Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Napak Tilas Kehidupan Maryam as, Ibunda Isa al-Masih as (Bagian Kedua)

1 Pendapat 05.0 / 5

Rasulullah saw bersabda, “Empat wanita penghuni surga terbaik ialah; Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhamad, Maryam binti Imron, dan Asiyah binti Muzahim, istri Fir,aun.”[1]

Keagungan dan Keteladanan Sayidah Maryam as:

Betapa banyak keagungan dan keteladanan Sayidah Maryam as yang secara global telah disebutkan dalam al-Quran.

Mendapatkan Hidangan dari Surga dan Inspirator bagi Nabi Zakaria as

Maryam as senantiasa mengisi waktunya dengan bermunajat dan salat di mihrabnya. Ia senang menghabiskan waktunya dengan beribadah kepada Sang Penguasa. Cinta di hatinya kepada Allah Swt begitu besar, tak ada waktu luang yang dilewatkan kecuali diisi dengan ibadah. Kedekatan Maryam as dengan Sang Maha Pencipta menjadikannya istimewa dan agung di sisi-Nya. Allah mengirimkan hidangan dari surga untuk Maryam as. Berbagai makanan dan minuman dihidangkan dari surga untuk Maryam as. Padahal, sebelumnya yang biasa membawakan makanan dan minuman untuk Maryam as ialah Nabi Zakaria as. Nabi Zakaria as senantiasa menjenguk Maryam as untuk mengetahui keadaannya dan memenuhi segala kebutuhannya.

Suatu hari, Nabi Zakaria as tersentak kaget saat melihat berbagai macam hidangan dan buah-buahan telah tersedia di tempat tinggal Maryam as. Nabi Zakaria as hanya berguman dalam hatinya, “Ya Tuhanku, apa yang tengah aku lihat? Aku belum pernah melihat hidangan seperti ini? Padahal tidak mungkin ada seorang pun yang bisa masuk ke ruangan ini, bagaimana semua ini bisa sampai ke ruangan ini?” Tanpa berkata sesatu pada Maryam as, Nabi Zakaria as pun pergi meninggalkan tempat tinggal Maryam as. Keesokan harinya Nabi Zakaria as kembali tampak kaget karena mendapati hidangan yang beragam di ruangan Maryam as, “Tiap kali memasuki mihrab Maryam, Zakaria mendapati hidangan di sisinya…”[2]

Nabi Zakaria as terus termenung, namun beliau tidak mendapatkan jawabannya. Akhirnya beliau menanyakan hal aneh tersebut kepada Maryam as, “Wahai Maryam, darimanakah engkau dapatkan semua ini…?”[3]

Maryam as menjawab, “Semua ini berasal dari Allah, sesungguhnya Allah akan memberikan rezeki kepada yang dikehendakinya tanpa usaha…”[4]

Nabi Zakaria as sangat kagum saat mengetahui jawaban Maryam as. Beliau pun sangat kagum atas keagungan dan kesempurnaan yang dimiliki keponakannya, Maryam as. Beliau pun sangat kagum atas karamah dan keistimewaannya. Dengan kondisi masih terkagum-kagum pada anugrah dan keagungan Maryam as, dalam hatinya terbesit untuk memohon kepada Allah untuk dianugrahi seorang anak, “Ya Allah, andaikan Engkau mampu menjadikan buah-buahan musim semi di musim dingin, pasti Engkau pun mampu di musim dingin umurku dan masa tuaku untuk mendapatkan benih musim semi… anugrahkan seorang anak kepadaku.”

Hingga usia tua, Nabi Zakaria as belum dikaruniai seorang anak. Saat menyaksikan mukjizat dan karamah yang dimiliki Maryam as, beliau termotivasi untuk memohon dikaruniai seorang anak meski sudah tua.

“Wahai Tuhanku, anugrahkan kepadaku dari sisi-Mu keturunan yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”[5]

Allah Swt mengabulkan doa Nabi Zakaria as, dan melalui para malaikat Allah Swt memberikan kabar gembira bahwa beliau akan dianugrahi seorang putra yang bernama Yahya.

“Sesungguhnya Allah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak yang bernama Yahya…”[6]

“Wahai Zakaria, sesungguhnya Kami memberikan kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya, yang sebelumnya belum pernah aku jadikan nama sepertinya.”[7]

Itulah salah satu keagungan Maryam as, seorang nabi seperti Nabi Zakaria as pun mengagumi kedudukan dan kesempurnaan yang dimilikinya. Dengan melihat keistimewaan Maryam as, Nabi Zakaria as pun terinspirasi untuk memohon dianugrahi seorang anak yang soleh di usia senjanya. Sayidah Maryam as menjadi inspirator bagi Nabi Zakaria as untuk memohon sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia.

Perempuan Terpilih

Saat khusyuk bermunajat di mihrab, malaikat datang ke hadapannya untuk menyampaikan pesan Allah Swt kepadanya seraya berkata,

“Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu dan mensucikanmu, dan telah memilihmu atas perempuan yang lain di alam semesta.”[8]

Melalui ayat ini Allah Swt telah memilih Maryam as atas perempuan lainnya, juga mensucikannya sebagai lahan untuk kelahiran Nabi Isa as.

