Perempuan Yang Tak Pernah Menyesali Keikutsertaannya di Karbala

Dalam peristiwa Karbala ada sosok perempuan yang tidak bisa dilupakan dan dihapus dari barisan perempuan hebat di sekitar Imam Husein, yaitu Zainab binti Ali bin Abi Thalib. Ibunya adalah Fatimah az-Zahra yang merupakan putri Nabi Muhammad s a w. Tidak banyak orang yang mengenal dan meneladani kehidupan putri Fatimah Zahra ini.

Mereka yang menelaah peristiwa Karbala tidak mungkin melewatkan peranan Zainab al-Kubra yang bergelar Aqilah Bani Hasyim. Di saat banyak orang di zaman Imam Husein yang mencoba melarang beliau untuk berangkat ke Karbala dan menghindari bentrokan dan peperangan dengan tentara Yazid bin Muawiyah, Zainab justru mendukung 100% jihad Imam Husein dan tidak pernah menyatakan keberatan dan penolakan ketika diajak untuk menyertai perjalanan panjang ke Karbala.

Mereka yang sok pinter dengan mengkritik langkah Imam Husein ke Karbala yang menyertakan anak-anak dan kaum hawa mungkin lupa atau tidak tahu bahwa tak satupun dari keluarga yang di bawahnya, khususnya kaum perempuan menyesal dan tidak setuju diikutsertakan dalam jihad ini. Zainab paham benar bahwa tindakan dan keputusan Imam Husein tidak mungkin berdasarkan emosi dan urusan pribadi. Sebab Imam Husein adalah satu-satunya orang di zamannya yang masih hidup yang menjadi saksi sebab turunnya surat al-Ahzab ayat 33 yang beliau termasuk salah satu orang yang dimaksud di dalamnya.

Surat tersebut menegaskan bahwa Imam Husein disucikan dari dosa lahir dan batin sehingga tindakan dan keputusannya tidak mungkin serampangan dan asal-asalan. Sebab beliau bukan lelaki biasa tetapi keturunan Nabi s a w dan dididik oleh Rasul saw dan mendapatkan keberkahan, doa khusus serta perhatian Kanjeng Rasulullah saw. Disamping itu, Imam Husein juga dididik oleh ayahnya Imam Ali bin Abi Thalib yang merupakan pintu dari kota ilmu Rasulullah saw. Tidak cukup di situ, bahkan beliau juga mendapatkan pendidikan dan pengarahan dari ibunya, yaitu Fatimah Zahra yang merupakan anak kesayangan Nabi saw.  Dan tentu Imam Husein juga mendapatkan pengalaman hidup dari abangnya, Sayyidina Hasan yang merupakan pemuda penghulu surga

Jadi, dengan jejak rekam seperti itu apakah mungkin Imam Husein melakukan kecerobohan dan kebodohan serta ketidakmatangan pikiran dengan menuruti emosinya dan berjihad melawan tentara kuat Yazid dan kemudian jihadnya dianggap sia-sia dan tidak memberikan dampak signifikan bagi kemajuan dan kelestarian ajaran datuknya Rasulullah saw?! Tentu mereka yang berfikir demikian harus banyak menelaaah kembali aspek-aspek terjadinya Karbala dan harus sering menggali lagi secara jernih dan objektif kenapa peristiwa in terjadi; hal-hal apa saja yang menyebabkan potensi terjadinya peristiwa ini; berapa banyak pendukung Ahlul Bait; berapa banyak pendukung Yazid dan Bani Umayyah; bagaimana kondisi sosial politik di zaman Imam Husein dan Yazid Bin Muawiyah; bagaimana perilaku dan biografi Yazid bin Muawiyah yang dianggap oleh banyak orang di zamannya sebagai Khalifah Muslimin; siapa orang-orang yang berperang sampai penghabisan darah terakhir bersama Imam Husein; berapa jumlah mereka dan bagaimana latar belakang mereka?! Hal-hal ini harus dicari sumber informasinya secara benar sehingga peneliti mampu mendapatkan kesimpulan yang objektif tentang peristiwa Karbala dan hal-hal yang melatarbelakanginya.

Kembali kepada pembahasan utama bahwa peristiwa Karbala tampak tidak bisa dipisahkan dari sosok Srikandi Karbala, yaitu Zainab Aqilah Bani Hasyim. Imam Husein merasa mendapatkan penguatan dan dukungan moril yang luar biasa dari sosok Zainab. Zainab berhasil meneguhkan tekad Imam Husein untuk memerangi kemungkaran Yazid bin Muawiyah. Zainab juga membongkar “borok-borok dan virus-virus” dari keluarga bani Umayyah dengan pidatonya yang tersohor dan ditulis dalam buku buku sejarah di hadapan Yazid di istananya yang megah dan gemerlap.

Zainab juga berperan sebagai sebagai media untuk menyebarkan pesan-pesan Asyura. Di sepanjang perjalanan dari Irak menuju Syam yang hari ini dikenal sebagai negara Suriah, Zainab memperkenalkan siapa Ahlul Bait karena banyak orang yang menonton mereka sebagai tawanan perang menganggap bahwa ini adalah tawanan perang orang-orang kafir dan munafik. Zainab menunjukkan bahwa hakikat keislaman, kebenaran, dan kebaikan serta keindahan Islam itu ada pada Ahlul Bait yang terzalimi dan terpinggirkan. Dan musibah besar di tengah umat Islam terjadi ketika seorang sebiadab dan sejahat Yazid bin Muawiyah memimpin umat Islam.

Zainab memiliki kesabaran, ketegaran dan keteguhan yang luar biasa. Setelah peristiwa Karbala, beliau tidak merobek-robek bajunya, menjambak rambutnya dan berkeluh kesah. Zainab mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil mengatakan: Ya Allah terimalah kurban dan persembahan kami ini. Semua ini terjadi dengan kesaksian-Mu dan ridha-Mu. Kami tidak pernah menyesal dan menerima ini eerta bersyukur telah Engkau jadikan kami sebagai orang-orang yang terdepan dalam membela ajaran Rasulullah. Demikian kira-kira panjatan doa dan munajat Zainab.