فِي الشَّرْعِ وَيُسَمَّى فِي عُرْفِ الشَّرْعِ بِدْعَةً وَمَا كَانَ لَهُ أَصْلٌ يَدُلُّ عَلَيْهِ الشَّرْعُ فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ
Maksud dari Bid’ah adalah menciptakan hal-hal baru yang tidak ada sumbernya didalam syariat, itulah Bid’ah. Adapun jika hal tersebut memiliki sumber syariat, maka hal tersebut bukanlah bid’ah.
(Fathul Bari, Juz.13 hal.253, Ibn Hajar Asqalani, Penerbit: Darul Makrifah-Beirut, tahun 1379)
Begitupula ulama kaliber Syiah, Sayid Murtadha mendefinisikan Bidah Terminologis dalam kitabnya,
البدعه زياده في الدين أو نقصان منه، من إسناد إلي الدين
Bid’ah adalah penambahan dan pengurangan didalam agama dengan mengklaim bahwa penambahan dan pengurangan tersebut bagian dari agama.
(Rasail Syarif Murtadha, Juz.2 hal.264, Cetakan: Darul Quran karim-Qom)
Jika kita melihat pandangan ulama sunnah dan syiah terkait Bidah, maka kita akan lihat bahwa Bidah yang dilarang adalah Bidah dalam kacamata Terminologis, bukan etimologis. Dalam kacamata Imam Syafii, Bid’ah etimologis disebut dengan Bidah Hasanah. Karena Islam tidak bertolak belakang dengan penemuan dan inovasi pemeluknya, bahkan mendukung hal tersebut selama tidak bertentangan dengan Al-Kitab dan Sunnah.
Untuk itu disinilah letak kesalahan Ibn Taimiyah dan kaum Wahabi, Memukul rata seluruh Bidah adalah sesat dan seluruh kesesatan tempatnya adalah neraka. Padahal tidak semua bid’ah sesat dan tidak semua yang tersesat pasti masuk neraka.
Ketika memukul rata seluruh Bid’ah, baik etimologis, maupun Terminologis adalah sesat, maka sebenarnya, Wahabi memiliki kriteria sendiri terhadap Bid’ah. Padahal yang benar adalah sebagian dari Bid’ah adalah sesat dan sebagian yang sesat masuk neraka.
Didalam Ushul Fiqih Mazhab Ahlul Bait ada kaidah yang bernama, Ashaltul Ibahah. Yaitu segala sesuatu hukum dasarnya adalah mubah (Boleh) selama tidak ada argumentasi keharamannya. Untuk itu selama tidak ada dalil pengharaman, maka hukum dasar segala sesuatu adalah mubah.
Ashalatul Ibahah ini mungkin dalam ta’bir Imam Syafii adalah Bid’ah Mamduhah. (terpuji)
Setelah kita memahami apa itu Bid’ah dan pembagiannya, maka kita akan menimbang apakah menangis, meratap, memukul dada dan berduka adalah Bid’ah?
Adakah dalil dari al-Kitab dan Sunnah pelarangan hal tersebut?
Apakah menangis, meratap, berduka dan memukul dada, selama tidak mengatakan bagian dari syariat adalah Bid’ah?
Supaya tulisan ini tidak panjang dan menjenuhkan para pembaca, maka saya akan bagi dalam beberapa bagian dipembahasan yang akan datang.