Sekilas Tentang Kenabian dalam Irfan

Kenabian Menurut Lugah

Dalam menentukan akar kata nabi terdapat tiga kemungkinan. Pertama, nabi berasal dari kata “naba-a” yang bermakna  berita atau kabar. Sebab nabi mengabarkan berita dari Tuhan dan menyampaikan kepada manusia tentang dzat, sifat, perbuatan, dan hukum-hukum-Nya.  Kedua, kata nabi berasal dari kata “nabwah” dan “nabaawah” yang berarti ketinggian. Sesuai dengan kata ini nabi adalah orang yang memiliki posisi mulia dan tinggi derajatnya . Ketiga, sebagian memandang nabi bermakna jalan, sebab para nabi merupakan jalan-jaln hidayah manusia kepada Hak Swt.  Dari ketiga makna yang disebutkan di atas, makna pertama yang lebih masyhur dikalangan ulama, terutama karena memiliki hubungan yang selaras dengan risalah kenabian sebagai pembawa berita dari Tuhan. Ini juga sesuai dengan definisi ulama lugah Ragib Isfahani dimana ia menyatakan: Nubuwwah (kenabian) adalah kedutaan antara Tuhan dan hamba-hamba-Nya yang berakal, yang mana untuk melengkapi perkara maad (eskatologi) dan kehidupan mereka. Dan nabi dikatakan nabi dikarenakan dia berbicara tentang hakikat, dimana akal intelek  memperoleh kemantapan darinya.

Hakikat Kenabian Menurut Urafa

Tuhan adalah awal dan akhir, Dia mempunyai zahir dan batin. Dalam irfan, batin Tuhan disebut gaib mutlak, dimana ia adalah unitas hakiki dan kemurnian dzat. Hakikat Tuhan ditinjau dari dimensi memanifestasi pada maujud-maujud maka ia disifati dengan sifat zuhur dan dari manifestasi di luar ini terjadilah multiplisitas. Maqam batin mutlak adalah wujud Ilahi dan maqam zuhur adalah keberadaan makhluk-makhluk. Maqam zuhur tempatnya multiplisitas dan multiplisitas ini bersumber dari nama-nama dan sifat-sifat beragam Hak Swt. Sebab setiap nama dari nama-nama Hak Swt menuntut suatu mazhar khusus dan setiap mazhar menuntut nama tertentu.

Sebab setiap nama Tuhan secara mutlak meminta zuhur dan wilayah khusus di alam luar maka kemestian dari itu terjadinya saling pertentangan di antara nama-nama. Tapi untuk menghindari saling pertentangan tersebut diperlukan suatu mazhar yang mengadili secara adil di antara mereka sehingga setiap mazhar tersampaikan kepada kesempurnaan yang layak untuknya. Hakim adil ini yang merupakan mazhar seluruh nama-nama dan sifat-sifat Hak Swt, tidak lain adalah nabi hakiki atau hakikat Muhammadi Saw.

Keniscayaan setiap dari nama-nama Tuhan dalam hadhrat wahidiyyah adalah kesempurnaan dzati mereka zuhur secara mutlak; kendatipun keniscayaan nama-nama lainnya berada di bawah radius pancaran  mereka. Sebagai contoh, asma jamal meniscayakan zuhur jamal secara mutlak dan jalal berada di bawah radius pancarannya; dari sisi lain asma jalal menginginkan jamal berada dalam radius pancarannya dan berada dalam pengaruhnya.

Hukum Ilahi meniscayakan bahwa di antara asma-asma-Nya, keadilan berkuasa dan setiap dari mereka zuhur berasaskan keadilan. Oleh karena itu, asma a’zham Allah yang menjadi hakim mutlak terhadap seluruh asma-asma bertajalli dengan dua asma al-hakam al-adl dan memberlakukan keadilan di antara mereka.

Maqam kenabian dalam setiap alam, menjaga batas-batas Ilahi dan mencegah keluarnya dari batas keadilan. Nabi Saw adalah orang yang zuhur dengan dua asma al-hakam al-adl dan dengannya tercegalah pemutlakan tabiat dan berlakulah keadilan.

Abdurrazzak Kasyani (wafat 736 H), dalam mendefinisikan nubuwwah menyatakan, Nubuwwah adalah pemberitaan hakikat-hakikat Ilahiyyah, yakni tentang makrifat dzat Hak Swt, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hukum-hukum-Nya.

