Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kisah Fatimah, wanita baik hati yang tak pernah dapat haid

1 Pendapat 05.0 / 5

Siti Fatimah binti Muhammad lahir pada 20 Jumadil Akhirah lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul. Dia merupakan putri keempat Nabi Muhammad dan ibunya Khadijah binti Khuwalid.

Kelahirannya disambut sangat gembira oleh Rasulullah karena dia lahir pada saat tahun ke lima sebelum diangkat menjadi Rasul.

Fatimah mendapat julukan Az-Zahra karena dia tidak pernah haid dan pada saat melahirkan nifasnya hanya sebentar. Dia juga dijuluki sebagai pemimpin para wanita-wanita penduduk surga.

Dalam kitab fataawa adz-Dzahiriyyah di kalangan Hanafiyyah disebutkan bahwa

"Sesungguhnya Fatimah tidak pernah mengalami haid sama sekali, saat beliau melahirkan pun langsung suci dari nifasnya setelah sesaat agar tiada terlewatkan salat baginya, karenanya beliau diberi julukan Az-Zahra".

Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Ketika aku dalam perjalanan ke langit, aku dimasukkan ke surga, lalu berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon surga. Aku melihat yang lebih indah dari pohon yang satu itu, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian, aku mendapatkan buahnya, lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbi-ku. Setelah aku sampai di bumi, aku berhubungan dengan Khadijah, kemudian ia mengandung Fatimah. Setelah itu, setiap aku rindu aroma surga, aku menciumi Fatimah". (Tafsir Ad-Durrul Mantsur tentang surat Al-Isra: 1; Mustadrak Ash-Shahihayn 3: 156).

Pada usia 5 tahun, Fatimah ditinggal ibundanya Khadijah. Mau tidak mau secara langsung dia menggantikan tempat ibundanya untuk melayani, membantu dan membela ayahandanya.

Dalam usia kanak-kanak Fatimah mendapatkan berbagai cobaan, salah satunya adalah menyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahnya. Sering kali dia meneteskan air mata di pipinya, ketika melihat penderitaan yang dialami Nabi Muhammad.

Saat Fatimah beranjak dewasa, banyak sahabat-sahabat dari ayahnya yang hendak melamarnya, antara lain Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Namun, Rasulullah menolak pinangan sahabat-sahabatnya tersebut.

"Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah)".

Kemudian malaikat Jibril datang untuk mengabarkan Rasulullah bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Tak lama akan kehadiran malaikat Jibril, Ali bin Abi Thalib datang menghadap Rasulullah untuk meminang Fatimah. Dengan tangan terbuka Nabi Muhammad menerima Ali bin Abi Thalib sebagai menantunya.

Acara pernikahan putrinya berlangsung dengan kesederhanaan, karena pada saat itu Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa dijadikan mahar. Ali meminang Fatimah dengan mas kawin sebesar 400 dihram.

Sebelumnya dia menggadaikan baju besinya kepada Utsman bin Affan. Rasulullah menyimpan perasaan kasih sayang sangat mendalam terhadap Ali bin Abi Thalib. Beliau pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib.

"Fatimah lebih kucintai dari pada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia dari pada dia". (HR Abu Hurairah).

Setelah menikah, pada suatu hari datanglah seorang suku bani SAlim yang terkenal akan praktek sihir dan melontarkan kata-kata makian kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, Nabi Muhammad menjawab dengan lemah lembut.

Ahli sihir tersebut terpesona hingga akhirnya dia memeluk agama Islam. Nabi meminta kepada Salman untuk membawa ahli sihir tersebut ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, dikarenakan ahli sihir tersebut dalam keadaan lapar.

Salman mengajaknya mengunjungi beberapa rumah. Namun tidak ada seorang pun yang dapat memberinya makan, karena pada saat itu memang bukanlah waktu orang makan.

Akhirnya ahli sihir tersebut diajak oleh Salman untuk mengunjungi rumah Fatimah. Usai Salman memberi tahu maksud kunjungannya, dengan air mata berlinang Fatimah mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak tiga hari yang lalu.

Namun putri Nabi Muhammad tersebut enggan menolak seorang tamu "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang".

Kemudian Fatimah melepas kain kerudungnya dan memberikannya kepada Salman untuk menukarnya dengan jagung kepada Shamoon orang Yahudi. Salman dan ahli sihir tersebut sangat terharu melihat kemurahan hati Fatimah.

Salman membawa jagung permintaan Fatimah. Dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung tersebut dan membakarnya menjadi roti.

Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan beberapa roti untuk anak-anaknya yang kelaparan. Hal tersebut dijawab oleh Fatimah, bahwa dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena dia telah memberikan kain kerudungya itu untuk kepentingan Allah.