Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Metode Dakwah Imam Shadiq as(1)

1 Pendapat 05.0 / 5

Pada 25 Syawal tahun 148 Hijriyah, Dunia Islam berduka atas kehilangan seorang tokoh besar dari Ahlul Bait Rasulullah. Berita syahidnya Imam Jakfar Shadiq as telah membuat banyak hati berduka. Selama 34 tahun kepemimpinannya, ia telah menciptakan revolusi budaya di bidang pemikiran dan intelektualitas serta menyebarkan ajaran Islam yang lurus.

Dunia modern dengan kemajuan pesat di bidang teknologi telah menciptakan sebuah perubahan dalam kehidupan manusia. Perubahan ini juga mempengaruhi bidang dakwah agama dan bahkan sebagian orang menganggap metode klasik sudah tidak efektif lagi untuk diterapkan. Namun, faktanya adalah bahwa akhlak dan nilai-nilai luhur serta kebutuhan dasar manusia modern tidak ada bedanya dengan para leluhur mereka, yang hidup puluhan abad silam.

Oleh karena itu, sarana modern seperti komputer dan internet dan lain-lain, hanya telah mempermudah penyampaian pesan kepada masyarakat, tetapi tidak mengubah apapun dalam hal esensi wujud dan nilai manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip utama yang menjadi penekanan Imam Shadiq as dalam misi dakwah agama adalah pengenalan audiens dan penghormatan terhadap mereka, penggunaan bahasa yang umum, seruan yang disertai dengan tindakan praktis, dan beradaptasi dengan zaman. Metode-metode ini juga masih relevan untuk dipakai dalam dakwah agama di masa sekarang.

Metode Imam Shadiq as dalam menangani setiap lapisan masyarakat – baik itu anak-anak, pemuda, orang tua, pelayan, orang fasik, dan kafir – bertumpu pada kapasitas pemikiran dan budaya mereka. Gerakan ilmiah dan kerja keras Imam Shadiq as telah menyebabkan penyebaran ilmu-ilmu keislaman, dan intelektualitas beliau dikenal luas di berbagai wilayah Islam.

Era kepemimpinan Imam Shadiq as berbarengan dengan fase kelemahan Dinasti Bani Umayyah dan meningkatnya kekuatan Bani Abbasiyah. Oleh karena itu, kedua dinasti tersebut tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan tekanan dan mengontrol Imam dan para pengikutnya. Kondisi ini merupakan peluang yang sangat bagus bagi kegiatan budaya dan ilmiah Imam Shadiq. Dengan menyebarkan ajaran Islam dan merekonstruksi makrifat Islam murni, beliau telah membangun pusat keilmuan yang agung di kota Madinah.

Sebanyak 4.000 pelajar dari berbagai jurusan menimba ilmu di madrasah Imam Shadiq as. Masing-masing dari mereka tampil sebagai ilmuwan terkenal dan menyebarkan ajaran agama di berbagai wilayah Islam.

Salah satu cara terpenting untuk menanamkan pesan-pesan Ilahi di lubuk hati masyarakat adalah menyebarkan cinta dan kasih sayang. Karena, pesan Ilahi selain harus tertanam dalam pikiran masyarakat, juga harus menancap di lubuk hati mereka. Firman dan pesan Ilahi harus menancap di sana sehingga memunculkan sebuah kekuatan dan mendorong mereka mencapai tujuan luhur kemanusiaan dan masyarakat ideal yang bertauhid.

Dalam hal ini, Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt telah mendidik dan membimbing Rasulullah dengan cinta-Nya." Beliau juga berkata, "Allah Swt berfirman, 'Masyarakat adalah keluargaku. Jadi, orang yang paling aku cintai di sisi-Ku adalah mereka yang paling lembut dengan keluarganya dan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka."

Oleh karena itu, para tokoh agama memanfaatkan cinta dan kasih sayang dalam kegiatan dakwah dan bimbingan masyarakat. Mereka juga menyarankan para muridnya agar memanfaatkan metode ini untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Prinsip taghaful (pura-pura tidak tahu) adalah salah satu prinsip penting etika di mana menurut ilmu psikologi dan sosiologi, memainkan peran signifikan dalam menenangkan jiwa dan menjauhkan masyarakat dari konflik. Dengan kata lain, seseorang mengetahui sesuatu, tetapi ia bersikap sedemikian rupa sehingga lawan bicaranya mengira bahwa ia tidak mengetahui masalah apapun.

Rasulullah Saw juga menggunakan prinsip taghaful sehingga dalam beberapa kasus, telah mendorong protes dari sebagian orang bodoh. Dalam surat at-Taubah ayat 61, Allah Swt berfirman, "Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, 'Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.' Katakanlah, 'Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu…"

Imam Shadiq as juga menaruh perhatian pada prinsip taghaful dan berkata, "Maslahat, hidup damai berdampingan, dan berinteraksi dengan masyarakat berada dalam sebuah timbangan, di mana dua pertiga darinya adalah kesadaran dan sepertiga darinya adalah taghaful." Ucapan ini selain menekankan pada taghaful positif, juga memperingatkan kaum Muslim dari taghaful negatif. Karena, Imam Shadiq pada permulaan kalimat menekankan pada kesadaran dan menghindari kelalaian. Dari sisi lain, beliau juga memerintahkan taghaful pada kasus-kasus yang tidak urgen.

Perlu dicatat bahwa taghaful tidak bertentangan dengan prinsip amar makruf dan nahi munkar serta kritik konstruktif, karena amar makruf dan nahi munkar berada dalam konteks wajib dan terpisah dari prinsip taghaful.