Bulan Perjamuan Tuhan (19)

Ramadhan adalah bulan taubat dan kembali ke jalan Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda, "… dan dia adalah bulan berkah dan bulan taubat." Bulan Ramadhan adalah momentum untuk memohon ampunan dan membebaskan diri dari siksaan.

Imam Ali Ridha as menukil sebuah hadis dari Rasul Saw yang berbunyi, “Ramadhan adalah sebuah bulan yang agung, pahala amal kebaikan manusia dibalas berkali lipat, dosa-dosa mereka diampuni, derajat spiritual mereka ditinggikan… bulan ini tidak sama dengan semua bulan lain. Ia datang dengan membawa berkah dan rahmat, dan pergi dengan menyediakan pengampunan… sesungguhnya orang yang celaka adalah mereka yang berpisah dengan bulan ini tanpa mendapat ampunan.”

Orang-orang yang telah berbuat kesalahan dalam hidupnya dan memilih jalan kebinasaan, maka bulan Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk bertaubat, karena dengan berkahnya, bulan ini akan menciptakan perubahan spiritual bagi mereka yang berpuasa dan melipatgandakan amal kebaikan.

Perbuatan baik akan menghapus keburukan dan menjauhkan siksaan dari manusia. Orang yang berpuasa sebenarnya sedang bergerak dari kegelapan menuju cahaya takwa dan keutamaan akhlak, serta kembali ke dalam naungan rahmat Allah Swt.

Taubat secara bahasa artinya kembali. Kembali di sini adalah meninggalkan dosa, memohon ampunan, dan kembali menempatkan diri di jalan Allah. Ibarat musafir yang sedang bergerak dari satu kota ke kota lain, namun di tengah jalan ia menyadari bahwa telah menempuh jalan yang salah. Dalam kondisi ini, orang tersebut akan langsung putar arah dan kembali ke tempat yang hendak dituju. Inilah yang dimaksud dengan taubat, kembali ke jalan yang benar dengan meninggalkan kesalahan dan memohon ampunan.

Pekerjaan ini tentu saja tidak akan menghapus seluruh kesalahan di masa lalu. Orang yang bertaubat juga harus menggantikan semua kealpaan; mengqadha shalat yang ditinggal, menggantikan puasa, dan meminta maaf kepada mereka yang disakiti. Jadi, taubat berarti membebaskan jiwa dari sifat-sifat buruk dengan revolusi batin dan menutupi kesalahan.

Taubat itu sendiri merupakan salah satu dari tanda rahmat dan kasih sayang Allah Swt. Dalam doa Makarimul Akhlak (doa ke-20 Shahifah Sajjadiyah), Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad berseru, "Ya Allah, aku datang kepada maghfirah-Mu, aku menuju pada pengampunan-Mu ('Afw), aku merindukan pemberian-Mu dan aku percaya pada karunia-Mu, tetapi aku tidak punya apapun yang bisa menjamin pengampunan-Mu, tidak ada perbuatanku yang membuatku pantas memperoleh pengampunan, dan tidak ada jalan lain setelah aku mencela diriku selain memohon karunia-Mu."

Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan ada banyak amalan serta doa yang bisa diamalkan di penghujung bulan suci ini. Rasul Saw mengambil jarak dari semua kenikmatan dunia selama sepuluh hari terakhir dan memilih beri'tikaf di masjid. Beliau sangat perhatian terhadap masalah i'tikaf dan bersabda, “Barang siapa yang beri'tikaf selama 10 hari pada bulan Ramadhan, maka pahalanya sama seperti dua kali haji dan dua kali umrah.”

Malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan akan menjadi momen puncak turunnya nikmat dan rahmat Allah Swt. Ia menyimpan banyak keistimewaan dan keagungan. Dalam surat al-Qadr, Allah berfirman, "… Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."

Melalui Lailatul Qadar, Allah Swt ingin menyempurnakan amal kebajikan manusia dan menutupi segala kekurangan mereka. Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Jika Allah tidak melipatgandakan perbuatan orang mukmin, mereka tidak akan mencapai kesempurnaan. Pada Lailatul Qadar, pahala perbuatan baik mereka akan ditambah berkali lipat."

