Hussein Sang Pemersatu: Upaya Mencari Format Asyura Universal

Salah satu yang paling berat dilakukan oleh umat adalah mencintai keluarga Nabi saw. Rasulullah dalam Hadis Tsaqalain mewasiatkan kepada umat supaya mereka mencintai dan mengikuti Ahlul Baitnya. Beliau menegaskan bahwa siapapun yang menaiki bahtera Ahlul Baitnya maka dia akan selamat sebaliknya siapapun yang enggan untuk mengarungi perahu Ahlul Bait maka dia akan tenggelam dan tersesat Oleh karena itu, setiap mazhab apapun namanya pasti menyatakan persetujuannya untuk mencintai Ahlul Bait, hanya saja cara dan bentuknya berbeda-beda, sesuai dengan tingkat pemahaman, penghayatan dan pengamalan masing-masing pengikut mazhab terhadap ajaran Islam yang dianutnya.

 

Bulan Muharram dikaitkan dengan Imam Husein karena di bulan ini, tepatnya tanggal 10 Muharram atau yang lebih dikenal dengan Asyura dikenang sebagai haul atau peringatan tahunan syahidnya Sayyidina Husein di Karbala. Sayidina Hussein mendapat tempat yang istimewa di kalangan Muslimin dan karena itu siap Muslim pasti menghormati beliau dan dan tentu setiap Muslim berusaha untuk meneladani dan mengikuti beliau.

Hadis ”Husain adalah penghulu pemuda surga” adalah hadis popular dan mutawatir (banyak perawi hadis yang meriwayatkan) sehingga tidak terdengar ada seseorang pakar hadis yang meragukan kesahihannya. Oleh karena itu, tidak ada seorang Muslim pun yang mau disebut dirinya sebagai pembenci Husein bin Ali bin Abi Thalib, karena semua paham jejak rekam Sayyidina Husein dan asal-usul keluarganya. Beliau adalah salah satu dari Ahlul Bait yang sesuai dengan kesaksian surat al-Ahzab ayat ke-33 bahwa beliau adalah orang yang disucikan dari rijs atau dosa lahir dan batin. Meskipun semua tidak sepakat soal kemutlakan kemaksumannya (tingkat ‘ishmah) tapi semua sepakat bahwa beliau adalah sahabat besar yang adil dan bertakwa.

Setiap Muslim pasti bangga disebut dirinya sebagai pencinta al-Husein tapi kenyataannya memang tidak mudah menjadi pencinta Hakiki Sayyidina Husein. Sehingga klaim “kami juga cinta Husein” itu wajar wajar-wajar saja, meskipun perlu bukti dan tolak ukur untuk mengetahui apakah seseorang itu pencinta sesungguhnya atau tidak.

Salah satu tolok ukur cinta itu adalah berusaha meneladani dan mengikuti dan ciri cinta yang lain adalah sering menyebutnya. Misalnya mengabdikan nama Husein pada anak kita adalah bentuk kecintaan kita kepada Sayyidina Husein. Contoh yang sederhana lainnya adalah mengirim al-Fatihah kepada Sayyidina Husein.  Begitu juga cinta kepada orang yang mencintai Husein adalah adalah tanda cinta yang kuat kepada keluarga Nabi saw.

Kalau kita sungguh-sungguh mencintai Allah SWT maka apapun yang terkait dengan-Nya pasti kita akan cintai. Semua alam dan makhluk adalah penampakan dan cermin dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena itu semuanya pasti kita cintai, baik kita suka pada mereka maupun tidak. Demikian juga kalau kita benar-benar mencintai Rasulullah saw maka apapun dan siapapun yang terkait  dan dekat dengan beliau mestinya kita cintai juga. Ini baru totalitas dalam cinta kepada Nabi saw.

Antara kita dan mereka yang kita anggap mengkultuskan Hussein dan berlebihan dalam cintanya itu terdapat persamaan, yaitu sama-sama menjadikan Sayyidina Husein sebagai objek cinta. Yang membedakan kita hanya cara mencintainya. Mungkin kita menganggap  mereka yang sok mencintai al-Hussein itu melampai batas dalam mengekspresikan cintanya (tafrith fil hub ). Di sini perlu kita adakan dialog dan perlu kita bangun opini yang sehat, wacana yang cerdas bagaimana sebaiknya mencintai Sayyidina Husein itu, sehingga kita sepakat kepada koridor dan bingkai cinta yang bersifat universal, proporsional,  elegan, rasional serta efektif yang diterima oleh semua kalangan dan tidak menimbulkan polemik. Di sinilah perlunya antara para pencinta Imam Husain untuk mengadakan forum cinta yang seluruh pencinta al-Husain dari berbagai kalangan hadir dan merumuskan sebuah metode dan cara yang paten/baku yang bisa diterima oleh semua. Misalnya didiskusikan bersama di forum ini bagaimana sih sebaiknya acara Asyura itu dilakukan; masing-masing silakan menyampaikan usulannya dan masukannya; hal-hal apa yang mesti ada dan yang tidak perlu diadakan.

Hasil dari forum bersama itu bisa saja mengahasilkan semacam pawai budaya dan refleksi Asyura bersama yang masing-masing umat Islam dari kalangan mana pun bisa memberikan sumbangsihnya dalam bentuk misalnya, pemikiran, syair, puisi, musik, orasi, kasidah dan lain sebagainya.

Kalau ini dilakukan bisa saja menurut hemat kami akan menghasilkan peringatan Asyura universal yang konten dan bentuk acaranya bisa diterima oleh semua kalangan dan tidak terkesan eksklusif. Sehingga dengan demikian Sayidina Hussein bisa menjadi pemersatu umat Islam dan inspirasi perjuangan mereka.

Semua sadar bahwa Husen bin Ali adalah inspirasi umat Islam. Terlalu sayang dan terlalu banyak pelajaran pada peristiwa Karbala kalau kita biarkan menguap begitu saja tanpa kita berupaya menggali pelajaran berharga darinya. Kita sepakat bahwa aspek hitam atau kesedihan dan eksploitasi tangisan, ratapan dan emosi tidak perlu kita nomersatukan tapi aspek putihnya, yaitu spirit al-Husain dan bagaimana menemukan benang merah dan pelajaran Asyura yang bisa kita terapkan dalam kontek kekinian dan kedisinian itu yang perlu dikedepankan. Sehingga setiap Muslim, apapun mazhabnya merasa memiliki Imam Husain dan mengambil manfaat dari perjuangannya dalam kehidupan nyata.

Mestinya Husain bin Ali bin Abi Thalib itu menjadi pemersatu kita, bukan pemicu perselisihan kita dan andaikan kita hidup di zamannya pasti kita akan memilih berperang bersamanya daripada bergabung dengan tentara si fasik Yazid bin Muawiyah. Atau minimal kita tidak akan menyalahkannya dan memusuhi pengikutnya karena bagaimanapun Hussein bin Ali bin Abi Thalib adalah cucu Rasulullah saw yang notabene sahabat besar yang dalam perang melawan Yazid tak satu orang alim pun mengatakan bahwa beliau ragu dalam memerangi Yazid karena bagi beliau Islam akan gulung tikar kalau dikuasai oleh pemimpin sefasik Yazid.

Wallahu a’lam!