Dalam ayat tersebut Allah Swt mengulang kata ‘isthafa’ (memilih) untuk Sayidah Maryam as, sementara dalam al-Quran tidak mungkin ada pengulangan kata jika tidak ada maksud dan tujuan tertentu, karena itu berarti Allah Swt melakukan perbuatan sia-sia. Dan, kita mengetahui bahwa Allah Swt Maha Sempurna tidak mungkin melakukan perbuatan sia-sia. Berkaitan dengan pengulangan kata ‘isthafa’ (memilih) terdapat beberapa penafsiran:

1. Maksud dari ‘isthafa’ pertama ialah terpilihnya Maryam as berdasarkan nazar ibunya untuk menjadi pelayan Baitul Maqdis, sementara ‘isthafa’ kedua terpilihnya Maryam as untuk melahirkan Nabi Isa as.[9]
   

2. ‘Isthafa’ pertama Maryam as terpilih dari keturunan para nabi, ‘isthafa’ kedua terpilih melahirkan Nabi Isa as tanpa melalui adanya suami.
   

3. Isthafa’ pertama menunjukkan diterimanya Maryam as di sisi-Nya, sedangkan ‘isthafa’ kedua menunjukkan kedudukan dan derajat agungnya di kalangan perempuan Bani Istail.[10]
   

4. Isthafa’ pertama menunjukkan terpilihnya Maryam atas perempuan seluruh alam, sedangkan ‘isthafa’ kedua menunjukkan bahwa Maryam dapat melahirkan seorang anak tanpa memiliki suami. Dan hal ini menunjukkan Maryam as memiliki keistimewaan dibandingkan perempuan lainnya.[11]

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari semua pendapat tersebut ialah bahwa semuanya menunjukkan keagungan sosok Sayidah Maryam as, dan keutamaannya atas perempuan lainnya.

Apakah Sayidah Maryam as Merupakan Perempuan Terpilih atas Semua Perempuan di Alam Semesta?

Jika kita melihat dhohir ayat tentang terpilihnya Sayidah Maryam as, dalam ayat tersebut menggunakan kata ‘alamiin’, yang diartikan ‘alam semesta. Apa ini artinya menunjukkan bahwa beliau merupakan penghulu para wanita? Terus bagaimana dengan Sayidah Fathimah?

Allah Swt dalam Al-Quran menyebutkan Maryam as sebagai penghulu para wanita pada masanya, “Wahai Maryam, sesungguhnya Alloh telah memilihmu dan mensucikanmu, dan telah memilihmu atas para wanita di alam.”[12]

Sedangkan Rasulullah saw yang ucapannya merupakan wahyu Alloh sebagaimana yang yang telah dijelaskan dalam al-Quran surat an-Najm ayat 3-4, telah mengumumkan bahwa Fathimah az-Zahra as merupakan penghulu para wanita di seluruh masa.  “Wahai Fathimah, apakah engkau tidak senang menjadi penghulu para wanita seluruh alam, penghulu wanita umat ini, dan penghulu para wanita mukminah?“ [13]

Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Fathimah as adalah penghulu para wanita. Seseorang bertanya kepada beliau, “Apakah dia hanya penghulu para wanita di masanya?” Rasulullah menjawab, “Itu adalah Maryam putri Imron, adapun putriku, Fathimah dia adalah penguhulu para wanita seluruh alam dari awal hingga akhir.”[14]

Alusi dalam tafsir Ruhul Ma’ani menyatakan bahwa Fathimah paling utama dari seluruh perempuan masa dulu maupun yang akan datang. Dengan hadis ini dapat ditetapkan bahwa Fathimah merupakan perempuan termulia, karena merupakan jiwa dan diri Rasulullah saw. Karena itu ia pun lebih utama dai Aisyah.[15]

Mungkin ada yang bertanya, jika Maryam as penghulu wanita pada masanya saja, kenapa Al-Quran menggunakan kata ‘’aalamiin’, yang secara bahasa artinya ialah seluruh alam?

Penggunaan seperti ini dalam al-Quran merupakan hal biasa, sebagaimana halnya tentang Bani Israil Allah Swt telah mengutamakan mereka di alam semesta, “Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepada kalian, dan Aku telah mengutamakan kalian dari semua umat yang lain di alam ini.”[16]

Tentu, maksud al-Quran bukan mengutamakan Bani Israil di seluruh alam dari awal hingga akhir, akan tetapi mereka diutamakan atas umat yang lainnya pada masanya saja, dan saat mereka beriman.

 
CATATAN :
 

[1]  Naishaburi, Mustadrak ash-Shahihain, jil 2, hal 497; dinukil dari Fadhail Khamsah jil 3, hal 174

[2]  QS Ali-Imron:37

[3]  QS Ali-Imron:37

[4]  QS Ali-Imron:37

[5]  QS Ali-Imron:38

[6]   QS Ali-Imron: 39

[7]   QS Maryam:7

[8]   QS Ali-Imron:43

[9]  Thabarsi, Majma’ul Bayan, jil 2, hal 440

[10]  Thabataba’i, al-Mizan, jil 3, hal 295

[11]   Thabataba’i, al-Mizan, jil 3, hal 335

[12]   QS Ali-Imron:42

[13]  Naishaburi, Mustadrak ash-Shahihain, jil 3, hal 156

[14]  Majlisi, Biharul Anwar, jil 43, hal 24

[15]   Alusi, Ruhul Ma’ani,  jil 3, hal 138

[16]   QS al-Baqarah:47