Allah Swt menjadikan Lailatul Qadar sebagai sebuah malam yang mulia dan menurunkan para malaikat ke bumi untuk mengatur segala urusan. Dalam sebuah riwayat, Imam Jakfar Shadiq as berkata kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Bashir, "Pada malam itu, takdir, kematian, dan rezeki sampai tahun depan yaitu; malam Lailatul Qadar berikutnya akan ditentukan. Oleh karena itu, dirikanlah shalat di malam Lailatul Qadar dan hidupkanlah malam itu."

Abu Bashir lalu bertanya, "Jika aku tidak mampu berdiri untuk shalat, apa yang harus aku lakukan? "Lakukanlah dengan posisi duduk," jawab Imam Shadiq. Karena penasaran dengan nilai ibadah di malam mulia itu, Abu Bashir kembali bertanya, "Jika aku tidak mampu melakukannya dengan duduk, apa yang harus aku kerjakan?" Imam berkata, "Beribadah-lah dengan cara yang mungkin engkau lakukan, karena pintu-pintu langit dibuka, syaitan dibelenggu, dan amal perbuatan orang mukmin diterima."

Lailatul Qadar adalah malam harapan, dan harapan adalah kunci untuk meneruskan kehidupan dan pijakan untuk meraih kemajuan. Orang yang telah menyia-nyiakan sebagian dari umurnya, ia tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah Swt. Pintu harapan dan rahmat terbentang di hadapan manusia pada bulan Ramadhan, dan pintu itu terbuka lebar pada malam Lailatul Qadar.

Hubungan manusia dengan Tuhan yang terjalin sejak awal bulan Ramadhan, akan mencapai puncaknya pada malam mulia itu. Lailatul Qadar menghapus segala penghalang antara manusia dan Tuhan, dan ini memudahkan mereka untuk kembali meraih kasih sayang Allah Swt.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, "Nabi Musa as berkata kepada Allah Swt, 'Tuhanku, aku ingin dekat dengan-Mu.' Allah berfirman, 'Kedekatan dengan-Ku adalah milik mereka yang terjaga pada malam Lailatul Qadar.' Nabi Musa berkata, 'Tuhanku, aku menginginkan rahmat-Mu.' Allah berfirman, 'Rahmat-Ku adalah milik mereka yang mengasihi orang-orang papa pada Lailatul Qadar.' Musa as kembali berkata, 'Tuhanku, aku ingin mendapat izin untuk melintasi Sirat.' Allah berfirman, 'Itu hanya untuk mereka yang bersedekah pada Lailatul Qadar.' Nabi Musa as berkata, 'Tuhanku, aku menginginkan pepohonan dan buah-buahan surga.' Allah berfirman, 'Itu hanya milik mereka yang bertasbih pada Lailatul Qadar.' Musa as kemudia berkata, 'Tuhanku, aku menginginkan keridhaanmu.' Allah berfirman, "Keridhaan-Ku adalah milik mereka yang menunaikan dua rakaat shalat malam pada Lailatul Qadar.'"

Malam Lailatul Qadar harus menjadi momen yang istimewa untuk mengevaluasi diri dan meninjau kembali amal perbuatan. Ia adalah malam untuk bertafakkur dan memikirkan kembali asal usul kita dan tujuan kehadiran kita di dunia ini. Perenungan ini akan membuat hati manusia bangkit dari kelalaian dan menemukan jalan kebenaran. Oleh karena itu, dalam riwayat dikatakan bahwa berpikir satu jam lebih baik dibandingkan beribadah 70 tahun.

Pada malam Lailatul Qadar, individu Muslim harus mampu memberi makna baru pada kehidupannya, menghapus segala dosa dari hati sehingga kebaikan bisa bersemi di dalamnya. Ia adalah kesempatan untuk menghiasi hati dengan berzikir kepada Allah Swt serta menyingkirkan godaan dan keraguan.  

Mengenai keutamaan malam Lailatul Qadar, Malaikat Jibrib berkata kepada Rasulullah Saw, "Wahai Muhammad! Lailatul Qadar adalah malam di mana tidak ada pendoa yang meminta kecuali doanya dikabulkan, dan tidak ada pentaubat kecuali taubatnya diterima."

Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Penentuan qadar (sesuatu) terjadi pada malam ke-19, pengesahan pada malam ke-21, dan penetapan qadar untuk satu tahun pada malam ke-23.” Oleh karena itu, kaum Muslim tidak boleh lalai saat musim panen tiba dan perlu memberi perhatian ekstra untuk menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadhan seperti yang diteladani oleh Rasulullah Saw.