Dalam definisi ini terkandung isyarah derivasi nubuwwah dari kata naba yang bermakna berita. Namun dalam istilah, tidak semua pemberitaan dikatakan nubuwwah. Akan tetapi hanya pemberitaan hakikat-hakikat yang berhubungan dengan dzat, asma, sifat-sifat, dan hukum-hukum Ilahi yang disebut nubuwwah.

Syarafuddin Dawud Qaishari berkata: Nubuwwah diambil dari kata naba dan itu bermakna berita dan dalam istilah adalah bitsah dari sisi Allah untuk menyampaikan berita, memberi petunjuk bagi hamba-hamba-Nya, dan memberi hidayah bagi mereka jalan pertumbuhan dan kesempurnaan.

Dalam definisi ini tidak semua pemberitaan dari Tuhan disebut kenabian. Tetapi pemberitaan dari seseorang yang dibangkitkan dari sisi Tuhan untuk  memberi petunjuk kepada masyarakat dan memberi hidayah kepada mereka dalam jalan pertumbuhan dan kesempurnaan insani yang disebut kenabian. Oleh karena itu, hanya jalan kenabian yang dapat menyampaikan seorang hamba kepada Tuhan, dan adapun jalan murni akal serta pemikiran manusia, semuanya itu tidak menjamin untuk dapat menyelamatkan dan menyempurnakan manusia serta menyampaikan mereka kepada Tuhan.

Nabi adalah seseorang yang dibangkitkan Tuhan di tengah-tengah manusia untuk memberi petunjuk kepada mereka jalan kesempurnaan yang telah ditakdirkan bagi mereka dalam hadhrat ilmiyyah. Nubuwwah dan bitsah bagi seseorang merupakan hak khusus Ilahiyyah yang tidak diperoleh dengan jalan berusaha. Sumber pemberian ini adalah faidh aqdas , kendatipun seluruh mazhar menuntut maqam kenabian ini. Oleh karena itu, kenabian senantiasa disertai dengan mukjizat untuk membuktikan kebenaran klaim kenabiannya dan membedakan antara nabi benar dan nabi palsu.

Arif Sayyid Haidar Amuli mendefinisikan nubuwwah demikian ini, nubuwwah adalah pemberitaan tentang hakikat-hakikat Ilahi dan makrifat-makrifat Rabbani dari sisi dzat, sifat, dan asma; dan nubuwwah sendiri terbagi dua, yaitu nubuwwah ta’rifi dan nubuwwah tasyri’i. Pertama, pemberitaan terhadap makrifat dzat, sifat, asma, dan perbuatan; kedua, pemberitaan terhadap semua perkara yang disebutkan ditambah dengan penyampaian hukum-hukum, pengadaban akhlak, pengajaran hikmah, dan penegakan politik. Dan bagian dari kenabian ini mempunyai kekhususan risalah.

Dalam definisi ini, nabi diambil dari akar kata inba’ dan kenabian dibagi atas kenabian ta’rifi dan tasyri’i, dimana kenabian ta’rifi mencakup pemberitaan terhadap makrifat-makrifat Ilahiyyah tentang dzat, sifat, dan perbuatan, sedangkan kenabian tasyri’i,  di samping pemberitaan makrifat Ilahiyyah tersebut juga meliputi penyampaian syariat, akhlak, hikmah, dan penegakan keadilan serta politik.

Menurut Imam Khomeni,  kenabian (nubuwwah) adalah penampakan dan penyataan hakikat-hakikat Ilahiyyah, asma, dan sifat rububiah dalam maqam ‘aini (luar) yang sesuai dengan inba’ (pemberitaan) hakikat ghaibi dalam maqam ilmiyyah.

Dalam definisi Imam Khomeni ini disebutkan untuk nubuwwah dan inba’ dua maqam. Pertama maqam ‘aini (luar) yang merupakan penampakan hakikat-hakikat Ilahiyyah, asma, dan sifat rububiah dan kedua maqam ilmiyyah dimana pemberitaan ghaibi mengambil bentuk di dalamnya. Oleh karena itu, nabi dalam konteks ini seseorang yang menampakkan hakikat-hakikat Ilahiyyah, yakni makrifat-makrifat yang berhubungan dengan dzat, sifat, dan asma hadhrat Hak Swt yang sesuai dengan maqam ilmiyyah.