Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Apakah Hak-hak yang Diberikan Islam kepada Kaum Wanita?

1 Pendapat 05.0 / 5

Dengan kemunculan Islam dan sistem pendidikan khas yang dimilikinya, kehidupan wanita pada masa ini telah memasuki babak baru, sebuah era kehidupan dengan interval yang amat maju dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Di era baru ini, wanita telah menjadi sosok mandiri yang mendapatkan seluruh hak- haknya, baik dari sisi individual maupun sosial. Pondasi pengajaran Islam dalam masalah wanita adalah sebagaimana yang kita baca di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Yaitu, sebagaimana wanita mempunyai kewajiban yang berat di dalam masyarakat, mereka juga mempunyai hak-hak yang perlu pula untuk mendapatkan perhatian dan kepedulian.

Islam senantiasa menganggap kedudukan wanita sejajar dengan kedudukan pria dari sisi hakikat kesempurnaan insani, kemauan serta hak pilihnya, dan Islam memandang wanita berada di dalam perjalanan kesempurnaannya yang merupakan tujuan penciptaan. Oleh karena itu, mereka diletakkan secara berdampingan dengan pria dan sejajar dalam satu barisan, lalu menyeru mereka berdua dengan satu nada, “Wahai manusia“, atau “Wahai orang-orang yang beriman“.

Islam juga melazimkan adanya program-program pendidikan dan akhlak untuk mereka. Melalui ayat-ayat semacam “…. dan barangsiapa mengerjakan amal yang salih, baik pria maupun wanita, sedangkan ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga….” (QS. Al-Mu’min [40] : 40), Islam telah menjanjikan adanya kebahagiaan dalam mencapai kesempurnaan untuk keduanya.

Melalui ayat seperti “Barangsiapa mengerjakan amal yang salih,baik pria maupun wanita dan ia berada dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl (16]: 97)

Islam  menegaskan bahwa setiap pria maupun wanita bisa melakukan dan melaksanakan ajaran-ajaran hidup yang ada di dalam Islam untuk mencapai kesempurnaan spiritual dan material, dan menapakkan langkahnya dalam kehidupan suci yang merupakan puncak dari segala ketenangan.

Islam telah menganggap kedudukan wanita sama dengan kedudukan pria dalam keseluruhan makna kemandirian dan kebebasannya, dan Al-Qur’an dengan ayat seperti “Kullu nafsin bima kasabat rahinah” atau “Man amila solihan falinafsih wa man asa’a fa’alaiha” menegaskan bahwa kebebasan yang ada di sini adalah kebebasan individu secara umum, baik kebebasan bagi pria maupun bagi wanita. Oleh karena itu, dalam aturan tentang hukuman pun, kita melihat dalam ayat “Wanita yang berzina dan pria yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera….” (Qs. An-Nur [24]: 2)

Pada sisi lain, karena kemandirian merupakan kelaziman dati kehendak dan hak memilih, Islam mernberikan kemandirian ini dalam hak-hak kepemilikan secara luas kepada wanita dan tidak ada sedikit pun halangan baginya dalam melakukan jenis-jenis transaksi kekayaan, dan wanita juga merupakan pemilik kekayaan dan modalnya sendiri. Dalam sebuah ayat kita membaca, “… bagi pria terdapat bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita tendapat bagian dari apa yang mereka usahakan…” (QS, An-Nisa’ [4] : 32)

Dengan memperhatikan bahwa kosa kata “iktisaba” berlainan dengan kosa kata “kasaba” yang artinya adalah suatu usaha mendapatkan suatu kekayaan yang hasilnya menjadi milik seseorang yang mencarinya, demikian pula dengan memperhatikan kaidah umum bahwa “manusia menguasai kekayaan yang dimilikinya sendiri”. Dari sini dapat dipahami bagaimana Islam menghormati hak kepemilikan dan aktivitas ekonomi wanita, dan tidak meletakkan perbedaan antara wanita dengan pria.

Ringkasnya, wanita dalam Islam merupakan sebuah komponen fundamental dalam kehidupan masyarakat, dan sama sekali tidak dibenarkan melakukan transaksi dengannya berdasarkan anggapan; melakukan transaksi dengan sebuah wujud yang kosong dari kehendak dan hanya bergantung kepada seorang pengayom.