Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Andai Musibah ini Menimpa Siang Niscaya Menjadi Malam

1 Pendapat 05.0 / 5

Salam atas keluarga suci Nabi… Banyak sekali ayat Alquran dan riwayat hadis dalam kitab-kitab mu`tabar tentang keutamaan-keutamaan Ahlulbait Nabi as. Satu di antaranya, firman Allah:

إِنَّما يُريدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطَهِّرَكُمْ تَطْهيراً

Sesungguhnya Allah berhendak untuk menghilangkan dosa dari kalian, hai Ahlulbait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.” (QS: al-Ahzab 33)

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw mendoakan mereka dan para pecinta mereka:

اللهم انك تعلم ان هؤلاء اهل بيتي واكرم الناس علي فأحبب من احبهم وابغض من ابغضهم ووال من والاهم وعاد من عاداهم واعن من اعانهم واجعلهم مطهرين من كل رجس معصومين من كل ذنب وايدهم بروح القدس منك

“Ya Allah, Engkau Mahatahu bahwa mereka itu keluargaku dan orang-orang yang paling aku muliakan. Maka cintailah siapa yang mencintai mereka dan bencilah siapa yang membenci mereka; jadilah penolong siapa yang menolong mereka dan musuhilah siapa yang memusuhi mereka; berikan bantuan bagi siapa yang membantu mereka. Jadikanlah Ahlulbaitku orang-orang yang Engkau sucikan dari segala nista dan terpelihara dari segala doa. Dukunglah mereka dengan spirit kesucian dari-Mu.”

Khusus mengenai Sayidah Fatimah banyak pula hadis tentang putri Rasulullah ini, di antaranya dalam Sahih Muslim (7/141) dan lainnya, Nabi saw bersabda:

فاطمة بضعة مني يريبني ما ارابها ويؤذيني ما اذاها

“Fatimah belahan diriku, meragukan aku siapa yang telah meragukan dia dan menyakiti aku siapa yang telah menyakitinya.”

Dinukil dalam kitab “Ghayatu al-Maram” (2/119 dan 350) hadis Nabi saw: باب فاطمة بابي وبيتها بيتي فمن هتكه هتك حجاب الله; “Pintu Fatimah adalah pintuku dan rumahnya adalah rumahku. Maka siapa yang mengoyaknya (rumah Fatimah) telah mengoyak hijab Allah.

Dari dua hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang terkait, satu rangkuman umum yang dapat diangkat di sini, yaitu sikap atau tindakan apapun dari siapapun dan kapanpun terhadap Sayidah Fatimah dan yang terkait dengan dirinya adalah sama halnya berurusan dengan Allah dan Rasul-Nya.

Sikap atau tindakan itu baik merupakan penghormatan, memuliakan dan mengagungkan, maupun -naudzubillah- merupakan penghinaan, membenci, memusuhi, menyakiti dan merendahkan. Siapapun pelakunya, yang muslim ataupun yang non muslim. Baik di masa Sayidah Fatimah dan sepeninggal Rasulullah saw, maupun di masa sesudah itu hingga sekarang.

Teks-teks suci seperti di atas membawa batasan-batasan tertentu, bagaimana semestinya seseorang terhadap Sayidah Fatimah dan terhadap apa serta siapa yang terkait dengan dirinya. Selain itu seruannya tak sebatas mengagungkan, tetapi juga agar meneladani beliau.

Kemudian, apa yang akan terjadi sepeninggal Rasulullah dari umatnya sampai beliau mengatakan:

الى الله اشكو ما تلقى عترتي من بعدي

“Kepada Allah aku mengadu apa yang akan ‘Itrahku hadapi sesudahku.”

Saat wafat menjelang, Rasulullah saw menangis sampai janggutnya basah oleh airmatanya. Beliau ditanya, “Mengapa engkau menangis, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, Aku menangis atas Dzuriyahku dan apa yang akan diperbuat oleh orang-orang jahat terhadap mereka sesudahku. Seakan aku bersama Fatimah putriku, ia dianiaya sesudahku dan ia memanggil, yâ abatâh… (Oh ayah..). Tetapi dari umatku tak ada yang peduli. (Amali ath-Thusi, hal 188/316/18)

Dapat dirujuk dalam Sahih Bukhari 4/183, Sahih Muslim 7/143 dan lainnya, bahwa: Ketika itu beliau memanggil putrinya dan membisikkan sesuatu kepadanya, Fatimah lalu menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu kepadanya, Fatimah lalu tertawa senang. Melihat demikian Aisyah penasaran dan bertanya kepada Fatimah tentang hal itu. Fatimah mengungkapkan: “Ayah memberitahuku bahwa beliau akan wafat dalam sakitnya, karena itu Saya menangis. Kemudian memberitahuku bahwa Saya orang pertama dari Ahlulbaitnya, yang akan menyusul beliau. Karena itu Saya tertawa senang.”

Demikian itu seakan Sayidah Fatimah tak sanggup bila berpisah dengan Rasulullah saw. Kebahagiaannya dalam hidup di dunia ialah apabila ia bersama ayahnya, dan menjadi hilang dengan kepergian Rasulullah di sisi Rabbul alamin.

Jika kebahagiaannya itu pergi, sirnalah semangat untuk menjalani hidup di alam fana yang gulita ini. Namun, masih ada satu harapan yang tersisa baginya untuk meraih kembali kebahagiaan yang hilang itu, ialah sebuah kepastian bahwa Sayidah Fatimah pasti akan bersama lagi dengan Rasulullah saw di alam sana yang kekal. Terlebih dikabarkan kepadanya bahwa dialah yang pertama yang akan segera menyusul beliau. Hal inilah yang mungkin membuat hati Sayidah Fatimah terhibur.

Walau hidup di dunia sedemikian singkat, tanpa kehadiran Rasulullah saw adalah dalam penantian yang panjang di ruang yang penuh kegelapan. Di hadapan pusara Sang Ayah yang suci, Fatimah Zahra as mengungkapkan:

صبت علي مصائب لو انها صبت على الايام عدن لياليا

“Musibah besar menimpa diriku. Andai musibah ini menimpa siang