Faktor Pemicu Stres 4 (Kebimbangan dan Kemunafikan)

Keraguan yang meliputi individu yang ingin mengambil keputusan dalam perkara penting hidupnya, seperti pernikahan, pekerjaan, atau kuliah berpotensi menjadikannya tertekan dan mengalami stres. Kebimbangan dan keragu-raguan menjadi penyebab munculnya berbagai jenis penyakit kejiwaan dan akarnya adalah perasaan inferior dan kecendrungan untuk ikut-ikutan.

Masalah kebimbangan berkaitan erat dengan kemunafikan (hati bercabang dua). Al-Qur’an memandang persoalan ini dengan dua sudut pandang di atas. Kendati kebimbangan dan kemunafikan merupakan dua fenomena yang berbeda, namun keduanya memiliki banyak kemiripan. Karenanya, dalam konteks ini, ayat-ayat al-Qur’an perihal kemunafikan kiranya relevan dengan pembahasan ini. Pasalnya, kemunafikan atau hati bercabang dua dan kebimbangan bersumber dari penyebab yang sama; tidak smapainya seseorang pada keyakinan. Al-Qur’an mengemukakan ihwal orang yang munafik:

Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka telah hancur (Q.S at-Taubah:110)
Tentang orang-orang yang enggan berperang dalam perang Badar, al-Qur’an mengungkapkan:
Dalam hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya (Q.S at-Taubah:45).

Manusia yang hatinya bercabang acapkali menipu Tuhannya dan beribadah dengan niat mendapatkan pujian oranglan dan didasari kemalasan. Orang yang hatinya bercabang, memiliki penampilan dan mereka mengira itu membahayak dirinya. Saat genderang perang ditabuh, mereka kontan ketakutan dan enggan berada disitu. Penyebabnya sangat jelas; mereka tidak memiliki sandaran ruhani yang sahih dan selalu kehilangan kendali saat menghadapi berbagai masalah seakan-akan nyawa mereka sedang dicabut. Orang-orang munafik selalu membenci orang-orang yang beriman. Ketika berada bersama orang-orang beriman, merka menampakkan keimanannya. Namun saat sendiri, mereka melawan kaum mukmin. Jika orang-orang beriman mengenyam kebahagiaan, mereka kontan menggerutu dalam hati. Sebaliknya, jika keburukan menimpa orang-orang beriman, mereka langsung bersukacita.