Menelisik Tragedi di Musim Haji Melalui Ayat Al-Qur’an

Setiap orang memiliki pandangan masing-masing tentang Islam. Sebagian memandangnya begitu dangkal dengan memperhatikan urusan ritual saja, sebagian hanya fokus pada “jihad” saja dan sebagian yang lain memandang islam dengan pandangan yang lebih luas. Sebelumnya kita pernah membahas bahwa tujuan ibadah dalam islam bukan hanya untuk mendapat pahala saja, tapi ada tujuan yang lebih tinggi dari itu, yaitu melatih manusia untuk ber-akhlak. (Baca : Tujuan Ibadah = Menjadikan Manusia Berakhlak)

Selain itu Al-Qur’an selalu mengajak manusia untuk perhatian dengan sesamanya. Islam juga mengajarkan untuk tidak melupakan keadaan orang sekitarnya. Bahkan nilai dari ibadah bukan hanya dilihat dari banyaknya saja tapi bagaimana ibadah itu membuatnya memikirkan keadaan orang lain.

Jika kita melihat ayat-ayat suci Al-Qur’an, akan kita temukan kisah para nabi yang selalu menyertakan orang lain dalam doanya. Ketika Nabi Nuh berdoa untuk meminta ampun kepada Allah, ia juga tak melupakan orang tuanya dan orang-orang yang beriman.

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِناً وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ -٢٨-

“Ya Tuhan-ku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS.Nuh: 28)

 

Begitu juga dengan Nabi Ibrahim dalam doanya,

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ -٤١-

“Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).” (QS.Ibrahim: 41)

 

Dan ketika Nabi Isa berdoa untuk meminta hidangan dari langit untuk bani israil, ia tidak hanya meminta untuk bani israil saja tapi juga mendoakan umat setelah mereka.

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيداً لِّأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا -١١٤-

‘Isa putra Maryam berdoa, “Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami.” (QS.Al-Maidah 114)

 

Lebih dari itu semua, pada ibadah yang sangat pribadi antara hamba dengan Allah swt, kita masih diperintahkan untuk mengingat orang lain dalam surat Al-fatihah. Padahal kita dalam keadaan sendiri dihadap Allah swt.

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ -٦-

“Tunjukanlah kami jalan yang lurus.” (QS.Al-Fatihah: 6)

 

Pada intinya, islam adalah agama kasih dan rahmat. Islam selalu mengajak para pengikutnya untuk memikirkan keadaan orang lain. Sungguh ironis melihat agama yang membawa cahaya perdamaian dan cinta kasih kini dituduh sebagai agama yang penuh dengan kekerasan dan darah.

Baru-baru ini kita mendengar tragedi Mina yang menewaskan lebih dari seribu jiwa. Sebelumnya kita juga sering mendengar kisah muslimin yang berebut hajar aswad hingga saling sikut bahkan saling pukul. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Sebenarnya rasa tidak mau kalah, berdesakan disertai sikut-sikutan bahkan ada yang memukul orang lain adalah bukti bahwa banyak muslimin yang belum mengerti agamanya. Hingga banyak korban luka, terinjak bahkan kehilangan nyawa. Andai kaum muslimin mengerti ajaran islam yang sebenarnya, mereka akan berlomba untuk mendahulukan yang lain dan menjaga keselamatan saudaranya.

Karena itu, mari kita bersama menampilkan wajah islam yang sesungguhnya sehingga kehormatan islam akan kembali pada posisi asalnya. Dan jangan pernah melupakan keadaan orang disekitar kita, karena ibadah kita akan sia-sia tanpa kepeduliaan kepada sesama.

“Bukan bagian dari kami, orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (Rasulullah saw)