Hakikat syukur

Ketahuilah bahwa arti bersyukur adalah menghargai ni’mah (karunia, nikmat, pemberian, anugerah) yang diberikan oleh sang Maha Pemurah (Mun’im), dan terlihatnya pengaruh-pengaruh pernghargaan ini di hati, di lidah, dan dalam tindakan serta gerakan tubuh. Pengaruhnya di hati berupa rendah hati, merasa takjub, cinta, dan sebagainya. Pengaruhnya di lidah berupa memuji dan memuliakan. Pengaruhnya di anggota tubuh berupa ketaatan, menggunakan anggota-anggota tubuh untuk keridhaan sang Maha Pemurah, dan sebagainya. Ar-Raghib berkata :

الشًّكْرً تَصَوًّرُ النِعمَةِ وإِظهَارُهَا

“Bersyukur adalah merenungkan ni’mah dan pengungkapannya”

Disebutkan bahwa bersyukur adalah kebaikan (sebagiannya) dari kasyr, yang artinya adalah kasyf (penyingkapan, penemuan), dan lawan katanya kufr, yang artinya adalah melalaikan dan menutupi ni’mah. ‘Dabbah syakir’ (hewan yang bersyukur) adalah hewan yang mengungkapkan penghargaan kepada tuan dan pemberi rezekinya melalui tubuhnya yang segar dan bugar. Juga disebutkan bahwa asal muasalnya adalah aynun syakra. Syakra disini artinya adalah mumtali’ah (penuh). Karena itu arti syukur adalah penuh dengan menyebut-nyebut sang Maha Pemurah (mun’im). Syukur ada tiga macam: syukurnya hati, yang berupa merenungkan anugerah; syukurnya lidah, yang berupa memuji sang maha pemurah; dan syukurnya anggota-anggota tubuh lainnya. Yang berupa memperhatikan ni’mah sebagaimana ni’mah itu patut diperhatikan (yaitu diakui dan digunakan sebagai tujuan yang sesuai dengan ni’mah itu).

Ahli irfan yang tangguh, Khwajah ‘Abdullah Anshari, berkata: “syukr adalah sebuah nama untuk pengetahuan (ma’rifah) atau ni’mah, karena syukr merupakan sarana untuk mengetahui sang mun’im”. Penafsir ahli karyanya berkata:

Merenungkan bahwa ni’mah itu milik sang mu’min, dan mengetahui bahwa ni’mah itu berasal dari-Nya, adalah syukr itu sendiri. Diriwayatkan bahwa Hadharat (Nabi) Dawud a.s. berkata: “wahai Tuhan! Bagaimana aku dapat bersyukur kepada-Mu, sedangkan kesyukuran merupakan anugerah (ni’mah) lain dari engkau yang perlu disyukuri!” Allah berfirman kepadanya: “wahai Dawud, bila engkau tahu bahwa setiap ni’mah merupakan dari-Ku berarti engkau telah bersyukur kepada-Ku.”

Imam khomeini berkata : apa yang dikatakan pakar-pakar ini didasarkan pada ketidaktepatan, sebab syukr bukanlah pengetahuan hati itu sendiri atau pengungkapannya melalui lidah atau tindakan tubuh. Namun syukr merupakan keadaan jiwa (halat nafsaniyyah) yang merupakan hasil dari mengetahui sang mun’im. Tindakan-tindakan hati dan tubuh merupakan buah dari keadaan ini. apa yang telah dikatakan beberapa pakar mendekati hal ini, sekalipun pernyataan-pernyataan mereka juga tidak sepenuhnya bebas dari memikirkan hal-hal yang tidak tepat. Mereka mengatakan:

Perlu diketahui bahwa syukr itu mengganti ni’mah melalui kata, perbuatan dan niat. Ini bertumpu pada tiga topangan. Pertama, megetahui (ma’rifah) sang Mun’im dan sifat-sifat yang sesuai dengan-Nya, dan juga mengetahui bahwa ni’mah adalah ni’mah itu sendiri. Pengetahuan ini tidak akan sempurna kecuali dipahami bahwa semua anygerah yang terlihat dan tidak terliahat berasal dari Allah Swt dan  bahwa Dzat suci-Nya adalah yang sesungguhnya memberikan anugerah itu. Semua sarana dan perantara terkena hukum dan perinah-Nya. Kedua, itu merupakan suatu keadaan yang merupakan hasil dari pengetahuan ini, yang terdiri atas kerendahan hati, ketakjuban, dan merasa senang bahwa ni’mah itu merupakan anugerah yang menunjukkan kepedulian dan perhatian sang mun’im kepadamu. Tandanya adalah bahwa engkau tidak terpesona pada dunia, bahwa engkau hanya menyenangi sesuatu yang meyebabkan dekat dengan Allah.

Ketiga, itu merupakan tindakan yang muncul dari keadaan ini. karena apabila keadaan ini muncul di hati, maka lahirlah dorongan untuk mencapai kedekatan dengan Allah. Tindakan itu berkaitan dengan hati, lidah dan anggota tubuh lainnya. Tindakan hati terdiri atas; memuji dan memuliakan sang mun’im, merenungkan penciptaan-Nya, tindakan-Nya, pengaruh-pengaruh rahmat-Nya, dan kedermawanan-Nya kepada semua makhluk-Nya. Tindakan lidah terdiri atas mengungkapkan kedermawanan iu melalui pujian dan pemuliaan kepada Allah dan menyatakan keesan-Nya, dan juga melalui penunaian kewajiban al-amr bil ma’ruf wan-nahy ‘anil munkar dan penuanaian kewajiban-kewajiban lainnya. Tindakan anggota tubuh lainnya berupa memanfaatkan anugerah-anugerah yang terlihat maupun yang tidak terlihat untuk menaati, menyembah dan mencegah perbuatan dosa terhadap Allah dan untuk mencegah agar tidak melanggar perintah-perintah-Nya. Dengan demikian, mata digunakan untuk mempelajari ciptaan-Nya, membaca kitab suci-Nya, dan mengajarkan ilmu-ilmu dari para nabi dan washinya a.s.

Begitu pula untuk anggota tubuh yang lainnya.