Isti’aadzah

Dalam surah al-Muawwidzatain terdapat tiga hal berkaitan dengan permohonan perlindungan (isti’aadzah), yaitu : Al-isti’aadzah itu sendiri, Al Musta’aadz bihi (sesuatu yang dimintakan perlindungan darinya), dan Al Musta’aadz minhu (sesuatu yang dimintakan perlindungan darinya).

1. Al- Isti’aadzah
Kata عاذ menunjukan arti berlindung dan berbenteng. Dan pada hakikatnya berarti menghindar dari sesuatu yang ditakuti kepada seuatu yang mmapu menyelamatkan dari apa yang ditakuti. Oleh karenanya, sesuatu yang dimintai perlindungan disebut ma’aadz.

Arti kata tersebut diambil dari pengertian dasar kata عاذ, yang dalam penggunaannya leh orang-orang Arab memiliki dua pengertian dasar,yaitu:

a. Tertutup; orang Arab menyebut kata ‘uwwadz untuk sebuah rumah yang berada dipangkal sebuah pohon besar yang dedaunannya menutupinya. Seseorang yang memohon erlindungan seakan ia bersembunyi dari musuhnya kepada sesuatu yag akan menutupi dan melindunginya.
b. Menempel dan berpegangan; orang Arab menyebut daging yang menempel pada tulang dan sulit dipisahkan darinya dnegan kata ‘uwwadz/ demikian juga dengan seorang yang ber isti’aadzah, ia berpegang dan menempel kepada sesuatu yang dimintai perlindungan serta bergantung sebagaimana seorang anak berlindung dan bergantung kepada ayahnya dari serangan musuh yang ia tidak kuasa untuk melawannya.

Kedua dasar pengertian di atas dapat dibenarkan, seorang yang ber-isti’aadzah itu bersembuyi dengan sesuatu yang dimintai perlindungan, berpegang dan berlindung kepadanya.

Dan yag perli diketahui bahwa hakikat isti’aadzah adalah sesuatu di balik kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu sekadar ungkapan dan isyarat, sedangkan apa yang berada dalam kalbu berupa kesadaran berlindung, bergantung, kepasraham di hadapan Allah swt, kebutuhan kepada-Nya, dan keterhinaan di haribaan-Nya. Semua itu adalah sesuatu yang tak sanggup diungkapkan oleh kata-kata tersebut.

Kesadaran seprang hamba mukmin ketika memohon perlindungan kepada Allah swt dikarenakan keyakinannya bahwa manusia adalah lemah dan selalu membutuhkan bantuan Allah, Pemelihara Yang Maha Kuasa.

Kesadaran itulah yang sebenarnya memberi motivasi untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah, Zat Yang Maha Kuasa, Maha Belas Kasih, dan Maha Pengasih dna Penyayang. Adapun perintah yang dititahkan dalam firman-firman Ilahai pada hakikatnya membimbing kita ke arah tutunan aqliyah.

2. Al Musta’aadz bihi
Yang harus dimintai perlindungan adalah Allah swt, Rabbu al-falaq, Rabbu an Nass, Malik an Naas (Raja Manusia) dan Ilaah an Naas (Sembahan manusia). Zat yang tidaks epantasnya bagi kita berlindung kepada selain-Nya.

Kita tidak dibenarkan memohon perlindungan kepada selain-Nya, seperti kepada jin misalnya. Sebab dengan itu jin makin menyesatkan dan menjerumuskan kita ke dalam perangkap dosa dan kekafiran seperti disebutkan dalam surah al-Jin ayat 6.

3. Al Muta’aadz minhu
Macam-macam kejahatan yang kita mohon agar dilindungi darinya dalam dua surahni ialah lima perkara; empat disebut dalam surah al-Falaq, dan yang satu di sbeut dalam surah an-Naas. Surah al-Falaq memerintahkan kita untuk berlindung dari empat kejahatan:
a. Kejahatan makhluk secara umum
b. Kejahatan malam apabila telah gelap gulita
c. Kejahatan peniup pada ikatan (penyihir)
d. Kejahatan penghasud apabila ia menghasud