Ulama dan Hukum Ijtihad

Dalam menanggapi dan menentukan hukum fenomena ijtihad, para ulama telah berbeda pandangan:

1. Wajib aini:
Pandangan ini diyakini Ibnu Zuhrah Al Halabi (wafat 585 H), pengarang buku al-Ghunyah, Ibnu Hamzah pengarah buku Al-Wasilah, Mirza Abdullah Al-Isfahani pengarang buku Riyadhul Ulama’ dan AL Mahuzi pengarang buku Al-Isyarat.

2. Wajib Kifa’i
Pendapat ini diyakini oleh mayoritas fuqaha’ mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i.
Pengikut ini terpecah menjadi dua golongan:
Pertama, goongan yang meyakini ijtihad bebas, baik dengan cara menngunakan pandangan pribadi, melalui kalur resmi (al-Qur’an, sunnah akal dan ijma’) yang telah diakui oleh Pembuat Syariat, ataupun jalur-jalur sumber-sumber yang menghasilkan prasangka (zhann) sperti qiyas, istihsan mashalih, mursalah dll
Kedua, golongan yang meyakini ijtihad terikat, yaitu harus melalui jalur resmi. Pendapat ini diyakini oleh para ushul-fiqh Syiah.

3. Bid’ah dan Haram
Pendapat ini diyakini oleh kaum akhbari Syiah da Ahlussunah, seperti Mirza Muhammad Astarabadi pengarang buu Manhajul Maqal dan Mulla Muhammad Amin Astarabadi pengarang buku AL-Fawaidul Madaniyah serta Ahmad bin Hanbal Asy-Syaibani dan Dawud bin Ali Az-Zhahiri Al-Isfahani, pemimpin madzhab Az-Zhahiriah.

4. Ijtihad adlaah usaha untuk menghancurkann agama