Persamaan Perempuan dan Laki-laki Dalam Perspektif Islam (Bag. 1)

Pembahasan persamaan laki-laki dan perempuan menjadi isu penting saat ini di belahan bumi manapun. Tuntutan persamaan perempuan dan laki-laki tidak hanya meliputi hak dan kewajiban, tetapi juga meliputi berbagai aspek kemanusiaan. Demikian seksi dan sensitifnya isu persamaan gender ini pada setiap ranah domestik dan publik. Akan terjadi penolakan dan gerakan perlawanan dari aktivis pejuang kesetaraan setiap kali ditemukan kasus yang dipahami sebagai diskriminasi berdasar atas jenis kelamin.

َAnalisa kritis terhadap teks dan kebijakan telah banyak dilakukan dan menghasilkan koreksi atas teks dan dikeluarkannya kebijakan baru yang dianggap setara dalam perspektif gender. Tafsir atas teks agama Islam juga tak lepas dari fokus kritisi atas upaya persamaan gender. Agaknya sejarah dan pandangan patriakri yang mengutamakan laki-laki atas perempuan telah menjadi bias dalam tafsir agama. Hal ini menyebabkan dijumpainya pandangan dan aturan yang mengabaikan hak-hak dan karakteristik khusus yang dimiliki perempuan.

Dalam tradisi Ahlul Bait, disamping Sirah Nabawiah dan Sirah Imamah as,  sosok Fatimah Az Zahra salamullah alaiha menjadi titik awal pergerakan dan pemahaman atas jati diri perempuan muslim. Putri Suci Nabi Saw ini telah menunjukkan bagaimana perempuan menorehkan tinta emas dalam catatan sejarah manusia. Tanpa mengabaikan peran domestik di keluarga, kehadiran Sayyidah Fatimah di ruang sosial dan politik telah meredefinisikan kehidupan duniawi yang singkat menjadi keabadian. Kedudukan spiritual yang dimiliki Ibunda Para Imam as menghapus pemahaman bahwa perempuan tidak sama atau lebih rendah derajatnya dari laki-laki.

Praktek persamaan perempuan dengan laki-laki yang ditemui dalam kehidupan Sayyidah Fatimah sa, Sirah Nabawiah dan Sirah Mashumin as menjadi referensi atas pemikiran persamaan gender dalam Islam. Sedangkan dari sisi pemikiran, prinsip persamaan perempuan dan laki-laki dapat ditemui pada teks yang menjadi referensi aturan dan hukum positif. Pada prinsipnya, persamaan gender dalam Islam memiliki berbagai aspek antara lain: persamaan dalam aspek kemanusiaan, persamaan derajat, persamaan nilai etika dan persamaan hak. Meskipun demikian, dibalik semua itu Islam juga menetapkan beberapa pembedaan berdasar jenis kelamin yang lebih pas untuk dipahami sebagai “keadilan gender”, namun tidak menjadi pembahasan pada ruang ini.

Persamaan Perempuan dan Laki-laki Dalam Kemanusiaan
Dalam hal kemanusiaan, secara defenitif perempuan memiliki kesamaan dengan laki-laki. Al Quran mengungkapkan persamaan esensi kemanusiaan perempuan dan laki-laki dalam beberapa pendekatan:

a. Persamaan perempuan dan laki-laki dalam perjalanan meraih keberhasilan.

Karakteristik penting yang merupakan keutamaan manusia atas makhluk lainnya antara lain: kemampuan memahami konsep universal, deduksi, memahami kebaikan dan keburukan, memilih, penerima tanggungjawab serta kemampuan dalam upaya mencapai kesempurnaan diri. Al Quran dalam surah Al A’raf ayat 19-24 dan Surah Al Ahzab ayat 72-73 mengisyaratkan  persamaan perempuan dan laki-laki dalam hal menerima taklif/tugas dan tanggungjawab, persamaan dalam hal pahala dan hukuman untuk perbuatan yang serupa (Ali Imran ayat 195, An Nisa ayat 124), persamaan keduanya dalam hal akal praktis khususnya pemahaman akan baik buruknya sesuatu dan dorongan untuk condong kepada baik/buruk (Ali Imran ayat 17, Al Ahzab ayat 35, Yusuf ayat 9) dan persamaan dalam pencapaian kehidupan yang baik pada surah An Nahl ayat 96.

Dalam ayat 12 surah Al Hadid Allah berfirman: “(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”.

b. Perempuan dan laki-laki diciptakan dari satu hakikat (nafs).

Al Quran surah An Nisa ayat 1 : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari hakikat/nafs yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”. Selanjutnya surah Ar Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri”. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa apapun hakikat nafs yang dimaksud, setiap manusia dan pasangannya memiliki kesamaan dalam hakikat tersebut.

c. Gender sebagai aspek fisiologis dalam proses terciptanya manusia

فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَىٰ  ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّىٰ  أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَىٰ

Bukankah dia dahulu setetes air yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian air itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan. (Al Qiyamah 37-39).

Ayat-ayat yang berisi tentang proses penciptaan manusia menunjukkan ruh sebagai unsur asli dan dan fisik sebagai unsur tambahan. Ayat tersebut di atas menyatakan bahwa penciptaan jenis kelamin terjadi pada proses kemunculan fisik. Dalam ayat tersebut, laki-laki dan perempuan disandarkan pada ( منی یمنی) yang bermakna bagian fisik.

Sebagian ulama menggunakan prinsip “tajarrud” (terbebasnya ruh dari materi) sebagai argument persamaan derajat kemanusiaan perempuan dan laki-laki. Ayatullah Amuli dalam bukunya “Keindahan dan Keagungan Wanita” menyatakan bahwa ruh terbebas dari muatan materi, sedangkan fisik merupakan materi. Beliau menggunakan istilah ruh untuk kata nafs.  Oleh karena itu, perempuan dan laki-laki memiliki kesamaan dalam ruh insan. Hakikat manusia kembali pada ruh, bukan badan, maka perempuan dan laki-laki sama dalam kemanusiaan.

d. Persamaan dalam kemampuan spiritual.

Tingkat tertinggi dalam keyakinan adalah pemahaman hakikat tanpa perantara yang dapat dicapai melalui praktek penyucian diri yaitu takwa dan kontrol diri. Proses pemahaman ini disebut dengan istilah “syuhud” yang bermakna penyaksian. Pemahaman ini tidak dipengaruhi oleh sistem syaraf otak dan emosional serta hal yang berkaitan dengan fisik lainnya. Karena itu, keterbatasan materi yang termanifestasi dalam keterbatasan fisik tidak berpengaruh negatif pada “penyaksian”.

Terdapat beberapa ayat Al Quran yang menyatakan persamaan potensi perempuan dan laki-laki dalam meraih derajat takwa tertinggi, misalnya ayat 13 surah Al Hujurat:     وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْد اللَّهِ أَتْقَاكُمْ  َ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Ayat lainnya yang bisa dirujuk antara lain: ayat 40-41 surah An Naziat, ayat 31 surah Ali Imran, ayat 16 surah Al Hadid dan ayat 70 surah Al Isra. (Bersambung)