Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kebutuhan pada pengetahuan (pemahaman dan pembuktian)

1 Pendapat 05.0 / 5

Maslow memaparkan masalah kebutuhan manusia terhadap pengetahuan dalam pembahasan aktualisasi diri dengan sudut pandang lebih luas :

Pada tingkatan paling tinggi, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan dan wawasan untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Sejarah umat manusia telah memberikan contoh terbaik untuk kita. uma manusia di hadapan bahaya-bahaya besar kehidupan, seperti kematian, selalu mencari dan bertanya-tanya ihwal hakikat yang sebenarnya. Mereka tertarik pada fenomena-fenomena misterius yang tak diketahui. Namun di hadapan hal-hal yang sudah diketahui, mereka menunjukkan reaksi kebosanan. Kebosanan dan rasa benci pada diri sendiri semacam ini sering didapati pada golongan orang-orang yang cerdas namun tidak memiliki aktivitas-aktivias yang menantang untuk maju. Kita sering menemukan perempuan-perempuan berpotensi dan cerdas yang tidak memiliki pekerjaan, lalu lambat laun tanda-tanda kebosanan dan kebencian terhadap diri ini muncul pada dirinya. Dengan kata lain, kita selalu bosan dengan sesuatu yang sudah kuno. Hal-hal yang sebelumnya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kita, dengan cepat sifat pemenuhan kebutuhan yang ada padanya sirna. Hal penting yang perlu diperhatikan disini adalah memisahkan kebutuhan kognitif dan kebutuhan aksional, karena kecenderungan pada pengetahuan pada dasarnya mencakup kecenderungan aksional.

Agama Islam meyakini bahwa orang yang mati dalam kondisi menuntut ilmu mendapat pahala orang yang mati syahid.

Jika kematian datang pada seorang penuntut ilmu, dan dirinya berada dalam keadaan ini, maka ia mati seperti matinya orang syahid.

Seorang alim satu tingkat lebih tinggi dari seorang syahid. Seorang syahid satu tingkat lebih tinggi dari seorang abid (penyembah). Kedudukan seorang alim jika dibandingkan dengan kedudukan semua makhluk dialam semesta seperti kedudukanku (Maslow) jika dibandingkan dengan yang paling rendah diantara mereka.

Di hari kiamat kelak, terdapat tiga kelompok yang dapat memberikan syafaat; para nabi, para ulama, para syuhada.

Ayat pertama yang diturunkan kepada Rasullah Saww adalah ayat yang berkenaan dengan ilmu dan pena. Setelah berbicara tentang nikmat penciptaan, Allah Swt berbicara tentang ilmu. dalam Al-Quran juga disebutkan bahwa para malaikat bersujud di hadapan nabi Adam as setelah Allah mengajarkan asma (nama-nama) kepadanya. Kedudukan ilmu dalam Islam sedemikian tinggi, sampai-sampai Allah Swt memerintahkan nabi-Nya untuk berkata; “ Tuhanku, tambahkan ilmu padaku” (QS.Thaha : 114).

Kendati seorang nabi, nabi Musa as tidak enggan memohon kepada nabi Khidir as untuk menjadikan dirinya murid. Perbincangan kedua nabi diabadikan dalam Al-Quran :

Apakah aku boleh mengikutimu agar engkau memberiku pengetahuan dari ilmu ladunni-mu?” (QS.Al-Kahfi : 66).

Kata Rusyda dalam ucapan nabi Musa as menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan media bagi manusia untuk berkembang dan menyempurna, bukan tujuan itu sendiri. Nabi Ibrahim as dengan kemuliaan yang dimilikinya, demi menguatkan keyakinan, memohon kepada Allah Swt untuk memberinya kesempatan untuk menyaksikan soal bagaimana Dia menghidupkan makhluk yang sudah mati. Ini menunjukkan seorang nabi sekalipun seelah mencapai posisi kemuliaan tertinggi, tetap berusaha mencapai derajat lebih tinggi lagi, yaitu kepengatahuan dan keterangan jiwa yang dihasilkan darinya. Dalam hal ini, keyakinan bersifat hierarkhis; dan dalam ayat di atas, Nabi Ibrahim as berusaha mencapai level hierarkhi tertinggi.

Manakala mencapai derajat tinggi ilmu ladunni, para nabi menyadari ketenangan jiwanya bergantung pada kontinuitas pemahaman yang lebih tinggi. Saat itulah kewajiban manusia, sebagai makhluk yang tidak tahu apa-apa kecuali hanya sedikit, menjadi jelas. Contoh yang ditunjukkan dalam Al-Quran berkenaan dengan rasa ingin tahu adalah kisah Dzulqarnain. Setelah semua hal yang dibutuhkan telah tersedia– “dan kami telah memberinya segala sesuatu sebagai wasilah ( fasilitas) dan perantara (medium)”– manusia memulai perjalanannya ke timur dan barat. Kisah bendungan Ya’juj dan Ma’juj menunjukkan jiwa Dzulqarnain yang pantang menyerah dan selalu ingin tahu. Jika seandainya fasilitas dan segala hal yang dibutuhkan Dzulqarnain saat itu diberikan pada orang lain, belum tentu orang tersebut akan bangkit dan melakukan perjalanan ke barat dan timur sebagaimana yang dilakukan Dzulqarnain.